Senin, 06 Februari 2006

"MERETAS JALAN MENUJU JINGGA" bagian 1

Meretas 1

senja tak lagi muda. malam bertaburan kerlipan bintang dan langit begitu cerah. pertanda bagus untuk perjalanan waktu hingga esok pagi dan hujan tak perlulah menggoda bumi unutk malam ini. cukuplah ia memandikannya siang tadi, dan menyiram daun-daun yang kekeringan. namun begitu tetap bukan isyarat bagus untuk meneruskan petualangannya. apalagi untuk seorang perempuan. walaupun ini untuk yang kesekian kalinya. tetap saja ada getar-getar halus yang merangsek di dadanya tatkala ia belum sampai dirumah hingga pukul sembilan malam. tidak ada yagn akan memarahinya, tapi sudut hatinya berkata begitu.
seorang gadis, menyusuri jalan menuju rumahnya. cukuplah lampu-lampu disepanjang jalan menjadi penerang baginya. tak perlu obor-obor bambu seperti yang dulu ia lihat di kampung neneknya, puluhan tahun lalu, saat ia masih duduk disekolah dasar. saat listrik belum masuk ke desa-desa, dan penduduk menggunakan obor dari bambu sebagai penerangan untuk berjalan dimalam hari. indah sekali. ia tersenyum-seyum membayangkan masa kecilnya dulu. ingin sekali mengunjungi neneknya sekarnag, tapi ia sedang tak libur. nanti sajalah
uups....gadis itu melompati genangan air lalu kemudian menepi dan mengikat tali sepatunya. setelah itu ia menyeberang, tujuannya adalah swalayan yang ada didepan jalan sana. ia ingin membeli beberapa perlengkapannya yang telah habis. dan ia tak ingin berlama-lama disana. pergelangan kakinya sudah lelah tapi ia tetapmenikmati sisa perjalanannya hari ini. menikmati malam bertaburan bintang, mungkin sama nikmatnya dengan menikmati donat bertaburkan keju atau kacang. sesekali berjalan tidak ditemani oleh kekasihnya si Satria itu, yang selalu menemaninya kemana saja. ia ingin bebas untuk hari ini. tidak ingin direpotkan dengan urusan parkir memarkir kekasihnya. tidak sampai sepuluh menit ia telah keluar dengan menenteng kantong plastik besar. setelah menggendong kembali ranselnya ia pun meneruskan perjalanannya. menyusuri jalan t. nyak arif sambil sesekali mengernyit karena kebisiangan jalan, dan jengah melihat yang berseliweran dijalan. nempel kayak perangko.
jingga, begitu nama gadis itu. ia merebahkan badannya ke single bednya. terasa lebih segar setelah ia mandi dg air hangat yang dibubuhi garam. penatnya telah hilagn bersama air yang mengalir mengguyur tubuhnya tadi. tubuhnya kembali terasa ringan walaupun masih menyisakan sedikit capek dipergelangan kakinya. pun begitu ia belum berniat untuk menukar balutan handuknya dnegna piyama kesayangannya. biarkan tubuh itu meregang dulu tanpa balutan apapun. jingga memejamkan matanya, lalu meraih boneka hello kittynya dan memeluknya erta. seolah berjanji tak kan meninggalkannya lagi begitu lama. baru sadar kalau ia meninggalkan rumah pukul tujuh tadi pagi dan kembali mencium aroma kamarnya pukul sepuluh malam. wajar kalau si boneka imutnya cemberut terus dari tadi.
terbayang kembali saat ia menyusuri bantaran sungai krueng aceh, keluar masuk pasar aceh dan makan di warugn pinggir jalan. setelah itu ke perpus masjid raya baiturrahman membaca sebuah bovel keluarga lalu pergi lagi. menyusuri jalan dengan berjalan kaki. semua itu rela ia lakoni demi mencari inspirasinya, mungkin saja ia menemukannya pada hiruk pikuk jalanan atau riak-riak debit air sungai krueng aceh. ia ingin ceritannya nanti benar-benar sempurna. karena itu tak apalah sedikit capek dan kepanasan atau sepatu kotor karena lorong-lorogn becek.
"aku nggak bisa melukiskan keindahan malam atau siang kalau hanya mengandalkan imaji ku saja, Si. begitu juga tentang suasana pasar, keributan....kalau nggak pernah dirasakan, nggak maksimal...." begitu penjelasannya dulu ketika sisi menanyainya. saat itu mereka sedang menyusuri jalanan di penayong, lalu mampir di rex dan menghabiskan dua porsi sate jawa.
"hm....apa juga termasuk menyantap sate ini?" ledek sisi
"hehehe....mungkin. kalau kita udah makan, kita tentu bisa ceritakan rasanya seperti apa...pedas, asam, asin..manis...."
ah..tambah ribet saja dikepala sisi. ia juga heran apakah jingga akan mendapatkan inspirasi dari kolong jembatan penyong, atau dari lorong-lorong becek pasar aceh yang sempit, atau juga pada dua piring sate yang telah dihabiskannya...entahlah, sisi tak mengerti soal inspirasi.
"kalau begitu...jika kamu ingin menulis tentang pelacur apa kamu harus jadi pelacur dulu?" ledeknya tak mau berhenti. jingga menatapnya sejenak dan tertawa lebar, tak peduli dengan orang yang melirik mereka.
