Kamis, 24 Juli 2008

Hidup Adalah Pilihan

Hidup Adalah Pilihan
Hidup adalah pilihan

Jika saja lelaki berhati bening itu ada di depan ku, aku ingin sekali mengatakan bahwa hidup ini sebenarnya tidaklah terlalu rumit, tidaklah seperti teori arimatika yang bikin pusing kepala. Paling tidak masih ada pelangi-pelangi yang bermunculan di tengah-tengah kemendungan yang terus menerus menjelagai hidup ini. Antara hitam dan putih, yang membentuk lengkungan pelangi tak biasa, juga merupakan kenikmatan tiada tara bagi diri yang mencari muara optimisme.
Tapi lelaki itu jauh disana, bermain dengan angin padang pasir yang tandus. Hanya suara-suara halus yang sesekali ia kirimkan kepadaku. Memenuhi benak jiwa yang kadang membuat sesak dan terdesak. Terdesak untuk mengatakan apa yang membendung hati selama ini, walau untuk itu kadang harus menjadi lima tahun karena harus merengek-rengek.
Hidup adalah pilihan lelaki beningku, pilihan untuk tidak memilihmu dan pilihan untuk menciptakan kebeningan lainnya. Bukanlah keharusan membentuk oase pada hati yang lain, tapi bila oase itu lebih bermakna dan banyak memberi kehidupan, aku kira kita telah sepakat untuk tetap mewujudkannya. Pada saat itulah kita mengalami pendewasaan diri yang maha hebat, mengejawantahkan keinginan hati dan berpegang teguh pada apa yang menjadi keharusan.
Kebeningan lain yang tercipta setelah engkau, bukanlah kekalahan atas sesuatu yang tidak bisa tercapai. Tapi suatu pengecualian atas puzzle yang kita bangun sejak empat tahun yang lalu. Selama itu telah banyak tumbuh perdu-perdu kuat dalam diri kita. Perdu-perdu yang melahirkan keajaiban-keajaiban dalam diri kita. Tidak akan pernah terlupakan bagaimana dialog-dialog indah hadir dalam baris-baris yang tersusun rapi. Dan semua itu tidak ada yang bisa menggantikan.
Jika hidup memang pilihan, maka aku sudah memilihnya untuk menciptakan telaga yang lebih baik. Bukankah aku sudah menceritakannya kepadamu beberapa waktu lalu. Masa transisi yang berat lelakiku, sampai-sampai aku lupa bahwa ada pengorbanan yang lebih besar lagi yang dialami oleh orang-orang. Tapi memang begitulah, kebeninganmu tak tergantikan oleh ucapan cinta dan sayang dari siapapun.
Darimu aku belajar tentang cemburu, darimu pula aku belajar tentang memaknai sesuatu. Aku hanya butuh semangatmu, butuh candamu, butuh kata-kata bijakmu, dan aku rindu kegilaan yang pernah kita lakukan. Kita sama-sama ingin mengulangi semua kepingan-kepingan itu. Darimu pula aku belajar setia pada setiap purnama yang dilingkari garis berwarna perak, aku suka memperhatikannya karena disanalah aku belajar tentang cahaya yang kau berikan untuk diriku.
Dari bias bulan aku menghitung hari yang kau berikan kepada ku, menghitung detik-detik kepergian dan kedatanganmu. Menunggu kau datang dengan mengantongi rindu pada keresek hatimu. Aku bahagia sekali menunggu masa-masa itu, rasanya tidak ada yang lebih hangat selain cintamu yang besar yang selalu memeluk hatiku.
Aku tertawa membayangkan kemarahanmu, sama seperti kamu mentertawai aku setiap kali aku meletup-letup saat kamu datang. Itulah kita, kadang-kadang sok dewasa, kadang-kadang seperti anak kecil yang berebut lolipop saat keinginan kita tidak terpenuhi. Lelaki bening, hidup ini benar-benar pilihan ya? Kalau tidak, mungkin aku sudah banyak melakukan hal gila lainnya.
Aku suka memanggilmu dengan banyak nama, bahkan sekarang aku memanggilmu menjadi lelaki bening. Kamu serupa air yang kecil, yang mengalir lembut dihatiku dan terus bergemericik, menandakan bahwa kamu hidup dalam jiwaku. Setelah sekian lama, aku baru memanggilmu begitu malam ini, setelah melewati pasang surut alur cerita yang rumit, itulah dirimu. Ada dan terus ada.
Lelaki ku, aku meniru kesetiaan dari nenek dan kakekku. Dari ia memberi cinta kepada satu sama lainnya, dari ia menceritakan satu sama lainnya kepada orang lain. Tetapi tentangmu, aku hanya bercerita dengan akal dan pikiranku. Dan semakin aku menceritakanmu, semakin aku merasa cemburu pada diriku sendiri. Kepingan inilah yang tidak pernah aku temukan jawabannya.
Ketidak rumitan itu ternyata juga membutuhkan pemecahan-pemecahan yang arif, cara-cara yang bijaksana agar tidak ada oase yang tersakiti dan keruh. Itulah yang selalu aku lakukan, tapi seringkali aku menabrak dindingnya.

