Senin, 24 September 2012

Altar Takdir


Malam ini aku tak perlo lorong-lorong sembunyi itu, meski aku tahu menelusurinya akan membawaku pada pengalaman hidup yang tak terdefinisi. Malam ini aku hanya ingin menyusuri altar luas yang tak bertepi ini, mencoba menikmati bayangmu dalam temaram imajinasi.

Kata dan rasa telah melebur, mencari ruang dalam jalannya sendiri. Itulah mengapa untuk kali ini lorong sembunyi itu telah kehilangan fungsi. Di noktah merah catatan garis takdir kita, banyak tanda tebal yang mesti digaris bawahi, aku dan engkau adalah dua kisah, namun terpatri dalam satu sejarah yang tak pernah usang.

Bagaimana imajinasi tumbuh tanpa henti, perlahan tapi eksponensial, sekali waktu ia menjelma menjadi teman tidur pengganti mimpi. Ia menggantikan kabut yang hinggap di punggung pagi selepas hujan. Ia mengubah sekat malam menjadi misteri yang mengagumkan.

Itulah mengapa bosan tak pernah hinggap, mesti lelah mendera membuat hati lebam, meski kadang jenuh, jemu datang pada saat yang bersamaan. Meski kadang terasa seperti hampir menyerah. Tapi imajinasi tak pernah menemui akhir.

Aku menunggumu di altar ini, di bawah temaram dunia dengan udara yang tak bersahabat, aku hampir menggigil, tapi aku tetap akan bersabar, altar ini memberiku kepastian tentang engkau.[]

Hotel Aceh | Sabtu | 15 September 2012 | 19; 29 pm
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)