Sabtu, 13 Agustus 2016

Rindu Tak Terucap




~Jika hati berdegub kencang di malam selarut ini, percayalah, kita sedang saling merindui. Sudah kukatakan, rindu sebenar-benar rindu adalah rindu yang tak terucap~

Petang kemarin aku membaui aroma tubuhmu. Menarikku begitu dekat dan lekat, hingga bibir ini menempel bak dua kutub magnet saling bertemu. Bukan di bibirmu tentu saja, tetapi di bibir cangkir berisi bermili-mili minuman yang disebut kopi.

Setelah berpantang sekian lama, akhirnya aku takluk. 

Kopi dalam cangkir itu adalah kamu yang menjelma dalam wujud yang lain. Padamu aku selalu takluk bukan? 

Secangkir kopi dan sepotong senja sore kemarin mencapai klimaksnya malam ini. Saat angin dan hujan saling berkolaborasi memainkan harmoni. Lagi-lagi kau hadir dalam sekerat rintik hujan. Berdentang-denting mengirimkan suara ke gendang telingaku. Kenangan demi kenangan berloncatan dari alam ingat.

Dan, selain kopi, hanya kau yang bisa membuatku menjadi insomnia bukan?

Inilah jawaban dari kemarau berbulan-bulan, seperti perantau yang menemui jalan untuk pulang. Maka rindu berebut ingin berunjuk rasa. Protes! 

Kukatakan pada rindu, karena ia telah membuatku dewasa, maka rinduilah dia dengan cara yang tak biasa.[]
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

7 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)