Jumat, 16 Februari 2007

My Soul

Prolog

Pagi ini sebuah harian nasional memberitakan tentang seorang pengusaha yang ditemukan tewas dikamarnya, tidak diketahui dengan pasti apa motif dari pembunuhan tersebut tetapi diduga yang melakukannya adalah orang terdekat korban. Disamping tubuh korban ditemukan setangkai kembang mawar merah lengkap dengan greeting cardnya bertuliskan “I Luv You…”

Seorang perempuan muda membaca head line Koran tersebut dengan air mata berurai, hati nya seperti dirobek-robek, oleh dirinya sendiri. Jiwanya telah pergi. Sangat jauh…..
Ihan

Kau yang memberi terang
Kala mendung membayangi
Ku salah menduga
Arti kehadiran mu

Kau bukan untuk ku
Mengapa ku selalu rindu
Salahkah diriku
Bila kuharapkan kau tahu tangis hati ku

Dengan malam Rania bangkit dari duduknya untuk meraih hand phone nya yan tergeletak di ranjang. Ia sedikit menyesal tidak meng switch off hape nya tapi sekaligus penasaran siapa yang menghubunginya sepagi ini. Ada perlu apa?

Tetapi begitu melihat “My Soul” nya muncul dilayar ha pe nya Rania menjadi sangat bersemangat. Buru-buru ia mematikan sisa rokoknya ke asbak.

“Assalammualaikum. Sayang apa kabar? Kangen euy…” ia sama sekali tidak memberi kesempatan kepada yang diseberang sana untuk menjawab.
“sama, aku juga kangen. Pengen ketemu kamu”
“hm…” Rania menggumam seraya memeriksa bungkus rokoknya, tinggal dua batang lagi. Kemudian ia bergegas memeriksa ranselnya, stok rokoknya habis.
“huh!” Rania menggerutu sebal. Ia sedang lupa kalau tengah berbicara dengan “My Soul” nya. Inilah yang paling tidak disukai gadis itu, kehabisan rokok sementara hari ini harus terus berkutat dengan aktivitasnya, dan sama sekali tak punya waktu untuk keluar sekedar membeli rokok ke warung belakang.
“ngomong apa barusan?”
“oh…enggak, kenapa sudah seminggu tidak menghubungi ku?”
“aku keluar kota, baru pulang semalam dan pagi ini langsung hubungi kamu. Oh ya, aku bawa oleh-oleh untuk kamu….”
“kok ngga bilang-bilang kalau keluar kota.” Rania cemberut tapi sayang, My Soul nya tidak melihat. “oleh-oleh apa?” lanjutnya
“surprise dong…he he he”
“okelah, dating satu jam lagi ya say ku…”

Rania kembali meletakkan ha pe nya ke ranjang, ia akan bersiap-siap menyambut kedatangan kekasihnya pagi ini, Han Sun!
Puntung-puntung rokok segera ia buang ke box sampah dan asbaknya ia sembunyikan ke kolong tempat tidur. Lalu menyemprotkan stella banyak-banyak agar kamarnya dan ruangan lainnya menjadi harum. Bisa gawat kalau Han Sun sampai tahu ia merokok, hubungan yang udah setengah abad itu berantakan tak karuan.

Sesaat kemudian Rania memandangi tubuhnya yang utuh didepan cermin besar, kedua matanya tampak lelah dan sembab, semalaman ia tidak tidur, wajahnya agak pucat karena kurang istirahat, tidurnya tidak menentu, apalagi sudah beberapa hari ini Rania terlalu banyak merokok, banyak mengkonsumsi kafein dan makan tidak teratur.

Ada beberapa tulisan yang sudah deadline dan harus dirampungkan dalam waktu dekat ini, kalau tidak maka ia harus mencari uang dalam jumlah yang tidak sedikit untuk mengganti panjar honor yang sudah dia terima dari penerbit. Rania tidak mau ambil resiko untuk yang satu ini, karena itu sudah seminggu ini dia sama sekali tidak berhubungan dengan dunia luar, wajar kalau ia tampak begitu pucat dan letih.

