Senin, 30 Mei 2011

Kepada Mel

Mel,
ah, mestinya kau di sini bukan? menamaniku mengarungi lekuk-lekuk ketak mengertian yang telah terakumulasi, seperti ombak yang menggulung jasad air lalu menghempaskannya ke tepian, beribu-ribu buih kembali menjadi reinkarnasi.
bahkan satu-satunya caren hati yang kupunya tak mampu melindungiku dari terik emosi yang terombang ambing, mengapa malam tiba-tiba menikahi lengang, dan aku percaya padanya, hingga akhir hari ini aku bahkan kembali menyelesaikannya sendiri, sepotong demi sepotong, tersusun nyeri-nyei batin yang nikmat, ah, adakah yang seperti itu?
Mel,
pada kali ini sungguh, aku tak dapat memprediksikan perasaanku sendiri, serupa terkapar karena menahan beban yang berat, lalu tersaruk-saruk berjalan dengan rantai yang membeliti mata kaki, tetapi aku tak mampu membuat diriku menangis, aku hanya mampu terheran-heran, benarkah seperti ini yang terjadi? menjadi bertumbuh ternyata memang pilihan.
ah Mel
maafkan aku karena telah melibatkanmu dalam pertarungan perasaan ini, mestinya kau tak perlu ikut andil, tapi setiap yang berlaku padaku, kau adalah orang pertama yang mengetahuinya dengan vulgar, denganmu adalah keterusterangan tanpa sekat-sekat rahasia, maka biarkan aku kembali bercerita, kali ini tentang kehilangan yang sebenarnya, tetapi rindu ini masih milikku, rindu yang lahir dari rahim keterus terangan.
27-May 2011
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)