Sabtu, 26 Mei 2012

Perjanjian

Aku rindu bau tanah selepas hujan di kota itu. Sebab kita pernah menikmati rasa dengan cara yang tak biasa, seperti romansa yang dibalut kenangan, maka debar selalu saja memberi makna dengan sangat peka.

Seperti apa rupa lorong-lorong yang pernah kita lalui waktu itu? Masihkah bergelantung senyum di kolopak bibirnya? Dan seperti apa matahari yang terbit di ufuk itu? Masihkah selalu merona dengan jingga yang memeluk wujudnya?

Tak pernah habis, kata akan selalu ada untuk menjabarkan keadaan. Juga tentang lekuk-lekuk kota ini, di mana kita pernah bertemu dalam diam dengan mata mengerling. Sekedar untuk mengisyaratkan sesuatu, bahwa beginilah aplikasi dari perjanjian yang tak pernah tertulis itu.

Ah, perjanjian itu, hingga kapan akan terus kita patuhi. Mengapa tidak ada yang berani untuk melanggar, bukankah tidak ada materai yang memaksa kita untuk saling mematuhi?

Cinta, inilah debar, dan inilah warna, jingga yang selalu memberi hangat, dan degub yang selalu menterjemahkan rasa.


Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)