Minggu, 24 Desember 2006

SENARAI HARAPAN UNTUK IRNA*

Beberapa hari yang lalu saya mendengar seorang kondektur Damri (angkutan kota) di Banda Aceh mengatakan “Inilah jamannya Irwandi..!”. Kondektur tersebut mengulangnya sampai beberapa kali, sebelumnya saya juga mendengar seorang warga yang melintas di perempatan Simpang Lima mengatakan “ditangan Irwandi Aceh akan bangkit".

Dua komentar atau bahkan beberapa komentar lainya yang meluncur dari mulut warga kota Banda Aceh itu hanyalah segelintir dari sekian banyak orang yang mengelu-elukan pasangan Irwandi Nazar atau IRNA yang pada Pilkadsung 11 Desember yang lalu menuai suara terbanyak dari kandidat gubernur lainya. Sorot wajah keduanya kelihatan begitu berbinar diikuti sungingan senyuman disaat menyebut nama Irwandi dan Nazar. Bisa jadi mereka sangat bahagia sebab secara tidak langsung, ucapan-ucapan yang dilontarkan menyiratkan makna seolah ditangan Irwandi dan Nazar, Aceh akan mengalami perubahan kearah yang lebih baik sebagaimana harapan jutaan rakyat Aceh lainya yang memilih pasangan IRNA ini.

Kemenangan Irwandi-Nazar memang menimbulkan ketakjuban tersendiri. Sebab diluar semua prediksi dari pihak lawan politik mereka ketika pemilihan berlangsung. Bagaimana tidak, ketika masa kampanye berlangsung, pasangan ini tampak begitu santai, tidak banyak melakukan kampanye sebagaimana hebohnya para kadidat lainnya yang dengan agresifnya memasang berbagai spanduk ukuran raksasa. Mereka sering menyambangi pendukungnya hampir diberbagai pelosok kota maupun desa-desa untuk mencari dukungan. Stiker kandidat non pasangan IRNA hampir bisa dibilang ada dimana-mana dan bahkan 'menyemak' disudut-sudut pinggiran kota Banda Aceh atau desa terpencil yang dulunya bahkan tak tersentuh pembangunan. Tembok, pagar rumah, halte sampai di body angkutan umum sekalipun tidak lepas dari sasaran penempelan stiker. Tapi pada saat penghitungan cepat hasil Pilkadasung Aceh ini pasangan Non IRNA mau tak mau harus menerima kenyataan pahit atas kekalahan dari pasangan IRNA yang memperoleh suara mencengangkan publik. Kemenangan IRNA sepatutnya diterima para kandidat yang kalah dengan jiwa besar.

Keunggulan IRNA sungguh diluar prediksi para pengamat politik tanah air atau masyarakat dunia internasional. Dikalangan masyarakat, berbagai komentar pun muncul beragam. Belakangan disebut-sebut kalau kemenangan pasangan ini dikarenakan baju adat Aceh yang mereka pakai, baik ketika melakukan kampanye maupun pada brosur-brosur dan spanduk yang mereka distribusikan ke masyarakat. Pasangan IRNA memang tampil beda dengan pakaian kebesaran Aceh, dimana rencong dan kupiah meukuetop yang melekat erat di kepala benar-benar memantulkan aura karismatis sebagaimana yang dipakai Teuku Umar atau para tokoh perjuangan Aceh Tempoe Doeloe.

Kalaupun benar karena kemenangan IRNA karena pakaian adat Aceh, toh tidak ada salahnya style itu dilakukan. Artinya, kemenangan IRNA bukan terletak pada pakaian adat Aceh tapi dikarenakan 'kejujuran' mereka yang ingin menampakkan kepada masyarakat bahwa IRNA betul-betul asli Aneuk Nanggroe Aceh. Mereka ingin menunjukkan bahwa meraka putra Aceh (pribumi) yang berusaha menjadi pionir untuk mengembalikan maruwah dan peradaban Aceh dimasa lalu yang sempat terkoyak-moyak dihantam berbagai prahara. Bisa jadi pakaian adat Aceh yang dipakai itu diyakini sebagai pembuktian bahwa untuk menjadi pemimpin Aceh tidak cukup terlahir sebagai anak Aceh saja tapi harus mempunyai semangat patriotisme ke-Aceh-an yang tinggi. Mengerti tentang seluk beluk serta karakter jiwa masyarakat Aceh hal itu diyakini sekali lagi bisa mengembalikan kebudayaan Aceh yang telah hilang karena bertahun-tahun telah 'ditelan' budaya Indonesia-isme.

Kita bisa lihat berapa banyak generasi muda Aceh yang tidak sudah mengalami degradasi moral dan jauh dari akar kebudayaan aslinya. Anak muda sekarang sudah tidak kenal lagi adat-istiadat dan hanya segelintir yang mungkin masih bertahan dari tata krama yang digariskan para leluhur. Lihat juga bagaimana kultus-kultus sejarah dan kerajaan di Aceh yang hilang tak berjejak dikarenakan hilangnya rasa memiliki atas warisan budaya luhur.

Namun, terlepas dari persoalan pakaian adat yang mereka pakai yang membuat pasangan IRNA meraup suara terbanyak, yang pasti kemenangan IRNA ini bukanlah terjadi begitu saja seperti membalikkan telapak tangan. Kemenangan IRNA bisa jadi bukan sulap siang bolong sebab melihat sepak terjang keduanya beberapa tahun kebelakang, sudah menjadi titik poin tersendiri bagi masyarakat untuk memilih mereka. Nazar yang mantan ketua SIRA dan Irwandi yang berlatar belakang orang-orang gerakan telah dikenal lama oleh masyarakat dan mereka mempunyai simpatisan tersendiri hampir dipelosok Aceh. Bahkan disebut-sebut, kemenangan IRNA adalah kemenangan yang tertunda dari Referendum delapan tahun silam.

Kini masyarakat sudah mengetahui siapa pemimpin mereka untuk lima tahun kedepan. Selama bertahun-tahun, masyarakat Aceh sudah sangat jenuh dengan pemimpin-peminpin Aceh yang hanya membual saat kampanye lalu ketika terpilih lupalah diri kepada nasib rakyat. Rakyat sangat mendambakan pemimpin yang betul-betul amanah dan peduli pada nasib rakyat. Kebijakan yang mereka terapkan diharapkan murni menyuarakan aspirasi masyarakat banyak. Jadi bukan suara untuk kepentingan partai atau golongan tertentu.

Kemenangan Irwandi dan Nazar menyisakan pekerjaan rumah (PR) yang harus mereka selesaikan seperti mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada sosok pemimpin yang bervisi pembangunan kerakyatan. Kehilangan kepercayaan dari rakyat adalah salah satu sulitnya seorang pemimpin melakukan perubahan, oleh karena itu kepercayaan diatas segala-galanya. Jangan khianati kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat dan untuk mengimplementasikan atau menjaga kepercayaan ini, pemimpin Aceh harus betul-betul membuat kebijakan-kebijakan yang membela rakyat, bukan sebaliknya menindas. Perubahan memang membutuhkan waktu yang tidak singkat, oleh karena itu, pemimpin yang baik harus berkolaborasi dengan rakyat, meminta pendapat kepada rakyat tentang apa seharusnya yang diprioritaskan. Sehingga apa yang di idam-idamkan rakyat benar-benar terwujud sebagaimana visi dan misi yang dilontarkan saat kampanye.


*tulisan ini sudah pernah dimuat di www.acehinstitute.org



Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)