Senin, 26 Maret 2007

do da idi

do da idi
alaihaido...do da idi
boh gadong bi boh kaye uteun
rayeuk sinyak hana peu ma bri
ayeb ngeon keuji ureung donya kheun
Allah hai do do da ida
seulayang blang ka putoh taloe
beurijang rayeuk muda seudang
tajak bantu prang ta bela nanggroe
wahe aneuek bek ta duek le
beudoeh sare ta bela bangsa
bek ta takoet ke darah ile
adak pih mate poma ka rela
jak lon tateh
meujak lon tateh
beudeoh hai aneuk tajak u aceh
mube bak oen ka meube timphan
meube badan bak sinyak aceh
Allah hai po
ilah homhak
gampong jarak hana troeh lon woe
adak na bule uloen teureubang
mangat rijang troeh u nanggroe
Allah hai jak
lon timang preuk
sayang riyeuk disipreuk pante
oh rayeuk sinyak yang puteh meupreuk
toeh sinaleuk gata boh hate

Sabtu, 24 Maret 2007

berperahu

berperahu
aku cemburu dengan isyarat yang dia katakan, tetapi aku punya embun yang menyembuhkan ku. ku tatap matanya dalam-dalam, ada luka menggantung, hampir luruh seperti daun kering yang akan jatuh ke tanah. ku coba sentuh anak rambutnya, seperti bergetar karena otaknya yang mendidih. aku jadi serba salah, karena aku hanya teman dan orang jauh yang juga tidak mengenalnya dengan baik. aku burung kecil yang melihatnya dari dahan kecil yang meliuk karena angin siang. aku ingin berkicau lebih tapi aku tak bisa.

tadi pagi kubuatkan sedikit puisi dari kertas lusuh yang kutemukan dipinggir jalan, lalu kuselipkan dari lubang jendela didekat kamar tidurnya. ia tidur lelap sekali. dengan bekas air mata mengering dipipinya yang kering. aku tersenyum getir. setidaknya apa yang kurasakan tak sepelik dan serumit dia. dan aku masih bisa tersenyum dan terus terbang dengan sayap yang patah sebelah.

apakah berarti apa yang kusampaikan ini kawan? aku tak yakin sebab kita berasal dari padang rumput yang berbeda. kita sering mengayuh di lubuk yang tak sama pula.

pun begitu, kita tetap bersahabat...meski cuma saling melambai dari balik pulau yang jauh.....



pantun kesepian

pantun kesepian

Banyak hari silih berlalu

Datang dan pergi membawa rindu

Di sini duduk aku selalu

Dalam dingin pagi yang sendu

Kekasihku entah kemana

Hilir mudik mengukur jalan

Tidak peduli aku merana

Mungkin akan mati perlahan

Pagi dingin senja berembun

Siang lengang kabut malampun turun

Hanya tangan menggurat pantun

Karena hati yang sedih gegetun

Ada awan di langit biru

Membuat mata urung menatap

Ada dendam dihati nan rindu

Lewat kata mungkinkah terungkap

Pinsil digigit mata menatap

Hati sakit duka meratap

Akhir cinta seperti gelap

Di atas bantal sayang terlelap

Libur panjang berujung harap

Tiada surat alangkah berduka

Berkata cinta janganlah kerap

Tiada dijawab jadi petaka

Mungkin kan sering mata berkaca

Karena rindu dalam terukir

Bukan karena buruk cuaca

Janji bertemu ternyata mangkir

Ada tanya di sudut hati

Apakah cinta akan berakhir

Bila nanti aku tlah mati

Tiada lagi mata berair

Kasihku pergi memburu berita

Mambawa kabur kupunya asmara

Setelah mengikat tali cinta

Hingga hati merah membara

Pagi sepi malampun kosong

Tidak bak dulu yang penuh harap

Berangkat sunyi pulangpun kosong

Hanya hampa selalu di dekap

Pantun cinta salinan tangan

Dari hati yang berdebaran

Sedikit bolehlah berangan-angan

Alangkah sedih bila bubaran

Salam likum lalu pamit

Jumpa hanya hitungan detik

Kasihku seperti dipingit

Apakah agar lebih cantik

Kasihku pergi seharian

Katanya sibuk ikut el es em

Meninggalkan aku sendirian

Apakah ia punya te te em?

