Senin, 26 September 2016

26 September




Happy birthday, My September


"rasa paling tinggi adalah ketika ia tak bisa lagi dituliskan menjadi kata-kata"

Masihkah Aku Bernyali?


"Jangan Menyerah!"

"Setiap kali Anda ingin menyerah pikirkan orang yang Anda cintai!"

***

Tiba-tiba saya terbayang wajah ibu. Terngiang kembali permintaannya yang segera ingin pulang ke rumah. Sembilan bulan terakhir ini ibu tinggal bersama nenek, ditambah tiga bulan sebelumnya di rumah sakit, sudah setahun lebih ibu meninggalkan rumah kami di Aceh Timur sana.

"Ibu ingin sekali bisa pulang lagi ke rumah, rumah itu dibangun ayahmu dulu dengan keringatnya, sayang kalau ditinggalkan begitu saja apalagi kalau dijual...." begitu selalu ibu berkata setiap kali kami punya kesempatan mengobrol banyak. Kemudian suaranya menggantung begitu saja. Saya belum berani memastikan kapan ibu bisa pulang ke rumah.

***

"Anda tahu kenapa orang berperang? Bukan karena mereka membenci yang di 'depan' sana, tetapi karena mereka sayang pada orang yang di 'belakang' sana."

Suara serak pria yang sedang berbicara di depan membuat lamunan saya buyar. Saya mengerjap-ngerjap, menghilangkan embun yang hampir menetes di pelupuk mata. Belakangan ini setiap kali memikirkan ibu saya mendadak jadi cengeng.

Pria bersuara serak itu namanya Pak Emil, lengkapnya Emil Pane. Saya pertama kali melihatnya di sebuah forum pada 2008 silam. Orangnya sangat energik dan antusias. Itu yang membuat saya tak serta merta melupakannya walau selama beberapa tahun terakhir ini kami tak pernah lagi bertemu. Sampai pada Senin malam, 20 September 2016 pekan lalu, seorang rekan mengajak saya menghadiri sebuah diskusi yang menghadirkan Pak Emil.

Kamis, 08 September 2016

Wisata Halal Aceh, Kita Tidak Mulai dari Nol


Apa itu wisata halal? Berbekal pertanyaan ini, saya tidak pikir dua kali saat ada undangan dari Kementerian Pariwisata untuk mengikuti acara "Optimalisasi Peningkatan Wisata Halal Melalui Media Sosial" yang dibuat Deputi Bidang Pengembangan Pariwisata Nusantara, di Hotel Oasis Banda Aceh, Selasa, 6 September 2016.

Belakangan, pertanyaan itu terus berkelindan di pikiran saya, seiring dengan semakin banyaknya pemberitaan terkait wisata halal atau halal tourism ini. Aceh kan sudah menerapkan syariat Islam, lalu apanya yang perlu 'dihalalkan' lagi? Itulah yang terbayang oleh saya, mungkin juga mewakili pikiran kawan-kawan di seantero jagat. :-D

Alhamdulillah, pertanyaan itu terjawab sudah. Adalah Mas Taufan Rahmadi, 'bidan' yang telah mengantarkan Lombok ke event Halal World Halal Travel Summit & Exhibition 2015 menjelaskannya dengan sangat terang benderang.

Kalau boleh saya simpulkan, wisata halal itu kira-kira memiliki arti; "suatu konsep wisata alternatif yang standar operasional prosedurnya dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang rahmatan lil'alamin. Kesejahteraan bagi seluruh alam. "Inilah yang menjadi the soul of-nya wisata halal," kata Mas Taufan.



@istimewa 


Jadi, kalau wisatawan berpelesir ke daerah yang sudah menerapkan konsep wisata halal ini, mereka tidak hanya bisa menikmati keindahan dan pesona suatu daerah saja, tetapi mereka juga akan mendapatkan pelayanan yang ramah, jujur, mendapatkan kenyamanan, dan keamanan. Jadi, 'halal' ini bukanlah untuk si tuan rumah, tapi untuk tamu kita nantinya.

Bagi wisatawan muslim, akan lebih mudah mendapatkan makanan halal, kamar mandi yang ramah muslim (yang ada airnya untuk bersuci), dan kemudahan tempat untuk salat. Jadi, jangan bayangkan bisa mendapatkan sex, drug atau alcohol ya.. :-D. Kata temen saya, sekarang sudah nggak jamannya lagi 'nyari' sex saat berwisata.

Bagaimana dengan Aceh? Tahun ini, beruntung Aceh ikut andil di Kompetisi Wisata Halal Nasional 2016. Itu artinya, ini menjadi momentum penting bagi Aceh untuk mempromosikan destinasi wisata andalannya untuk menarik kunjungan wisatawan sebanyak-banyaknya.

Kita bersyukur sebab Aceh jauh-jauh hari sudah menerapkan syariat Islam, jadi kita tidak mulai dari nol. Tempat salat misalnya, sangat mudah didapatkan di Aceh. Selain masjid dan meunasah yang mudah ditemui, warung kopi dan kafe yang ada di Aceh umumnya sudah menyediakan tempat salat.

Kalau soal makanan, dengan mayoritas penduduknya yang beragama Islam, mencari makanan halal di Aceh bisa sambil 'memejamkan mata'. Jadi, hemat saya tak ada masalah dengan ini. Tapi, halal saja tidak cukup tentunya, kalau merujuk pada standar Islam, haruslah yang thayyibah juga. Halal dan sehat. Makanan halal tak hanya menjadi buruan kaum muslim saja, tapi juga dicari non muslim, karena mereka suka sesuatu yang higienis.

Tinggal dipoles di sana-sini, ditunjang dengan adat peumulia jame atau memuliakan tamu, Aceh tak perlu ragu menuju andalan destinasi wisata halal di Indonesia.

Jangan lupa dukung Aceh di Kompetisi Wisata Halal Nasional 2016. Berikan hak suaramu melalui link ini:  http://bit.ly/voteaceh atau halaltourism.id.[]