Jumat, 09 Januari 2015

Belajar Ekologi di Hutan Kota



Hadirnya Taman Hutan Kota memberikan suasana berbeda bagi masyarakat urban yang sehari-hari kerap diserbu polusi

SEKELOMPOK remaja menyusuri lorong jalur pejalan kaki di Taman Hutan Kota BNI. Mereka saling berceloteh dan tertawa riang. Kadang berlari kecil sambil saling berkejar-kejaran. Sesekali, salah satu di antara mereka menunjuk-nunjuk ke sekitarnya. Puluhan jenis tanaman yang mereka lihat di sana rupanya cukup menarik perhatian.

Setelah menyusuri lorong berkelok sejauh beberapa puluh meter, mereka mulai menapaki jembatan tajuk yang menanjak. Usai menuruni jembatan tajuk ada beberapa fasilitas bermain seperti perosotan dan enjot-enjotan. Di sanalah mereka berhenti untuk menikmati fasilitas gratis itu. Layaknya pergi piknik, sekelompok remaja yang mengaku tinggal di Darussalam itu juga membawa makanan kecil untuk disantap bersama.

Jembatan tajuk di Hutan Kota BNI yang berada di Gampong Tibang, Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh telah menjadi ikon tersendiri yang menjadi daya tarik pengunjung. Seluruh lantai jembatan terbuat dari kayu. Begitu juga railing yang berfungsi sebagai tempat untuk berpegangan. Tapi jangan sekali-kali duduk di railing tersebut karena sangat berbahaya. Jembatan ini sangat panjang, membelah hingga ke hutan rawa yang ditanami mangrove jenis Rhizophora sp.


Dari titik tertinggi jembatan akan terlihat rumah-rumah penduduk di sebelah selatan dan barat.  Jua tambak-tambak yang ditumbuhi pohon bakau di utara dan kampus swasta di sebelah timur. Jika cuaca sedang cerah dari arah utara akan terlihat sebuah pulau kecil menyembul ke atas permukaan laut. Itulah Pulau Weh, pulau di ujung barat Indonesia dengan kota terbesarnya Sabang. Jaraknya sekitar 33 kilometer dari Banda Aceh. Dari jembatan ini pengunjung juga bisa menyaksikan matahari perlahan tenggelam di ufuk barat.

Di selatan terbentang gugusan Bukit Barisan yang memesona. Berupa jajaran pegunungan yang membentang dari ujung utara (Aceh) Sumatera hingga ujung selatan (Lampung) Sumatera. Gugusan Bukit Barisan ini memiliki panjang kira-kira 1.650 kilometer. Dari Banda Aceh jaraknya sekitar 24 kilometer.

Dibangun tahun 2011 lalu, Hutan Kota BNI kini menjadi salah satu tempat rekreasi gratis bagi masyarakat Banda Aceh. Sore itu, Sabtu 15 Februari 2014 selain sekelompok remaja tadi, ada puluhan pengunjung lainnya yang datang ke Hutan Kota BNI untuk menghabiskan waktu sore mereka. Ada yang datang bersama teman sebaya. Ada juga yang datang bersama keluarga masing-masing.

Andi Mauliza misalnya, bocah kelas enam SD itu datang bersama kakaknya. Setiap menemui papan informasi Andi berhenti dan mengamati setiap detil penjelasannya. Kadang suaranya terdengar nyaring saat membaca tulisan-tulisan yang mulai kusam dimakan waktu.

“Baru pertama kali datang ke sini, tempatnya menyenangkan, kalau dekat pasti setiap hari mau main ke sini,” ujar bocah yang tinggal di Gampong Punie, Aceh Besar itu. Ia juga merasa takjub saat melihat ada jenis tanaman atau hewan yang ada di taman itu, pernah dilihatnya di tempat lain.

Saat melewati hutan bakau misalnya, ikan-ikan kecil yang berenang di tambak membuatnya terpukau. Ikan-ikan kecil itu terlihat bergerombol. Sesekali bocah itu berseru riang. “Lihat itu ikan kepala timah!” atau “Ada kepiting!” katanya.

Tempat ini awalnya hanya lahan kosong yang disulap menjadi layaknya sebuah ekosistem hutan. Bedanya hutan ini lebih bersih dan tertata rapi karena memang selalu dirawat. Ada sekitar 95 jenis pohon yang tersebar di areal seluas 7,15 hektar. Tak hanya ditanami pohon keras yang berumur panjang saja, di sini juga banyak bunga-bunga dengan warna-warna yang menyolok.

Selain untuk mencegah polusi udara, taman hutan kota ini juga memiliki fungsi ekologis. Sejak terbentuk beberapa tahun lalu ada sekitar 22 jenis burung yang mulai beradaptasi di sana. Belum lagi hewan-hewan kecil lainnya yang menjadi rantai sebuah ekosistem alami.

Pembangunan taman ini melibatkan Pemerintah Kota Banda Aceh, Yayasan Bustanussalatin, BNI dan masyarakat Gampong Tibang. Masyarakat setempat juga terlibat dalam pengelolaan taman. Misalnya dalam pembersihan lahan, jalur bagi pejalan kaki, saluran pembuangan air hujan serta pembangunan fasilitas pendukung lainnya seperti toilet dan kolam penampungan air.

Selain mendapatkan pemandangan asri, di sini pengunjung bisa sekaligus belajar. Terutama tentang vegetasi dan fungsi ekologi. Setiap pohon yang ditanam dilengkapi dengan papan nama. Informasi lainnya juga ditempel di beberapa tembok yang ada di taman.

Taman Hutan Kota BNI ini letaknya hanya sekitar lima kolometer dari pusat kota Banda Aceh. Jika kita pergi dengan kendaraan roda dua, membutuhkan waktu sekitar 20 menit dengan kecepatan rata-rata 40 kilometer per jam. Mencarinya juga tak sulit, pintu masuknya terpaut beberapa meter sebelum jembatan Krueng Cut. Sebelum masuk pengunjung harus membayar biaya parkir Rp 2 ribu untuk kendaraan roa dua, dan Rp 5 ribu untuk roda empat. Waktu berkunjung mulai dari pukul sembilan pagi hingga pukul setengah tujuh petang.

Taman Hutan Kota BNI juga dilengkapi fasilitas lapangan basket merangkap lapangan futsal. Setiap sore banyak anak-anak muda yang memanfaatkan lapangan tersebut. Tempatnya yang alami dan menarik membuat taman ini juga menjadi perhatian sejumlah fotografer. Beberapa komunitas pernah membuat kegiatan hunting foto bersama di sana.

Selain itu juga ada taman yang disebut Taman Wali Kota Nusantara. Di taman ini ditanam berbagai jenis pohon khas dari berbagai kota di Indonesia. Misalnya pohon Andalas dari Padang, Kayu Hitam dari Kota Palopo dan Laban/Mane dari Kota Langsa. Ada juga pohon-pohon lain yang namanya terdengar unik seperti Janda Merana, Barat Daya, Bulian dan Nyamplung.


Pohon-pohon yang ditanam di sana umumnya pohon-pohon khas daerah pesisir seperti Cemara Laut, Ketapang, Waru dan Geulumpang. Paling dominan adalah pohon Trembesi. Mungkin karena pohon ini memiliki kemampuan menyerap karbon lebih tinggi. Hadirnya taman hutan kota ini tak hanya menambah daftar tempat rekreasi di Banda Aceh, tetapi juga menjadi sarana belajar bagi masyarakat. Terutama anak-anak.[]

Artikel ini ditulis sebagai content Majalah Pariwisata 'Diwana' milik Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh Edisi I.
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)