"tak lah aku begitu....pelacur itu tak diinginkan kehadirannya sedangkan malam dan siang itu selalu dinanti kehadirannya. melahirkan inspirasi buatku......dan aku masih belum ingin menulis tentang mereka....aku masih belum bisa adil untuk mereka"
"pelacur itu berjodoh dengan lelaki hidung belang...."
"ya ya...harimau...."
"haha....satenya non..habiskan dulu..."
ah....sisi...mengingatnya selalu saja berbuah rindu, ingin memeluknya dan mengecup pipi putihnya. dan sesekali meledeknya sampai pipinya bersemu merah. dua tahun bersama terasa belum cukup untuk menikmati kebaikan sahabatnya itu. masih banyak yang belum jingga pelajari darinya, kesabarannya, kelembutannya, kebersahajaannya, dan kesederthanaannya. sisi memang belum berjilbab seperti dirinya, tapi dalam beberapa hal dia lebih baik dari jingga. kini tak ada lagi yang berteriak membangunkannya disubuh hari, atau sesekali menyiapkan nasi goreng untuk mereka berdua. gadis itu telah pindah seminggu yang lalu. dan jingga tak berhasil mencegahnya.
"aku betah kok ngga tinggal dirumahmu, disini enak....menyenangkan, tapi jauh sekali dengan kampusku. kamu bisa hitugn sendiri berapa yang harus aku keluarkan tiap bulannya."
"tapi disana kamu tinggal dengan saudara, nggak enak lhoo..bla..bal..." cerita serem pun mengalir dari mulutnya
"yeee....sok tahu kamu ini, bibiku baik kok. lagian kalau aku tinggal disana kan bisa menghemat ongkos....."
"ya deh...tapi kalau kamu pengn balik lagi, atau nggak betah disini, aku welcome aja oceeee...."
"seep deh.....kamu emang baik."
"kamu juga apa kurangnya, mu buatkan aki mie goreng, mau teriaki aku kalau subuh...."
"itu nggak seberapa bila dibandingkan dengan kebaikanmu....lihat saja setiap bulan, bilagn kirimanku...."
"udah...udah...yang mau pindah kok malah ngobek sih, cepet beresin barangnya..."
"hahaa....."
jingga selalu saja mebcari celah bila sisi sudah mulai m,enyalip kearah sana. sisi memang bukan berasal darikeluarga serba kecukupan, sebagai anak tunggal ia sama sekali tak mendapatkan perlakuan istimewa, uang bulanannya pas-pasan. tapi ia tak banyak menuntut pada orang tuanya, ia selalu tampil apa adanya, sederahana, nggak neko-neko.
jingga bangkit dari tidurnya, dilemparnya hello kittynya ke sudut. ia merapatkan kembali handuknya yang longgar. ia berjalan menuju ruang tamu. gemericik air dari kolam ditengah2 rumahnya ,mengahdirkan suasana tersendiri baginya. ia mengintip purnama dali balik gordennya. membiarkan sinar keperakan berbingkai emas menyapu lembut wajahnya, bermain bersama desau angin yang menyaput malam. tempat ini adalah favoritnya dengan sisi, mereka serign menghabiskan separuh malam disini, bercerita ini itu atau sekedar mengintip si keperakan. ketika sisi tengah berceloteh tentang apa yagn dilihatnya dia malah terbang bermil-mil jaraknya, menikmati pendar pendar bulan bersama seseorang yagn entah siapa, dan entah dimana. saking jauhnya jingga bahkan tak berani membayangkannya dan cukup mengakhiri semuanya sampai disitu.
sepi dan rindu datang menyeruak, hadir dan hilang begitu saja tanpa dipinta. sama sekali tak tahu adat dan etika. menelongsong masuk ke setiap rongga jiwa tanpa merasa bersalah. setelah ia terlelah-lelah lalu rindu meninggalkannya. kejam.
angin menyapu lembut wajahnya. ada yang menjalri pori-porinya dengan lembut. sejuk. malam tak muda lagi. tapi dia tak peduli. dalam keremangan malam ia terus menyusuri lorong-lorong kehidupannya. berlari bersama kebahagian dan lara yang bersilih ganti. bercanda dengan perasaan yang merangsek-rangsek sisi keperempuanannya atau berceloteh dengan rindu yang tidak tahu adat itu.
air dirambutnya masih menetes, dan ia biarkan tergerai. merambati sekujur tubuhnya, menelusup jauh kerelung-relung. sejuk, dan semakin terasa ketika keduanya bercumbu dengan angin malam. ah....dalam keremangan malam.
gadis itumenyudahi penelusuran jalan kehidupannya, ia telah menemukan dirinya dan ada diabad mana dia sekarng ini. mungkin ia akan menunggu sampai tengah malam atau juga sampai besok pagi untuk menebus kerinduannya. hm....tiba tiba ada yang lebih perih lagi ia rasakan, dan tidak mungkin ditunggu sampai besok pagi. jingga memegang perutnya pelan dan berdesis setelah melambai dan tersenyum kepada sinar keperakan berbingkai emas.
bersambung...
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)