Selasa, 17 Juni 2008

Hidup Bukan Untuk Tersesat

Hidup Bukan Untuk Tersesat
hampir dua bulan ini saya banyak berinteraksi dengan orang-orang, apakah itu pegawai negeri, guru taman kanak-kanak, guru sekolah dasar, ibu rumah tangga, aktivis, pekerja media, bahkan petani dan pengrajin. semuanya mengasyikkan sebab ada diskusi-diskusi menarik selama pertemuan itu. diskusi itu tentang harapan dan mimpi-mimpi mereka selama hidup di dunia, beragam sekali keinginan tersebut, ada yang ingin mempunyai usaha sendiri, wajar sebab ini merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan taraf hidup menjadi lebih baik. bagi yang sudah mapan secara finansial mereka banyak yang memilih ingin melakukan pengembangan diri dan menambah pergaulan, ini juga menarik sebab memang begitulah kodrat manusia, membutuhkan interaksi sosial untuk melanjutkan hidup.

namun ada yang lebih menarik lagi, sekaligus membuat miris karena ternyata banyak sekali mereka-mereka yang tidak tahu ada dimana dan akan kemana, mereka seperti anai-anai, terserah kemana angin menerbangkan mereka. mereka tidak punya prioritas dalam hidup, dan yang terjadi adalah mereka harus memakai topeng dalam hidupnya, melakoni peran yang tidak mereka senangi karena mereka tidak dapat membuat keputusan untuk dirinya sendiri.

mereka adalah orang-orang yang menyerahkan hidupnya pada keadaan, sehingga mereka terjebak dalam labirin yang panjang bahkan sampai mereka tua, dan anehnya sebagian besar dari mereka adalah orang-orang berpendidikan.

mengapa takut punya cita-cita?

kesehatan, faktor usia, umur dan pendidikan sering kali diajadikan orang untuk tidak mempunyai cita-cita. atau dengan terpaksa mengubur cita-cita tersebut karena mereka tidak memperoleh gelar apapun dalam tingkat pendidikan. cita-cita adalah lilin, bentuk lain optimisme. semakin sering cita-cita disebut dan divisualisasikan, maka semakin besar pula peluang cita-cita tersebut terwujud. lalu, mengapa takut menjawab saat ditanya apa yang ingin kita capai dan peroleh dalam hidup? apakah ada larangan untuk tidak boleh menjawab, dan apakah ada yang mentertawakan bila semua itu tidak tercapai? tidak ada, maka teruslah membangun cita-cita dan menyalakan lilin optimisme dalam hidup anda.

tentang seorang guru TK

ada cerita menarik tentang seorang guru TK yang tidak mempunyai cita-cita dalam hidupnya, "saya tidak punya keinginan apapun," jawabnya santai saat saya tanya. kedengarannya aneh dan lucu karena dia adalah seorang pendidik, bagi sebagian orang mungkin ini biasa saja, dan wajar, toh cuma dia yang tidak punya keinginan dan prioritas, tapi saya melihat lain, dia seorang pendidik dan mengetuai sebuah yayasan, bagaimana mungkin seorang pendidik sekolah terpadu tidak mempunya prioritas dalam hidupnya, maka jangan heran jika anak didiknya juga tidak mempunyai alasan dan cita-cita yang kuat, mengapa ia harus ada di dunia ini.


Hidup bukan untuk tersesat

hidup tak ubahnya seperti pusaran angin, bila kita tidak kuat berpegang pada prinsip maka samalah kita seperti anai-anai dan kapas yang terbang kemana saja. hidup hanya sekali, alangkah tidak indahnya bila kita hanya mengisi hari-hari dengan rutinitas yang menjemukan, tidak bisa terus bermetamorfosis, tidak bisa berinovasi, karena sistem yang menjebak. sebagai manusia cerdas, ada kalanya kita harus berhenti sejenak, mencari jalan untuk keluar dari kerumunan rutinitas yang padat, pada aktivitas lain yang menyenangkan. jangan takut mengambil keputusan, sebab hidup memang harus diputuskan dan mempunyai pola.