Jumat, 11 Juli 2008

Ketika Semangat Berbicara

Ketika Semangat Berbicara
Mengapa ia masih bisa tertawa? padahal di hatinya tersimpam beban berat sebagai proses pendewasaan terhadap dirinya. mengapa ia masih bisa ceria menjalani hari-hari yang berat? jauh dari orang tua yang selama ini menghidupinya, jauh dari adik-adiknya yang selama ini merengek manja meminta sesuatu padanya, jauh dari ayahnya yang sudah tiada....jauh sekali bahkan untuk itu ia harus memendam rindu yang teramat sangat, ia sering menangis bila malam, terisak mengapa Tuhan begitu cepat menjemput ayahnya.


kepadaku, perempuan itu bercerita, tak lama setelah ayahnya pergi menghadap Sang Khaliq ia bermimpi, sang ayah memberikan juru kemudi kepadanya, pesan tersirat yang ingin disampaikan sang ayah kepada dia selaku anak tertua yang mempunyai tiga orang adik, "bahwa tanggung jawab keluarga mulai saat ini ada pada mu, Nak"


begitulah, ia menjauh dari keluarga bukan berniat ingin meninggalkan, bukan pula karena ingin melepaskan mereka begitu saja dalam kesedihan dan ketidak mengertian menjalankan apa yang pernah dirintis oleh sang Ayah dulu. itu karena ia merasa tidak bisa memberikan yang optimal terhadap keluarganya, disini, di tempatnya yang tak lagi baru ia bisa menukarkan waktunya lebih banyak untuk mewujudkan mimpi-mimpinya, hingga akhirnya semua berjalan seperti yang ia inginkan; benar-benar bisa menjalankan amanah seperti yang dipesankan oleh ayahnya lewat mimpi.

tapi sejak beberapa hari yang lalu, aku tahu perempuan muda itu hampir tidak bisa tidur, wajah ibu dan tiga adiknya terus menumpangi biji matanya. memang berat yang mereka rasakan sekarang, sesuatu yang tak dapat di tembus logika telah terjadi. dan siang tadi kesempurnaan luka itu benar-benar nyata, adiknya yang nomor dua kecelakaan, mobil yang dikendarainya terbalik ke jurang. bukan karena ia sedang ikut-ikutan off road, bukan pula karena ia iseng, tetapi karena ia juga ikut menanggung beban dua orang adiknya lagi. pekerjaan yang tak pernah direstui oleh sang Ayah yang sempat berpesan sebelum ia pergi, "Bahwa sang adik jangan pernah mencari nafkah seperti yang pernah dilakukan sang Ayah, akan binasa...."


entah itu benar atau tidak, tapi yang jelas sudah dua kali kejadian buruk itu terulang, ditempat yang sama, dengan mobil yang sama.
perempuan itu risau, sangat risau sebab ia tidak bisa melihat kondisi adiknya langsung, ia juga tidak tahu harus berbuat apa untuk menyembuhkan luka keluarganya.

aku mencari tahu mengapa ia masih bisa tersenyum, mengapa ia masih bisa menemani teman-temannya yang berduka untuk bersama-sama menutup luka menganga. mengapa ia hanya menangis ketika orang-orang tidak bisa melihatnya.


dia bukan perempuan luar biasa yang punya semua kelebihan, dia bukan perempuan sempurna yang bisa membuat semuanya menjadi mudah. dia perempuan biasa yang berpadu unik dalam watak koleris yang kuat dan plegmatis yang damai. dua kombinasi inilah yang membuatnya senantiasa kuat untuk menghadapi hal sesulit apapun. darinya aku belajar tentang menyimpan luka yang rapi dan pelan-pelan membakarnya, ia melakukannya dengan cara yang arif dan bijaksana, tanpa orang tahu hingga akhirnya sakitnya benar-benar hilang.

ia mempunyai impian yang kuat, mempunyai semangat yang kuat yang setiap hari ia tempa agar lima tahun yang akan datang dunia benar-benar salut kepadanya, saat itu ia tepat berumur 28 tahun. dan orang-orang akan terkagum-kagum padanya, pada saat itulah ia membuktikan bahwa semangat kerja keras ayahnya seratus persen turun padanya. cita-citanya sederhana, ia hanya ingin menjadi pebisnis yang unggul dalam hal apapun.

dengan semangatnya, perempuan itu telah menyalakan semua lilin yang bisa ia pakai untuk menjemput masa depannya yang secerah matahari. ia hanya perlu menapaki beberapa terjalan lagi, beberapa sandungan dan beberapa kerikil hingga akhirnya ia memegang bendera kemenangan di puncak kebahagiaan.