Senin, 13 Februari 2017

Kau, Semestaku!



Kawasan pantai di Ulee Lheue Banda Aceh @+Ihan Sunrise 

Tiba-tiba aku teringat pada sebuah catatan yang kau kirimkan untukku, Zenja. Isinya tentang betapa dahsyatnya sepotong senyuman. Tulisan yang kau buat karena terinspirasi dari sikap baik seorang rekan kerjamu. Kau masih ingat kan?

"Aku ingin mempublikasikan tulisan ini, tapi sebelumnya tolong kau periksa," pintamu melalui layanan chatt box.

"Mengapa tidak langsung kau publish saja?"

"Kau tahu kan, aku bukan penulis yang baik hehehe... "

"Baiklah, tunggu sekejap. "

Tak sampai lima menit kemudian aku mengembalikannya untukmu. Kau membalasnya dengan emoticon. Kau kegirangan sekaligus takjub.

"Cepat sekali."

Aku tak menganggap itu sebagai pujian. Tulisan yang kau kirim hanya beberapa paragraf. Aku hanya perlu mengubahnya sedikit, seperti mempertajam konteks tulisan, mengoreksi tanda baca, atau huruf yang kurang dan typo. Jadi, tak terlalu banyak menyita waktuku.

"Sekarang postinglah, kita lihat bagaimana reaksi rekan-rekanmu pada tulisan itu," perintahku padamu.

Beberapa detik kemudian kau mengirimkan tautan untuk tulisanmu itu.

"Aku senang membaca tulisan-tulisanmu, aku selalu mengintip 'rumahmu', kau punya kata-kata yang apik, tidak seperti aku yang berantakan," katamu di lain waktu.

"Itulah satu-satunya modal yang kupunya untuk mencintaimu," jawabku tergelak.


"Satu tapi melampaui semuanya. Adakah yang lebih sulit daripada mengungkapkan perasaan kita kepada seseorang? Sebab, i love you saja tidak cukup. Membuktikan saja tanpa pernah mengatakannya juga terasa hambar. Tapi kau, lewat narasi-narasimu, menyampaikan tentang apa yang hatimu rasakan langsung kepada hatiku. Jika sekali dua kau melakukannya, aku pasti akan menyangka itu sebagai gombalan, tapi jika kau melakukan itu selama kau mengenalku, dan aku menerimanya selama aku mengenalmu, itulah yang kita definisikan sebagai cinta."

Di lain waktu kau menyodorkan aku sebuah desain.

"Apa judulnya cocok? Apa kata-katanya sudah tepat? Apa warnanya serasi? Apa ilustrasinya oke?"

"Zenja, kau membuatku cemburu lagi."

"Hahaha.... Nanti kalau bukumu terbit aku janji akan menulis kata pengantar di halaman keduanya."

"Hmm.... "

"Apa sudah bisa begitu covernya?"

"Sudah. Itu sudah mewakili untuk buku teknis seperti yang kau tulis."

Zenja, jujur saja aku cemburu padamu. Selama ini aku 'merasa' telah menjadi penulis, tapi nyatanya kaulah yang sebenarnya penulis. Kau sering meminta bantuanku untuk memeriksa artikel-artikelmu yang kau tulis dengan cepat. Tapi memikat dan kaya makna.

Beberapa hari lalu aku mengirimkanmu email, sekadar mengabarkan kalau aku akan ikut semacam audisi antologi cerita pendek bertema 'kekasih'.

"Saat membaca temanya aku langsung teringat padamu."

"Kau ingin menuliskan tentang kita?"

"Tidak. Tentang kita adalah milik kita, aku lebih senang mengabarkannya pada angin atau pada debur ombak."

"Semesta adalah tempat menyimpan cerita paling rapat, bahkan seekor burung yang berusaha merapatkan telinganya tetap tidak bisa menguping, " jawabmu.

"Ya, itulah mengapa aku memilih namamu sebagai judul cerita yang kutulis. Karena kau adalah semestaku, Zenja!"[]
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

1 komentar:

  1. antara seru sama takut bacanya Han.. mirip2 menghadirkan seorang teman khayalan .. iiiiii

    BalasHapus

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)