Senin, 21 Maret 2011

Takdir yang Tak Perlu di Beri Nama

Ini adalah hari di mana kekasih datang seperti anai-anai, terbang melayang-layang, melintasi lelangit Tuhan, menjemput keadaan, di mana jarak dan waktu adalah milik kita, tetapi bukan milik cinta.

Simpang Tiga, 09-03-11

10:08 am

-------------------

Tengah hari,

Hari ini, aku menjalani takdirku sebagai perempuan, yang memandangi wajah kekasihnya dalam diam, tanpa suara dan tanpa permintaan, hanya dengan diam, aku berbicara dengan tatapan mata yang tak mampu memberikan penjelasan, dan jawaban yang hanya mampu diberikan oleh isyarat tubuh, yah, ini takdir tidak perlu diberi nama.

Dalam setiap pertanyaan, dalam setiap gundah, dalam setiap ketakutan, dalam setiap penantian panjang bertahun-tahun, aku seperti terkurung dalam kumparan nikmat dengan sensasi yang berbeda-beda, kumparan sensasi yang telah kita ciptakan, mungkin seperti rasa syukur yang tak pernah habis untuk dipanjatkan. Aku ingin selamanya terjebak dalam kumparan rasa ini.

Dan, hari ini, aku benar-benar menjadi perempuan yang belajar tentang sesuatu yang bernama ‘rasa’. Gugup yang hilang bersamaan dengan angin yang abstrak, kebekuan yang mencair bersamaan dengan melelehnya keringat di ujung hati, dan senyum yang berat, yang terseret-seret oleh deretan kursi yang usang.

Tuhan, takdir ini benar-benar tak perlu diberi nama, sebab hari ini aku telah melihat apa yang ingin aku lihat, dengan diam, tanpa suara, dengan napas yang agak tersendat. Yang melintasi panca indera. Terimakasih untuk energi luarbiasa yang tiba-tiba datang merayapi hingga ke ujung-ujung syaraf, pusarannya ada pada diri lelaki bernama kekasih, yang memakai baju bermotif kotak, bercelana jeans biru. Di suatu siang, saat terang dan mendung sedang saling bertukar ‘rasa’.

Menjelang tengah malam, di hari yang sama

Bahkan dalam ingatan sekalipun, engkau terlihat gagah dan mempesona, cinta untukmu adalah yang untuk dan tidak terlihat.

Situasi bukan milik kita, tapi milik keadaan, maka Tuhan mentakdirkanku untuk menjemput takdir yang lain, untuk kali ini kita akan berlawanan arah, saling menelikung arah mata angin, karena Tuhan tahu di sana aku bisa lebih melihatmu, karena di sana kita pernah benar-benar memiliki waktu, menaklukkan keadaan dan tak tersekat oleh ruang. Seperti baru kemarin saja.

Aku sedang menyiapkan sesuatu, seperti doa-doa panjang yang akan kusampaikan untukmu, untuk lelaki terkasih yang tadi siang kupandangi dalam diam, tanpa suara, tanpa permintaan, yang setiap pertanyaan dan jawaban memerlukan isyaratnya sendiri, untuk lelaki yang pernah memberiku keadaan, ruang dan waktu pada saat yang bersamaan. Kau tahu, aku tak pernah menyesal mengatakan cinta padamu.

11.08 pm

Bilik hati

Note: terimakasih untuk seorang sahabat yang telah mau menyisakan sedikit waktunya untukku siang tadi

Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)