Sabtu, 09 Oktober 2010

Untukmu & Untuk Tuhan

Di manapun kamu, bagaimanapun kabarmu, aku hanya bisa berharap dan berdoa supaya kamu selalu dilindungi oleh Allah dan selalu diberikan kesehatan.dan aku berharap kamu bisa dan sempat membaca catatan kecil ini. Tulisan ini kubuat bukan sebagai sapaan basa-basi hanya untuk mencari perhatian dari siapapun. Perhatian, sekecil apapun bentuknya, bagi kita mungkin telah kehilangan makna.

Catatan ini kubuat juga bukan untuk menceritakan perasaaan rindu dan kehilangan yang bertubi-tubi, rindu itu seperti mata air yang terus menerus mengeluarkan air sekalipun tidak ada seorangpun yang mengetahui atau mengambil air itu. Air itu akan tetap mengalir dan terus mengalir, begitu juga rindu, ia akan terus ada dan akan selalu ada. Walaupun kamu tidak pernah merasakan (atau pura-pura tidak tahu) kalau aku selalu menyimpan rindu yang besar dan banyak untukmu.

Satu hal yang sering aku lupa bahwa kita dipertemukan oleh perbedaan, artinya sekuat apapun aku berusaha membuat persamaan, kita tetap berbeda. Dan perbedaan itu lambat laun membuat sekat di antara kita, dengan sendirinya dan tanpa pesan apapun.

Isyarat yang tanpa penjelasan itu kadang terbaca dalam diam, melalui perubahan sikap, kemiskinan kata-kata, dam salam sapa yang kian menyusut dan aus. Memang, ada saatnya kayu menjadi api, terbakar menyala-nyala, panas dan menjadi bara, lalu padam dan menjadi arang. Mungkin sekarang kita telah menjadi arang. Atau mungkin sumbu cinta yang kita punya terlalu pendek, hingga begitu cepatnya padam. Atau mungkin sebentar lagi segala cerita tentang kita akan menjadi abu, diterbangkan angin dan sama sekali tidak meninggalkan bekas.

Ini hanya catatan kecil, tapi mungkin terlalu panjang untuk disebut sebagai catatan. Tapi sebagai sebuah kisah ini amatlah sangat pendek. Hanya di sini aku punya kesempatan untuk bicara, mengeluarkan isi hati dan pikiran, walaupun aku sendiri tidak begitu yakin apakah kamu akan membacanya. Tapi paling tidak hati menjadi lega dan semua beban hati berkurang. Memang, kadang-kadang kepadatan rutinitas dan kesibukan seringkali menjadi alasan yang kuat dan jitu. Begitu klise. Tetapi realitanya banyak kisah-kisah klise yang berdampak sangat signifikan dalam kehidupan seseorang. Tetapi bukanlah ke-klise-annya yang mesti disalahkan, tapi sikap dalam membuat keputusan dan pilihan.

Banyak yang aku ingin tanyakan, banyak yang ingin aku diskusikan denganmu, tepatnya aku ingin mendengar suara dan tawamu dengan jeda yang lebih lama dan panjang. Tak lebih. Tapi itu bukan kebutuhan mendesak, artinya kalaupun tidak terjadi ya tidak apa-apa. (aku mulai terbiasa dengan kebohongan perasaan). Toh, masih banyak suara-suara lain yang bisa didengar, ada suara angin yang selalu riuh, suara burung, suara binatang malam hingga suara detak jantung dan denyut nadiku sendiri. Hanya saja, mereka semua bukan kamu.

Mungkin aku akan patah hati, walau tidak bisa disembuhkan tapi aku yakin tidak terlalu menyakitkan dan tidak akan merugikan orang lain, karena bagiku ditinggalkan jauh lebih terhormat daripada meninggalkan. Setidaknya ini lebih baik daripada bersembunyi di balik kepura-puraan. Pura-pura dicintai, pura-pura disayangi, pura-pura punya orang yang peduli terhadapku, padahal semuanya bohong. Kamuflase. Setidaknya dengan seperti ini aku terlepas dari tipuan-tipuan, tipuan kata maupun tipuan perasaan.

Tapi percayalah, rasa hormat untukmu tidak akan pernah berkurang, artinya, bagiku tidak ada bekas orang yang dihormati, rasa hormat terhadapmu akan selalu ada, karena kamu orang yang pintar, baik, bijaksana, cerdas dan juga kaya. Perpaduan yang cukup sempurna bagi seorang laki-laki yang akan membuat perempuan manapun jatuh cinta. Seperti aku jatuh cinta padamu. Tapi kadang-kadang kepintaran juga dapat membawa seseorang pada kelicikan.

