Sabtu, 12 Oktober 2013

5 Cara sederhana membuat rilis

Ilustrasi
Siapa yang sering bikin event atau kegiatan? Jawabannya sudah tentu lembaga/komunitas, kalau individu paling banter ya birthday party atau wedding party, yang lain silakan tambah sendiri.

Pertanyaan berikutnya, apakah event itu mau dihadiri/diketahui banyak orang atau biasa-biasa saja? Kalau mau berarti kita harus melakukan publikasi yang maksimal. Untuk individu misalnya, kita bisa promosi lewat jejaring sosial, undangan, atau pesan singkat melalui SMS/BBM, dst.

Nah, kalau untuk organisasi kita bisa pilih cara lain yaitu publikasi di media mainstream seperti koran cetak atau koran online, dll. Kalau mau yang berbayar kita bisa pasang iklan, tapi kalau keuangan terbatas kita bisa kirimkan surat permohonan untuk meliput acara kita, nah, setelah itu berdoa agar media tersebut mau meliput acara kita heheheh. Kalaupun mereka ngga meliput jangan sedih, harap maklum saja, kita bisa kirimkan rilis kok.


Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat mengirimkan rilis:

1. Jangan lupa 5 W + 1 H

Rilis bukanlah surat elektronik biasa, jadi tetap perhatikan unsur-unsur jurnalistik dasarnya yaitu What (Apa), Where (Dimana), When (Kapan), Why (Mengapa), Who (Siapa) dan How (Bagaimana). Hanya dengan memenuhi kelima unsur ini kita sudah bisa menghasilkan rilis yang bagus.

Jadi, saat mengirimkan rilis pastikan nama kegiatannya jelas (What), tempat acaranya di mana (Where), tanggal kegiatan (When), tujuan dari kegiatan itu (Why), penyelenggaranya (Who), dan bagaimana (How) untuk berpartisipasi di acara itu.

Setelah unsur-unsur di atas terpenuhi, kita bisa menambah informasi lain. Misalnya menambah (Who), siapa saja yang menjadi narasumber acara tersebut, siapa pesertanya, siapa jurinya, atau menjalin kerjasama dengan lembaga apa, dll. Atau menambah (How), misalnya ada peraturan-peraturan tertentu yang harus dipatuhi selama kegiatan itu berlangsung. Misalnya harus pakai dress code tertentu, harus membawa peralatan tertentu, biaya, dll.

2. Menggunakan EYD yang baik

Setiap hari banyak rilis yang masuk ke email di media tempat saya bekerja. Sebagai editor saya bertugas menyaring email-email tersebut, mana yang layak ditayangkan sebagai berita, mana yang cukup dimasukkan dalam rubrik SURAT, atau cukup dibaca saja.

Seperti apa menyaringnya? Saya bertugas merapikan tulisan tersebut, misalnya menyusun kalimat dengan baik, mana yang harus diangkat menjadi lead (diletakkan di paragraf pertama) tulisan. Lead adalah inti tulisan. Jadi biasakan menulis rilis langsung ke pokok persoalannya. Saya juga harus merapikan penggunaan huruf kapital, penggunaan tanda baca, dan memenggal antara narasi dan kutipan langsung. Tak sedikit rilis yang saya terima mengabaikan hal ini. Jadi, sebelum mengklik tanda send di email, baca dulu, nggak ada ruginya kok. Hindari pikiran "Kan ada editor yang mengedit rilis kami". Perlu diingat yang menjadi prioritas redaksi adalah tulisan yang masuk dari wartawan.

3. Kerapian

Apa? Rapi? Maksudnya rilisnya harus disetrika dulu? Ya enggak begitu juga, maksudnya rapi adalah selain memperhatikan EYD tadi juga jarak dalam menyusun kalimat. Buat tulisan dalam bentuk paragraf per paragraf, paragrafnya juga jangan terlalu panjang-panjang karena bikin lelah orang yang baca. Pastikan tulisan yang dikirim ada spasinya. Saya sering membaca email yang sama sekali ngga ada spasinya, saya anjurkan simpan file dalam format rtf. Kalau rilisnya cuma lima paragraf (satu paragraf 3 baris) masih mending, tapi kalau rilis/tulisan yang dikirim sampai tiga halaman, bayangkan sendiri berapa lama waktu yang dihabiskan untuk mengeditnya. Belum lagi mata yang sampai berkunang-kunang. Kalau editornya ngga sabaran ya sudah, email itu ngga bakalan digubris. Kalau tulisannya langsung di badan email, jangan lupa enter setiap satu paragraf.

