Rabu, 21 Oktober 2009

Biarkan Aku Mencintaimu dengan Caraku

“Boleh aku menciummu? Aku kangen!”

“Silahkan”

“Muach!”

“Cukup”

“Aku masih rindu, dan ingin menciummu sekali lagi”

Dan aku menciummu. Sekali lagi, maka tertebuslah rasa rindu yang telah tertahan seharian ini.

Malam yang berlainan. Kau kembali hadir, dalam ruang diri yang selalu basah. Membuat hatiku seketika bergetar hebat dan otakku berfikir cepat. Meraih sejuk dari sekitar untuk segera tenangkan jiwa yang bergemuruh. Sungguh! Aku rindu. Aku tak bohong. Maka kuminta untuk segera menciumimu.

Bertukarlah cerita seharian ini, aku dengan ceritaku yang semalam, dan kau dengan kisah lemburmu yang menjelang tengah malam. Selalu ada kenikmatan dari pergumulan cerita itu. Seolah seperti bermandikan kembang tujuh rupa, selalu ada kesegaran, wewangian yang menghampiri dan gelora yang memanjangkan asa.

Menjumput-jumput dalam labirin benak, memutar-mutar liang ingat, biarkan aku mencintaimu dengan caraku.

---

Mungkin mengingatmu adalah bara. Tapi dengan bara itu aku hidup. Seperti kepulan asap batubara yang mampu lajukan gerbong kereta melalui lajur-lajur rel yang tajam. Mungkin mengingatmu adalah panas dari matahari yang membakar. Tetapi dengan panas itu mampu munculkan cahaya bagi kehidupan jagat. Mungkin mengingatmu adalah bandang berlumpur. Tapi dengan Lumpur itu mampu menyamak seluruh najis yang bertaburan. Mungkin mengingatmu adalah dosa. Tetapi dengan itupula aku teringat untuk menyeimbangkan hidup ini. (ihan)




20:35 pm

21/10/09

Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)