Minggu, 04 Agustus 2013

Puasa untuk melatih diri? Ah, yang benar saja

Ilustrasi belanja @merdeka
Ramadan hanya tersisa empat hari lagi, hari ini, besok, lusa, dan lusa raya. Artinya bulan penuh hikmah yang menjadi bulan penempa umat Muslim ini akan segera berakhir. Bagi yang benar-benar memaknai bulan Ramadan tentunya akan berakhir dengan kekhawatiran, masihkah tahun depan bertemu lagi dengan bulan penuh berkah ini? Atau sebaliknya, Ramadan berlalu begitu saja dengan berakhirnya ibadah puasa dan datangnya hari raya.

Bulan puasa juga sering diartikan bulan “latihan”, latihan menahan lapar, haus, dan hawa nafsu. Dengan puasa kita diharapkan bisa merasakan kepedihan para miskin yang selama ini selalu hidup dalam kekurangan, kadang makan kadang tidak. Kadang punya uang kadang tidak. Kadang nyaris berpuasa setiap hari.

Tapi rasanya hal itu kok terdengar muluk-muluk ya? Setelah seharian berpuasa, sorenya banyak di antara kita (mungkin) berbuka dengan menu super wah yang bahkan di hari biasa pun jarang kita nikmati. Lihat saja, selama bulan puasa di setiap ruas jalan protokol tak ubahnya bagai festival kuliner yang menjual berbagai jenis menu, dan membuat air liur kita menetes. Dalam keadaan lapar mata kita ingin buru-buru buka puasa untuk menyantapnya. Lalu bagaimana mungkin kita bisa merasakan apa yang dirasakan para papa.

Yang paling menyolok adalah di hari-hari terakhir Ramadan. Pasar Aceh lebih mirip pasar malam. Antrian kendaraan roda dua memenuhi sepanjang trotoar, sedangkan kendaraan roda empat parkir sampai ke depan kantor PLN di Jalan Merduati. Di sepanjang jalan Diponegoro, Jalan KH Ahmad Dahlan, dan di Jalan Muhammad Jam, jangan bayangkan bisa berkendara dengan leluasa karena macetnya bikin kita berucap berulang kali. Terutama bagi pengendara yang merasa terjebak dan salah jalan karena niatnya bukan untuk berbelanja.

Di setiap toko orang-orang penuh sesak, di tangan mereka hampir semuanya menenteng plastik berlabel nama toko. Di emperan para pengemis juga tak mau kalah, sibuk menyodorkan timba untuk meraih “berkah” di akhir Ramadan kepada setiap pengunjung toko, swalayan, supermarket, atau mall. Jika beruntung mereka akan menerima sekeping atau selembar seribuan lecek, jika tidak maka mereka kembali menunggu para pemurah lainnya.

Jika begini, berhasil kah puasa kita sebagai ruang latihan pengendalian nafsu? Ahm… mungkin jawabannya ada di kantong belanjaan kita.

Mungkin kita tidak melakukan kedua hal di atas, tapi barangkali sikap kita yang tidak berpuasa. Misalnya tidak berpuasa dari memancing amarah orang lain, tidak disiplin pada kesepakatan bersama, dan sebagainya. Lalu, apanya yang akan dilatih dari berpuasa?[]

Tulisan ini telah ditayangkan di atjeh today

Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)