Malam itu kudapati kau begitu masyuk dalam kudusmu memandangi langit Tuhan dari jendela yang kau biarkan terbuka. Menganga sehingga angin masuk menerobos tanpa kepayahan, lalu hinggap di wajahmu yang selalu teduh. Wajah yang selalu membuatku terpesona untuk ikut hinggap di pelipismu untuk sebuah kecupan. Hujan baru saja turun, bau tanah basah masih menyemerbak merambati indera penciuman kita, di langit butir-butir air masih menggantung satu persatu, untuk kemudian kembali jatuh ke bumi. Dan aroma melati yang bercampur dengan aroma tanah basah adalah sesuatu yang membuatmu selalu ingin berlama-lama menepi di jendela ini. Sesekali matamu terpejam dan menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan, dan setelah itu kau akan selalu mengatakan bahwa harum tubuhku lebih nikmat dari aroma melati-melati itu.
Bacalah tanpa harus menerima begitu saja. Berfikirlah tanpa harus bersikap sombong. Yakinlah tanpa harus bersikap fanatik. Dan, jika anda memiliki pendapat, kuasai dunia dengan kata-kata.