Rania meremas-remas kepalanya yang agak pusing, beberapa kali ia menguap tapi dipaksakan agar terus terbuka, apalagi sebentar lagi Han Sun akan menemuinya.

Mengingat Han Sun selalu membuatnya kembali bersemangat. Ah…Han Sun ! Rania bergegas turun ke bawah, merebus air dan segera mandi air hangat.

Kembali Rania mematut dirinya dicermin, kali ini wajahnya sudah kembali segar dan merona. Pipinya diberi sedikit bedak agar kelihatan lebih cantik, matanya diberi sedikit serbuk celak arab yang diberi oleh temannya sebulan lalu. Ia tampak anggung dan bersahaja meski dengan rambut yang Cuma 10 centi diatas kepalanya.

“Han Sun…” desisnya berkali-kali. Nama yang indah untuk selalu diucapkan. Rania tersenyum.
Ihan

“Wow…ini cantik sekali” Rania memandang takjub pada hadiah yang diberikan Han Sun kepadanya. Seuntai kalung liontin putih bermata biru.
“psti mahal”
“murah kok” jawab Han Sun kalem
“aku buat minum dulu ya” Rania meninggalkan Han Sun setelah memberinya serangan mendadak di pipinya.
“oow…” Han Sun terkejut Karen tidak menduga mendapat serangan secept itu.

Laki-laki itu tersenyum geli melihat gelagat Rania yang kadang sangat kekanakan dan manja, tapi dilain waktu dia bisa menjdi perempuan yang sangat dewasa dan bijak sana meski usianya masih sangat muda, dia hangat. Kadang ia memperlakukan dirinya seperti raja kadang juga menganggapnya tak lebih seprti anak balita yang masih memerlukan gendongannya. Han Sun tersenyum mengenang semua perlakuan Rania kepadanya, ia seperti merasa muda kembali. Hidupnya penuh semangat.

Han Sun masuk ke kamar Rania dan mengeluarkan note booknya, sembari menungu Rania ia membaca tulisan-tulisan Rania.

“tulisan-tulisan Rania makin gila” desisnya
“kamar mu berantaka sekali sayang” katanya saat Rania muncul dengan dua gelas lemon tea di baki.
Rania tersenyum sambil nyengir. Manis sekali.
“deadline…sudah seminggu ini aku begadang terus, semalam malah ngga tidur sama sekali. Makanpun jadi ngga teratur.”
“jangan terlalu dipaksakan begitu dong, lihat tubuh kamu, sudah Nampak kurus, pucat, nanti kamu bisa sakit Rania”
“ya, aku tak punya pilihan untuk sekarang, setelah semua ini selesai aku akan liburan”
“itu lebih bagus, untuk merilekskan kembali tubuhmu”
“minum dulu deh…”
Han Sun tersenyum mesra menatap kekasihnya, entah kenapa tiba-tiba ia ingin menyentuh pipinya dengan punggung tangannya, memeluknya, merasakn detak jantungnya yang berirama.
“kapan potong rambut, kok rmbutny udah baru?”
“sudah seminggu lebih. Ngga suka ya?”
“aku suka jiwa mu, bukan rambut mu.”
“boleh aku menc….”
“sssttt….” Han Sun meletak kan telunjuknya ke bibir Rania.
Rania memandangnya dengan tatapan penuh kerinduan, begitu juga haning
“I luv u…”
“I luv u too”

Rania kembali menyalakan rokok, Han Sun sudah meninggalkannya beberapa saat yang lalu. Ia kembali menatap layer lap top nya setelah meneteskan insto kematanya. Idenya kembali mengalir deras. Han Sun memang sumber inspirasi utamanya. Karena itu kalau hubungan mereka sedang kacau bisa dipastikan idenya ikut mandeg.

“hhhhfffff…..” Rania menghisap rokoknya kuat-kuat lalu dibiarkan keluar melalui rongga hidungnya, mulutnya terasa getir tetapi ada sedikit rasa manis yang tertinggal dibibirnya.