Oh ya, perhatikan juga ukuran dan jenis font. Buat yang normal-normal saja, misalnya ukurannya 12 TNR, ngga usah yang jumbo-jumbo karena bikin semak. Kalau ada foto sebaiknya dilampirkan saja, jangan langsung dimasukkan di badan tulisan. Soalnya waktu dipindahin ke photoshop jadi kecil dan burem. Trus usahakan kirim beberapa foto, ada yang portrait dan landscape. Jadi redakturnya punya pilihan agar mudah menyesuaikan dengan format medianya. kadang-kadang ada orang yang mengirimkan foto headshot ukuran portrait, waktu dicrop cuma kelihatan mata sama idungnya aja, ngeri dehhhhh...

4. Singkat, padat, lugas

Rilis bukan surat apalagi surat cinta, jadi buat yang lugas saja. Jangan bertele-tele, idealnya cukup satu lembar saja (5-6 paragraf) dan dibuat dalam bentuk narasi. Tak jarang saya menerima email yang dikirim dalam bentuk proposal (ini mau minta dana atau minta ditayangkan). Jika kondisinya begini otomatis saya harus meluangkan banyak waktu untuk membacanya, mencari inti tulisan, mencari 5 w 1 h tadi, sementara yang dibaca sangat banyak. Mau ngga mau ya nanti dulu, dipinggirkan dulu. Syukur-syukur diingat lagi. Kalau engga ya lewat.... Yang paling penting harus memberi judul. Sering saya membaca rilis ngga ada judulnya, bingung juga sih kadang-kadang.... Jadi jangan protes kalau judul yang diberikan kadang-kadang tidak sesuai dengan yang diinginkan si pengirimnya.

5. Etika

Hah? Ngirim rilis kok mesti pake etika sih. Gini, yang namanya interaksi mau di dunia nyata atau maya tetap harus ada aturannya kan? Etika yang saya maksudkan di sini, minimal, ada semacam kata pengantarlah waktu mengirimkan rilis. Misalnya menjelaskan siapa Anda, dari organisasi apa, untuk kepentingan apa, semacam basa-basi, dan tak lupa mencantumkan nomor kontak, supaya kalau ada yang kurang jelas mudah dihubungi. Ada beberapa rilis yang ngga bisa ditayangkan gara-gara ngga jelas, trus kita ngga tahu mau konfirmasi ke siapa. Bisa aja sih konfirmasi via email, tapi siapa yang jamin dia bakal pantengin emailnya 24 jam, sementara berita tersebut harus ditayangkan segera.

Saya (redaksi) sering menerima rilis yang kata pengantarnya begini "Dimuat ya", "Kalau sudah tayang kirim linknya ya", "Ini ada rilis dari kami", kalau yang berteman di facebook kadang-kadang cuma mengirimkan poster kegiatannya saja disertai dengan kata-kata "Ini ada berita", "Bisa dimuat?", "Dinaikin ya?". Trus ngga lama kemudian nanya, "Udah tayang?", "Di mana bisa kulihat berita tadi?". Kira-kira jawabnya gimana ya??

Mudah-mudahan bermanfaat, oya ini berdasarkan pengalaman saya aja. Bisa jadi ada tips-tips dari yang lain yang berbeda dengan tips yang saya berikan. Intinya buatlah rilis se realistis mungkin, jangan narsis, dan jangan overdosis!
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

8 komentar:

  1. Wah, tulisan Ihan kali ini banyak bertjandanya :D, tapi informasinya dapet...dapet banget, terimakasih Kak Ihan Sunrise...


    Tolong dimuat ya comment saya ini, nanti kalo udah dimuat kabari ya kak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. oke oke, buat anak Pulau Weh apa sih yang enggakk...Weh keudeh hahahaha

      Hapus
  2. nanti kalo aku mau buat pers realease minta tolong kak ihan ajaaa ahhh

    BalasHapus
  3. Balasan
    1. hahahah urusan ledek meledek emang paling bisa kalian yaaaa :-P

      Hapus
  4. Waaah, uda nambah ilmu jurnalistik roma, terimakasih Kak Ihan :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama Roma, ah kalau Roma sih sudah ngga diragukan

      Hapus

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)