Jumat, 11 Agustus 2006

"Surat untuk Murid"

aku, bu guru yang pernah dianggap sangat istimewa oleh salah satu muridnya. sampai ia mencatatnya dimana-mana. boleh jadi aku merasa istimewa atas perlakuan muridku ini, dimatanya barangkali dia melihatku sebagai seorang yang luar biasa, yang tidak hanya bisa mengajarinya bagaimana cara membuat "rumah" berikut dengan mengisi pernak-perniknya, berikut perkakasnya semaca buku tamu dan jam tetapi juga menyayanginya karena dia adalah murid kesayangan gurunya dari sekian murid yang lain.
hampir setiap hari saya mendapatkan surat dari murid yang satu ini, isinya beragam, kadang ucapan terimakasih karena ia telah berhasil mengerjakan tugas yang saya berikan dengan baik, kadang juga berisi tentang perasaanya yang beragam juga, kadang sedih, kadang bahagia, kadang bahkan ingin menangis. saya sungguh bingung menghadapi murid yang satu ini, apa dia manja? sehingga minta sering diperhatikan? entahlah...aku juga tidak tahu. pernah suatu hari ditengah-tengah kesedihannya yang mendalam, saya hadir sebagai orang lain, akhirnya dia tahu. seperti kataku dia murid yang cerdas.
hari ini kembali murid saya menggugat, barangkali dia sudah mendapatkan ketidak sempurnaan dari gurunya yang memang orang biasa ini. dalam beberapa hal dia bahkan mempunyai apa yang tidak dipunyai oleh ku. dia menggugat, mengkritik, mungkin juga ingin menghukum, saya nyaris tidak ada kesempatan untuk menjawab, dan memang tidak ingin menjawab, dan tidak ingin membela diri. kubiarkan saja dia melampiaskan semua kekesalan hatinya. mungkin dengan begitu dia akan merasa puas. dan aku masih saja tidak mengerti dengan apa yang kurasakan. aku diam, berusaha memahami apa yang diarasakannya, dengan mengabaikan apa yang sebenarnya sedang kurasakan.
beginilah menjadi seorang guru, dianjurkan untuk mendengarkan semua keluh kesah sang murid, mendiamkannya ketika menangis, menghiburnya ketika gundah tapi jangan sekali-kali menangis dihadapan sang murid, atau bersedih hati. karena dengan mudah sang murid mengatakan guru cengeng. sudah tanggung jawab guru pula untuk menenangkan kegelisahan hati sang murid, atau juga menerima cibiran dan ejekan darisang murid, mungkin juga menerima timpukan dari penghapus atau kapur, tapi tetap tidak boleh bagi sang guru untuk memarahi atau menyalahkan si murid.
untuk muridku sayang,
percayalah aku tetap menyayangimu seperti apa adanya, dan begitu seterusnya. kalau hari ini tidak bisa memperhatikanmu seperi biasanya, bukan karena rasa sayang yang sudah menguap, tetapi apa yang telah kau katakan untukku tidak akan ku bantah. aku kejam, aku jahat, tidak berperasaan....katakan yang lebih sakit lagi. aku hanya bu guru biasa yang tidak pernah minta dimengerti perasaannya oleh murid manapun, guru biasa yang boleh dikatakan apa saja, dan tidak membantah. aku memang tidak pandai berdebat, tidak tahu harus menjawab apa ketika tudingan-tudingan seperti itu ditujukan untukku. aku hanya diam. paling-paling melihat kelangit, mencari bayang-bayang dari purnama semalam. atau melihat jari-jari ku yang gemetar karena ketidak berdayaanku.
maafkan kalau telah menunggu lama tetapi ketika aku datang kau berfikir aku tidak memperhatikanmu, ada hal-hal yang tidak bisa kukatakan kepada semua orang, ada hal-hal yang kusembunyikan didasar hatiku, dan tidak pernah seorangpun tahu. dan aku tidak perlu menceritakannya. aku letih, lelah, tetapi akutidak dapat menikmati setiap waktu istirahatku dengan enak dan nikmat. aku selalu tersenyum, tertawa, bercanda, tetapi hampir setiap hari hatiku bergetar menahan semua yang kurasakan
muridku,
kalau kau merasa aku telah membuatmu menangis, maafkan aku ya...aku tak ingin terlihat rapuh didepanmu, dan aku tahu kepada siapa aku harus jujur tentang semua yang ku rasakan. maafkan aku...karena aku memang tidak sesempurna yang kau bayangkan....
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)