Ihan

Lagu “kau bukan untuk ku” nya Nike Ardilla terus berputar ulang di winamp-nya. Bibirnya menyunging senyum tipis, entah kenapa dengan serta merta ia jadi teringat Zal yang saat ini ada di Kanada sedang liburan akhir tahun. Laki-laki yang telah memberinya cinta yang tak biasa.

“inilah hidup, dating dan pergi, hilang dan berganti” desis Rania sembari menghalau kenangan tentang Zal.
Ia menimang-nimang liontin yang tadi diberikan Han Sun, ia kembali tersenyum.
“Han Sun” ia mengecup liontin tersebut.

“boleh aku dating kerumah mu Han Sun?” Tanya Rania melalui telepon
“datanglah, aku sedang dirumah”
“setengah jam lagi aku sampai”

Sebelum kerumah Han Sun Rania mampir dulu di tokok kembang dan membeli setangkai mawar merah lengkap dengan greeting cardnya dengan ucapan “ I Luv You”

Ia akan memberi kejutan kepada Han Sun kali ini. Disepanjang perjalanan ia tak putus-putus tersenyum, membayangkan Han Sun yang pasti akan sangat senang menerima kejutan darinya.

“akhirnya aku sampai juga kerumah mu, aku membawa sekontainer rindu untuk mu Han Sun”
“benarkah?”
“ya”
“kalau begitu aku akan segera membongkar muatan rindunya agar kau tak keberatan lagi”
“ya, selain rindu aku juga bawa….” Rania menggantungkan kalimatnya
“bawa apa?”

Rania tak menjawab. Ia hanya tersenyum menatap Han Sun yang menunggu ia berbicara, matanya teralu teduh untuk tidak membuat hatinya bergetar, darahnya berdesir.

“alo?”
“bawa ini….untuk My Soul…”
Rania menyerahkan kembang mawar tersebut.
“oh…Rania”
“aku belum pernah memanggil seseorang dengan My Soul selain kamu Han Sun”
“benarkah…?”
Rania mengangguk, lalu ia memjamkan matanya.
Sepasang replica burung kecil melayang-layang diatas kepala mereka. Keduanya begitu tenang mengikuti irama jantungmasing-masing, mengarungi lautan jiwa mereka.
“Rania…”
“yah an sun”
“kamu masih ingat saat pertama kali memanggil ku my soul-mu?”
“ya, saat itu aku masih bersama Zal. Kenapa, ada apa?”
“aku tidak pernah menyesal memilihmu”
“jangan begitu”
“sungguh?”
“ah…”
“kau tidak percaya?”
“aku hanya ingin kau tahu apa pun yang aku lakukan padamu adalah atas nama cinta Han Sun”
“ya, aku tahu”
“I luv you”
“I luv you too”

Ihan

Epilog

Rania diam mematung saat orang-orang bertepuk tangan ketika namanya dibacakan sebagai pengarang terbaik tahun ini melalui novelnya “My Soul”, hatinya berteriak, orang-orang salah memberinya selamat dan tepuk tangan meriah.
“kau perempuan hebat Rania, masih muda, berbakat, pintar, kreatif, dan bersemangat.” Seorang laki-laki menyalaminya, ia mengaku sebagai pengagum berat tulisan-tulisan Rania. Rania tersenyum getir.
“tapi perempuan yang membunuh kekasihnya itu bukan kamu kan?” lelaki itu berkelekar. Sekali lagi Rania hanya tersenyum hambar
Diatas sana ia melihat bayangn Han Sun mengapung diudara menatapnya dengan tatapan seribu makna, lalu melebur bersama angina dan akan kembali ke langit.
“aku hanya ingin kau tahu, apapun yang kulakukan kepada mu adalah atas nama cinta Han Sun”
Rania terus melangkah…melangkah…melangkah…jauh diatas lorong-lorong kehidupannya tanpa pernah ada My Soulnya lagi.

Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)