Dan rasa syukur selalu kepada Tuhan karena pernah mengirim seseorang seperti kamu dalam hidupku, diberi kesempatan jatuh cinta dan mencintai, diberi kesempatan melihat manik matamu, diberi kesempatan menyentuh dan mencium pipimu, diberi kesempatan untuk membelai rambutmu. Mata yang sampai hari ini masih membuatku tergila-gila. Mata yang memancarkan binar dan kemudaan sekalipun usiamu tidak lagi muda. Mata yang....selalu tersebar di mana-mana. Mata yang selalu membuat rindu.

Semua itu anugerah, anugerah yang melahirkan energi positif dan begitu berarti dalam hidupku. Energi yang membuatku bisa bertumbuh dan terus bertumbuh. Agar aku bisa menjadi lebih baik dari orang-orang di sekelilingku, energi yang bisa membuatku terus mengimprovisasi diri, seperti yang pernah kamu tulis dalam surat panjang untukku, beberapa tahun yang lalu, kamu masih ingat? Saat di antara kita masih belum ada rasa cinta, saat sayang yang tercipta di antara kita adalah rasa sayang dari seorang kakak untuk adiknya, dan adik untuk kakaknya. Namun, ketika pelan-pelan rasa itu berubah menjadi cinta dan rindu yang tidak biasa, kita juga tidak dapat menyalahkan siapapun, sebab masih seperti yang kamu bilang, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Lalu, ketika rasa itu tidak mau pergi, kita juga tidak tahu mau menyalahkan siapa. Sebab kemungkinan-kemungkinan yang ada telah menjadi perekat perasaan.

Aku juga masih ingat, kamu bilang orang yang selalu terbuka adalah orang yang terus ingin maju. Dan aku ingin seperti itu; dengan atau tanpa kamu.

Besok aku pindah dari rumah ini, rumah yang telah aku tempati selama delapan tahun lebih, tiga tahun seorang diri dan lima tahun lebih bersama kamu, jasadmu memang tidak pernah hadir di sana, tapi bayanganmu selalu hadir dalam keseharianku, menempel di langit-langit yang selalu bisa kupandangi saat aku tidur, menemani kesendirianku, menghibur gundah dan menepis sepi, bayangan yang selalu muncul di dinding kamar seperti reinkarnasi yang bisa disentuh, dipandangi dan dicandai. Kita telah hidup bersama, pada saat aku mulai mengikrarkan bahwa aku telah menikahkan jiwaku denganmu. Apakah kita bercerai? Tidak. Aku hanya melepaskan jasadmu, dan bukan jiwamu yang telah tumbuh dalam diriku. Apakah ini berlebihan? Mungkin iya bagimu, tadi tidak bagiku, karena bagiku hati hanya memilih sekali dan itu tidak pernah salah. Sekalipun jasad sering menterjemahkannya secara berbeda.

Di kamar ini suaramu selalu menggema melebur bersama angin, suara yang menenangkan saat gundah mendera diri, suara yang meninabobokan saat kantuk mulai menyerang, dan suara yang selalu hadir saat tawa-tawa kita mencari muaranya. Suara yang...seringkali mengusik adrenalin dan memerindingkan bulu kuduk.

Apakah dengan pindah dari rumah itu akan menghapus semua kenangan tentang kamu? Juga tidak. Batu yang dipahat tidak akan pernah terhapus oleh keadaan. Tapi dengan meninggalkan rumah itu setidaknya aku bisa memberi gradasi warna yang berbeda pada kehidupan setelah itu. Dinding hati ini terlalu banyak dihiasi dengan pigura2 tentang kamu, di rumah baru nanti aku akan berusaha untuk tidak menambahnya (karena menguranginya akan membutuhkan energi yang besar, dan luka yang sangat panjang). Di rumah baru nanti aku akan punya sedikit sekali waktu untuk mengenang semua kenangan kita, dan aku hanya punya sedikit waktu untuk berfikir tentang kesedihan, luka, kecewa dan apapun namanya.

