Kamis, 07 Januari 2010

Bahasa Kasih



Ilustrasi
Saya sering mendengar kisah tentang perkawinan yang mengerikan, rumah tangga yang hampir rubuh, kehangatan dan kasih sayang yang menguap seperti embun begitu sinar mentari datang. Istri atau suami yang mulai mengabaikan hak dan kewajibannya. Anak yang tumbuh dan berkembang di luar kewajaran yang diharapkan oleh orang tua maupun lingkungannya.
Kisah-kisah itu menjadi demikin menyeramkan tatkala segudang permasalahan itu ditambah dengan kekerasan fisik yang mulai timbul seiring dengan berkembangnya masalah yang terjadi. Memang kadang begitu sepele tetapi kadangkala kesepelean itu membawa pada kerumitan yang begitu kompleks.
Saya merasa ngeri dengan kondisi itu, kadang sampai terfikirkan untuk tidak ingin melewati fase tersebut dalam kehidupan saya. Namun, akal sehat saya mengingatkan bahwa ada hal-hal yang tidak dapat dipenuhi tanpa melalui fase tersebut seperti proses regenerasi umat manusia. Artinya, menikah dan membangun rumah tangga merupakan sesuatu yang memang harus terjadi dalam kehidupan seseorang.
Beberapa bulan terakhir ini saya gencar sekali membaca buku-buku seri pengembangan diri. Selain dapat membantu membentuk karakter diri juga sangat membantu dalam pembentukan pola pikir dan sikap yang positif. Saya bersyukur sekali, diusia yang masih muda telah diperkenalkan pada kegiatan-kegiatan konstruktif yang mengarah pada keseimbangan hidup yang ideal. Saya mendapat lingkungan yang positif, dalam setiap pertemuan-pertemuan yang saya ikuti banyak hal yang dibicarakan adalah mengenai pertumbuhan pribadi dan bagaimana menjadi seseorang yang berguna bagi orang lain.
Dalam setiap wacana yang berkembang kami selalu diarahkan pada pemecahan masalah. Bagaimana dengan potensi yang telah kita miliki mampu menjadi sumber solusi bagi setiap masalah yang dihadapi. Pendeknya, fokuslah pada solusi bukan pada masalah.
Itulah yang saya pelajari. Juga terhadap hubungan saya dan Zal. Akhir-akhir ini saya mempraktekkan informasi yang saya peroleh tersebut pada hubungan kami berdua. Dan hasilnya menurut saya sangat luar biasa. Dan setiap orang yang berpasangan tampaknya memang harus mengetahui informasi tersebut bila menghendaki hubungan mereka langgeng selamanya.
Saya dan Zal berkenalan lima tahun yang lalu secara tidak sengaja melalui seorang teman. Usianya terpaut jauh dengan saya. Di mata saya ia adalah seorang yang sangat dewasa dan bijaksana. Kami sering berinteraksi bersama dan suka membicarakan hal-hal yang terkait dengan keinginan masing-masing. Di begitu antusias dan semangat ketika mendengar cerita-cerita saya. Begitu juga ketika dia menceritakan pengalaman-pengalaman hidupnya, saya begitu terinspirasi. Saya memanggilanya Lelaki Penuh Inspirasi! Dan ia merasa tersanjung dengan panggilan itu.
Perjalanan kami berdua panjang dan berliku, rumit dan serba tidak terprediksi. Namun kami tidak ingin hubungan tersebut berjalan seperti air lalu. kami membuat perencanaan-perencanaan mengenai apa yang kami inginkan. Kami inginkan hubungan yang antusias dan punya ritme. Tetapi bila itu tidak terwujud maka kami tidak menyesalinya. Kami memakluminya. Karena keterbatasan jarak dan waktu yang kami punyai. Kami berusaha mengerti satu sama lainnya. Berusaha saling memahami. Berusaha untuk saling menghormati dan menghargai. Karena menurut pemikiran sederhana kami itulah salah satu cara untuk memperpanjang usia hubungan.
Namun tak semuanya mulus dan menyenangkan. Saya pribadi kadangkala merasa tertekan dengan keadaan kami. Begitu juga dengan Zal. Kami jarang bertemu. Komunikasi aktif kami hanya melalui internet dan telepon. Dan saya sangat menghargai upaya Zal memperhatikan semua itu. dengan keterbatasan waktu yang kami punyai kami hanya sempat mengobrol sebentar. Saling berbagi informasi mengenai aktivitas masing. Dan saling mengutarakan perasaan masing-masing. Zal bukan orang yang pandai berkata-kata tetapi ia sangat tahu bagaimana membuat hati saya berbunga-bunga, melambung tinggi. Ia pintar membuat saya selalu mencintainya. Dan saya, sejauh ini tak pernah merasa kosong mencintainya sekalipun kami jarang bertemu. Dan yang terpenting adalah tak ada keinginan untuk menduakannya di belakang dia. Saya rasa ini bukanlah upaya untuk menyandang predikat setia seorang perempuan kepada lelaki yang dicintainya. Tetapi karena stok cinta yang selalu penuh membuat saya tak sempat memikirkan lelaki lainnya.
