Jumat, 28 Juli 2006

"Nah"

setiap orang pasti mempunyai ciri khas tersendiri, entah itu terletak pada kebiasaannya, pada perbuatannya, pada perkataannya maupun pada kegemarannya yang lain semisal dia hobby masak atau tidur, hobby bercanda dan lain sebagainya. karena ciri khas yang melekat itulah akhirnya dia menjadi mudah diingat dan susah dilupakan.
awalnya, saya tidak begitu perhatian dengan saudara yang satu ini, dia terbilang unik menurut saya karena beberapa hal sampai-sampai di hand phone saya namai dengan unique, bukan, bukan karena saya tidak tahu siapa namanya tapi yaitu tadi karena dia unik (maaf bila tidak berkenan dihati).
sekali dua kali berinteraksi semuanya masih biasa-biasa saja, tetapi karena intensitasnya makin sering akhirnya saya menjadi semcam kewajiban untuk menunggu-nunggu kapan kata itu diucapkan oleh teman saya itu. dan yang diucapkan kemarin sore sepertinya sangat berbekas sekali dibenak saya hingga lahirlah tulisan ini.
"Nah...". teman saya ini sering sekali mengatakan "nah..." saya tergelitik mendengarnya, terbayang dibenak saya ketika dia mengatakan "nah..." mulutnya sedikit terbuka dengan dilapisi senyum simpul, matanya berkedip-kedip jenaka sambil mengatakan "nah...". heheh..kalau yang ini sih imajinasi saya, saya sampai mempraktekkanya sendiri ketika menuliskan ini. padahal bisa saja ketika mengatakan "nah..." dia sedang tidak tersnyum atau cemberut karena pekerjaannya, tidak, bukan, tepatnya karena dongkol dan kesal kepad saya yang telah membuatnya hampir pingsan karena bumi berputar. oh...teman seperti apa saya ini ya? gara-gara saya dia harus bersilaturrahmi ke dokter untuk memeriksakan tensi darahnya. kalau saja waktu itu tensi darahnya rendah, sepulang dari dokter pastilah dia harus membeli daging kambing atau salak untuk menaikkan tensi darahnya, sebaliknya kalau darahnya rendah tetap saja harus mengkonsumsi makanan lain agar normal kembali. intinya sama saja, tinggi atau rendahnya tensi darahnya teman saya itu tetap harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit tentunya. rugi? dan itu karena saya? entahlah...tapi yang pasti kalaupun harus disuruh bertanggung jawab maka yang lebih berhak bertanggung jawab adalah tulisan saya. karena teman saya itu begitu karena mengenang tulisan saya, ini buktinya, -tadi malam saya merasakan bumi seperti berputar kencang sekali, saya hampir hilang keseimbangan mengenang kalimat anda-.
begini saja, kalau dongkol saya persilahkan kepada teman saya itu untuk membunuh tulisan saya, menonjok hingga dia tak sadar lagi,t erserah..sesuka hatinya saja. saya tidak marah. kalau gara-gara itu tensi darahnya kembali naik dan terjadi sesuatupadanya, mungkin saat itulah penulis telah berhasil menjadi pembunuh karena apa yang dia tuliskan.
kembali ke "nah..." saya sering memeprhatikannya, tepatnya menunggu-nunggu kalimat berikutnya setelah "nah" tetapi tidak pernah ada, selalu saja berhenti sampai di "nah...". saya tidak tahu apakah setelah teman saya itu membaca tulisan ini dia akan tetap mempertahankan 'nah...'nya atau menhilangkannya, tapi kalaupun dihilangkan karena membaca tulisan ini, tentu bukan saya yang salah tetapi ya tulisan saya, nah...
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)