Apakah ini ucapan selamat tinggal atau salam perpisahan? Mungkin iya mungkin juga tidak. Bila menuruti hati selamanya aku ingin bersamamu, seperti yang selalu kukatakan padamu, aku ingin hidup denganmu, punya anak-anak darimu, berharap suatu saat bisa memotong kuku-kukumu yang panjang, atau apapun juga...

Tapi memang realita seringkali berlawanan dengan apa yang diharapkan, kalaupun ini akan menjadi realita, itu akan menjadi potongan kisah tersendiri dalam hidupku. Bahwa kelak, ketika mimpi-mimpiku menjadi nyata, ketika ada sesuatu yang berubah, kamu akan menjadi orang pertama yang aku terimakasihi, karena kamu sempat memberikan cinta untukku. Dan karena cinta itu telah memberikan inspirasi yang besar bagiku untuk berubah.

Terakhir, aku ingin berdialog dengan Tuhan, agar Tuhan menyampaikan kalimat-kalimat ini untukmu.

Tuhan, terimakasih telah kirimkan dia dalam hidupku, kalau boleh jujur, hanya dengan dia aku mengerti tentang hakikat cinta yang sebenarnya, hanya dengan dia aku belajar tentang apa artinya ketulusan dan memberi, sesuatu yang berlaku tanpa syarat dan tanpa pamrih. Hanya dengan dia aku belajar tentang menerima keadaan dengan ikhlas, dan hanya dengan dia aku belajar berdamai dengan diri sendiri. Dengan dia aku belajar menahan gejolak dan amarah, dengan dia...aku mengerti bahwa cinta itu sesuatu yang luar biasa dan menakjubkan. Dan karena dia pula aku paham betul tentang arti kata rahasia.

Tuhan, hanya dengan dia aku merasa menjadi perempuan seutuhnya, menyebut namanya saja sudah mengalirkan energi listrik yang menjalari seluruh urat-urat syaraf, mengusik adrenalin dan membuat tubuh bergetar.

Dengan dia, sisi lain keperempuananku terasah, aku merasa telah menjadi ibu yang menyaksikan anak-anakku bertumbuh, anak yang tdak bisa kupeluk, kusentuh atau kutatap matanya. Tapi aku mencintai dan menyayangi mereka dengan sangat. Dan aku rindu memeluk salah satu di antara mereka.

Tuhan, karena dia aku berani menjalani hidup, dan karena dia aku relakan katup hatiku tertutup untuk nama-nama yang lain, karena setelah namanya tak ada inisial lain. Dan, kalaupun Engkau berkehendak lain, itu akan tetap kujalani sebagai salah satu kisah tersendiri yang mungkin akan menjadi pelengkap hidupku. Tuhan, hatiku adalah lautan terdalam yang menyimpan banyak rahasia tentang dia, tentang lelaki yang sangat luar biasa yang pantas dan layak dicintai. Yang sering menjadi tanda tanya tentang siapa dan bagaimana dia. Dan jawaban-jawaban itu tak lebih dari sepotong senyum yang tidak memberikan penjelasan apapun.

Tuhan, aku pernah menangis di hadapan perempuan yang sangat kucintai; ibuku. Seingatku, aku jarang sekali menangis tetapi sekali dalam hidupku aku pernah menangis di hadapannya hanya untuk dia, dengan suara yang patah aku menceritakan tentang perasaan dan gemuruh hatiku yang saat itu sedang berkecamuk menahaan rindu untuknya. Dan itu adalah hal terbodoh yang pernah kulakukan, maksudku, cinta kadang-kadang sering membawa kita pada kebodohan.

Tuhan, sampaikan salam rinduku untuknya, katakan bahwa cinta ini akan selalu ada, sejak dulu, sekarang dan esok. Tuhan, dia adalah lelaki bukan suamiku yang akan selalu menjelma sebagai apapun, sebagai bulan, matahari, angin, senja, malam,sebagai lautan yang akan selalu bergemuruh, di sini, di hatiku.

Tuhan, tolong pejamkan mataku, agar aku bisa meraba wajahnya, menyentuh matanya, menarik sketsa alisnya, menyentuh bibirnya, merasakan hangat nafasnya dan mendengar detak jantungnya. Tuhan, aku ingin menciumnya sekali lagi, dan setelah itu semuanya akan usai.

Bye

with love

Aku 

---------------------------

on Saturday, 09.10.10

10.02 pm

*(Kepada seorang sahabat; belajarlah dari keadaan yang akan mendewasakan, dewasa itu indah dan menakjubkan)

Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

1 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)