Inilah kisah orang melayu

Kalau sedih ia berpantun

Bukan karena cintanya layu

Cara kesal yang agak santun

Bacalah baca duhai kasihku

Agar engkau bisa mengerti

Segini banyak sudah rinduku

Tapi ku hanya bisa menanti

Ohh......... L

(seperti yang dikirimkan seseorang)

Selasa, 13 Maret 2007

Buku Arab Jawi Kurang Diminati

Buku Arab Jawi Kurang Diminati
Banda Aceh, Andalas
Lapena kembali menerbitkan buku (kamis, 10/3) di Aula Perpustakaan Wilayah NAD. Kali ini yang diluncurkan adalah buku Fiqh Ibadah berbahasa Arab Jawi yang ditulis oleh Tgk. Muhammad Yahya dari pengajian Taklim Sunnah Samalanga. Buku tersebut merupakan yang kesepuluh diterbitkan oleh Lapena sejak berdiri pada tahun 2004 lalu. Sebelumnya pada tanggal 13/2 lalu Lapena juga sudah meluncurkan sebuah buku fiksi.

Sayangnya animo masyarakat terhadap buku tersebut sangat kurang, hal ini bisa dilihat dari sedikitnya peserta yang hadir, berbeda sekali dengan kegiatan serupa yang dilakukan pada sebelum-sebelumnya hal tersebut diungkapkan oleh Sulaiman Tripa dari Lapena. Berdasarkan pantauan Andalas peserta baru mulai berdatangan ketika sudah dipertengahan acara dan tampak kurang antusias.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Tgk. Muhammad Yahya selaku penulis buku tersebut, kepada Andalas beliau mengakui bahwa peminat buku berbahasa arab jawi memang sangat minim, karena itu ia mengharapkan agar kedepan sosialisasi arab jawi ini harus lebih gencar lagi dan buku-buku seperti pelita hati seperti yang pernah terbit beberapa waktu lalu ada kembali.

Kegelisahan yang sama juga dirasakan oleh Beth Seba, pegiat seni dan budaya, “memang kepedulian masyarakat terhadap budaya sangat kurang sekarang sekali, apalagi untuk buku-buku fiqh berbahasa arab jawi yang memang tidak bisa dimasukkan kedalam unsur seni dan budaya.” Katanya.

“saya sangat sedih sekali menyaksikan masyarakat yang sepertinya sama sekali tidak peduli dengan nilai-nilai budaya yang kian hari kian luntur,” tambahnya. (Ihan)

Rabu, 07 Maret 2007

Senandung Murung Bagi Negeri Ku

Senandung Murung Bagi Negeri Ku
Apakah Tuhan tidak lagi sayang pada negeri ini? bukan, Tuhan sayang, karena itu musibah demi musibah diberikannya kepada negeri tercinta ini, negeri ini kaya, barangkali Tuhan hanya ingin kita menunaikan zakat dengan cara yang tidak biasa, dengan cara hilang harta benda, hilang keluarga dan sanak famili, aku teringat lagu masa kecil dulu, balon ku ada lima...meletus balon satu ...duarrr....hati ku sangat kacau...pagi ini, meletus lagi satu pesawat ku...duaarrr....hati ku amat sedih, sebab harga pesawat tak sepadan dengan harga balon merah kuning hijau, harga hati yang pecah karena balon tak setara dengan hati yang rusak oleh tubuh-tubuh yang gosong.