Dalam kehidupan nyata tentu saja tidak seindah itu. tetap ada perselisihan dan silang pendapat antara saya dan Zal. Ia seorang yang koleris dan melankoli, begitu juga dengan saya. Kerap kali kami berusaha menang dengan pendapat masing-masing. Berusaha mempertahankan alasan-alasan masing-masing untuk saling menyalahkan satu sama lainnya. Dan itu kerap membuat saya tersiksa. Seolah-olah kami begitu jauh. Saya sering merasa Zal tak memperdulikan saya dan saya ingin membalasnya. Namun, karena kami saling mengetahui kelemahan masing-masing akhirnya itu bisa menjadi senjata untuk saling menundukkan.
Lambat laun saya memahami bahwa kelemahan tersebut adalah bahasa cinta kami. Ketika emosi kami memuncak bahasa cinta itu hadir seperti air yang memadamkan api yang sedang membara. Saya menanyakan kepadanya hal-hal apa saja yang ia sukai dan ingin saya lakukan untuknya. dan saya menanyakan hal yang sama agar ia melakukannya untuk saya. Yang sangat luar biasanya kami berdua mempunyai bahasa kasih yang sama. Yaitu kata-kata pendukung dan sentuhan-sentuhan fisik. Itulah mengapa selama ini kami sering merasa cocok dan kompak dalam situasi apapun.
Saya sering menyempatkan diri untuk memberikan kata-kata pendukung kepada Zal seperti mengirimkannya email atau memujinya ketika ia menelepon saya. Saya selalu antusias dan menunjukkan rasa senang luar biasa ketika ia menelepon saya. Saya sering memujinya dengan kata-kata sederhana namun dampaknya sangat luar biasa bagi kami berdua. Seperti misalnya “Aku mencintaimu hari ini” atau “Suaramu sangat merdu malam ini, aku ingin mendengarnya lebih lama dari waktu-waktu biasanya.” Padahal itu merupakan salah satu trik agar kami bisa mengobrol lebih lama. Dan itu terbukti. Kami sangat menikmati saat-saat seperti itu. tadinya saya kerap berfikir mengapa Zal sering mempertanyakan mengapa jarang ada surat-surat dari saya beberapa waktu terakhir. Tetapi setelah saya mengetahui bahwa itulah bahasa kasihnya sayapun sering menghadiahinya dengan ucapan-ucapan yang membuatnya senang dan merasa dibutuhkan.
Kami sudah melakukan itu sejak lima tahun yang lalu. hubungan kami sangat luar biasa dan hangat. Saya merasa takjub dengan apa yang terjadi. Kadangkala muncul rasa tidak percaya dengan apa yang telah kami jalani. Tetapi Zal sering memberikan saya sesuatu yang tiba-tiba dan tidak terduga. Dan saya sangat menyukai itu. rasanya seperti seorang petualang yang berhasil menaklukkan rintangan terakhir dalam perjalanannya. Kami menemukan muara yang tepat untuk menuangkan rasa yang kami miliki. Saya menikmatinya.
Informasi dari beberapa buku yang saya baca sangat membantu. Secara teratur saya berusaha bersikap lebih manis di depan Zal. Dengan harapan saya akan mendapatkan perlakukan serupa darinya. Saya berusaha mengurangi tuntutan dan menggantinya dengan permohonan. Yang belakangan ini saya yakini lebih efektif. Saya tak pernah lagi menyuruhnya menelepon saya tetapi saya meminta ia menelepon saya dengan menanyakan kebersediaannya. “Bila kamu mempunyai cukup waktu dan tidak lelah setelah pulang bekerja.” Kira-kira begitu perbaikan yang saya lakukan akhir-akhir ini. “Jangan begitu, aku akan sempatkan meneleponmu malam nanti. Kalau kamu tidak keberatan tidurmu terganggu.” Dan begitulah jawabannya. Sebuah jawaban yang memang saya ingin dengar dari dia. “Menunggumu adalah saat-saat menikmati cinta kita” kata saya lagi sedikit berpuitis. Dan saya tahu ia akan melambung dengan jawaban itu. ia merasa dibutuhkan. Ia merasa berarti. Ia merasa dicintai. Dan ia akan menelepon lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan.
Saya juga tak pernah bosan bertanya, apa yang dia inginkan dari saya, jika kami berbicara dan jika kami bertemu. Tetapi karena saya tahu bahasa kasihnya, saya berusaha mewujudkannya sebisa saya. Dan sebaliknya, saya selalu memberitahukan pula apa yang saya harapkan darinya. Dan dia berusaha memberikan yang terbaik bagi saya. Begitulah bila kami bertemu, bahasa cinta primer kami menjadi yang utama. Kami merasa hidup. Jauh dari kekakuan dan penuh kehangatan. Kami saling mencintai dengan cara-cara yang kami sukai dan harapkan.
Banyak hal-hal tidak terduga yang akan kita dapatkan asalkan kita mau sedikit melakukan introspeksi diri. Melakukan permohonan-permohonan baru akan lebih efektif untuk menarik perhatian pasangan dari pada menghadiahinya dengan banyak tuntutan dan ancaman.
Setelah saya mengerti bahwa mengetahui bahasa kasih primer begitu penting dalam membangun keharmonisan suatu hubungan saya menjadi begitu bersemangat. Ketakutan dan keraguan saya tentang polemik rumah tangga terasa begitu berlebihan dan di luar kuasa saya untuk menentukan. Akhirnya saya tahu mengapa saya dan Zal bisa bertahan di tengah gelombang situasi hubungan kami. (*)
06-01-10
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)