Rabu, 14 Mei 2008

Hari Baru Dengan Visi Hidup Yang Baru

Hari Baru Dengan Visi Hidup Yang Baru
Genap setengah tahun saya menelantarkan Rumah Maya ini, tidak tepat juga kalau disebut menelantarkan karena semua itu dilakukan tanpa sengaja. artinya, saat meninggalkannya dulu tidak terfikir akan selama ini. tapi segala sesuatu bisa saja terjadi begitu saja, tanpa direncanakan, tanpa diduga-duga, lalu terjadilah sesuatu yang tidak diinginkan itu.
Soal Rumah Maya ini, tentu saja jika ada kesempatan, jika ada waktu luang dan yang terpenting jika ada umur panjang walau tidak sering pasti akan dikunjungi, karena mengunjunginya tidaklah sulit, bisa dimana saja selama fasilitasnya tersedia.
Enam bulan...bukanlah waktu yang terlalu panjang, tapi juga tidak terlalu pendek untuk belajar tentang makna kehilangan. kehilangan seseorang yang telah memberi arti khusus selama 23 tahun perjalanan hidup ini, seseorang yang telah mengajarkan tentang kemandirian dan kedewasaan. seseorang yang begitu berarti, yang telah mengajarkan apa artinya kekerasan hidup, sehingga tatkala seseorang itu telah tiada semua pembelajaran itu sempurnalah untuk dipraktikkan. barulah terasa bawha semua konsep kerja keras itu bukanlah paksaan sebagaimana yang dulu sempat terfikirkan.
Hari-hari setelah 16 Januari 2008 adalah hari-hari baru yang kusut selama 7 hari, karena bau cendana dan air pandan belumlah hilang dengan sempurna, ruang-ruang rumah yang besar terasa sepi walaupun disesaki oleh saudara dan tetangga yang berkunjung. hati terus menangis walau mulut kadang kala melempar senyum, bahkan sampai sekarang hati akan terus menangisi kehilangan yang begitu cepat itu. saat berjalan ke halaman rumah sosok yang hilang itu seakan masih ada dengan candaan kepada siapa saja yang datang ke rumah kami, setiap transaski usaha yang kami geluti setelah itu adalah untuk terus mengenangnya, walaupun beberapa hari terakhir sebelum ia pergi sempat berpesan; Bahwa kami anak-anaknya jangan mencari rizki melalui cara yang ditempuh oleh nya.
Setiap kali bercerita, atau pun menulis tentang dirinya selalu saja membuat leher ini tercekat, mengikat suara dan berhenti di pangkal tenggorokan. siapa saja yang mendengar akan terdiam dan merenungi hari-hari yang pernah dilalui bersamanya. begitu banyak kenangan indah yang tak pernah habis untuk diceritakan, saya bangga karena setiap orang menceritakan kebaikan tentang beliau.
Seseorang yang hilang itu adalah cahaya di tengah-tengah keluarga kami, yang memberi terang selama 23 tahun perjalanan hidup saya, yang telah memberikan perubahan pada kehidupan keluarga, semangat, keuletan, kerja keras dan prinsipnya telah membuat kami anak-anaknya tidak cengeng, mandiri dan tetap merasakan cahaya itu walaupun sosoknya sudah tidak ada.
Ayah, begitu kami memanggilnya selalu, sosok yang pendiam, terlalu cepat beliau pergi, pada usia yang belum genap lima puluh tahun. tidak ada yang ia tinggalkan kepada kami selain semangat, semangat yang membuat kami tidak terpuruk, semangat yang tetap membuat kami memandang hidup ini sebagai cahaya yang berkelanjutan, semangat yang membuat kami bisa meneruskan apa yang telah ia rintis bertahun-tahun yang lalu, menjalankan roda demi beras merah, begitulah selalu ibu mengatakan kepada kami. yah...hanya semangat, untuk membesarkan adik-adik dan menuntunnya untuk menemukan arti dirinya sendiri.
Hidup ini keharusan, sedangkan kematian adalah wajib, mutlak bagi siapapun, bagi ayah kami, bagi kita semua. karena itu tak ada luka dan dendam yang dipupuk dalam hati, tidak ada kebencian dan kemarahan yang tumbuh subur dalam benak kami. saya bangga, karena ayah tidak mengajarkan apa itu dendam kepada kami, tidak pernah mengajarkan kebencian dan licik. semoga Allah memberikannya kemuliaan di alam sana, melapangkan kuburnya dan memberikannya tempat terbaik di sisi Nya.