belum lupa kan dengan lagu...naik kapal kecil takut goyang-goyang...naik kapal besar tidak punya uang...hari ini, naik kapal kecil dan besar sama saja, sama-sama goyang sama-sama mengeluarkan banyak uang, sama-sama mengeluarkan nyawa, sama-sama menakutkan, sedemikan seraknya kah sudah negeri ini? terlunta-lunta, tertatih-tatih, aku ngerih, bahkan dalam tidur pun kadang mengigau "sayang....hari ini ada saudara kita yang musibah,..." sebuah suara gemetar dipagi hari.

menangiskah? air mata akhir dari segalanya kah? bukan, tawa, bahagia, canda, airmata, semuanya leburan rasa dan kumpulan kenikmatan, bisa sekarang bisa nanti, bisa didunia bisa diakhirat nanti. tapi kadang semuanya menjadi tidka berarti, lembaran-lembaran kain kafan ditukar dengan harga lima ratus perak!

aku ingin bersenandung kecil tentang negeri ini, ingin menyanyikan saja-sajak lagu ebiet g. ade, tapi aku tak hafal baitnya. adakah yang ingin membantu ku? tidak, aku ingin mereka-mereka itu membantu ku, mengeja dan mengajarkan ku berhafal. orang-orang kaya, orang-orang pintar, agamawan, semua,...bukan pada orang yang melarat yang untuk segenggam beras harus merampok.

bolehlah sekedar menyenangkan hati burung-burung kecil, agar ia sedikit leluasa terbang dari dhan-dahan kecil.
sajak kepada negeri yang basah, oleh air, oleh darah, oleh hujan

Mata Kekasih Ku

Mata Kekasih Ku
mata kekasih ku adalah mata telaga, begitu kataku suatu pagi pada matahari yang baru naik. mata kekasih ku seperti mata air yang sejuk dan bening, begitu kata ku suatu siang pada riuh burung didahan-dahan yang bergoyang. mata kekasih ku seperti api unggun, menyalakan kehangatan. mata kekasih ku ya seperti itu, ada air yang menetes, ada kilatan kerinduan.

kerinduan ku untuk melihat matanya pun selalu menggebu-gebu, selalu membiru dan mengangkasa. kadang begini, aku tertidur dengan memandang matanya yang berkaca-kaca, dengan suaranya yang basah, dengan ungkapan cinta yang malu-malu itu. lalu meninggalkannya dengan tergesa setelah meninggalkan secari kata "cinta, aku pergi"

lalu saat pagi-pagi, kali ini aku berteriak senang, sebab aku tidak meringkuk seperti biasanya dibawah selimut saat dia datang. "aku sudah lengkap...." kata ku sambil menggigit ujung bibir. "aku rindu cinta..." rindu-rindu ku berkumpul pagi ini, sejenak setelah aku berfikir kekasih ku terlalu patuh.

yah...
rindu kekasih ku seperti rindu bulan kepada malam, seperti rindu matahari kepada siang, seperti rindu terik kepada hujan, rindu angin kepada tenang.

Jumat, 02 Maret 2007

surat yang tergesa

surat  yang tergesa
cinta...

surat ini kutulis dengan sangat apa adanya dan dengan waktu yang tergesa-gesa, bukan ingin mengabaikan mu bukan juga ingin sok sibuk dan sampai tidak ada waktu untuk mu, tapi begitulah...antara sibuk dan tidak itu beda-beda tipis. seperti kita yang berlari dari ujung ini ke ujung sana, dari satu lorong ke lorong yang lainnya lagi. bahkan beradu dengan kecepatan waktu dan laju mesin yang gila.

tapi sepertinya, waktu-waktu itu akan berpindah tangan, berputar seperti ruas jalan yang tidak berujung, tenangkan hati mu, lapangkan jiwa mu, agar kau tidak seperti ku, yang selalu risau dan gelisah setiap kali kau hilang dan jauh, yang selalu hiks hiks setiap kali kau bilang, sudah ya sayang... hhh...aku telah menjadi orang yang sangat kekanakan...