Rabu, 16 Juni 2010

Dalam Gerimis

Di hujan gerimis itu, kulihat kau berjalan pelan. Matamu lurus menerjang butir-butir hujan, badanmu melayang-layang terkibas angin yang kencang. Sementara langit yang merah kian menenggelamkanmu dalam silau yang panjang. Kau tersaruk-saruk dalam desau angin yang liar.

Aku menyusurimu di belahan jalan yang lain, mengamatimu, mengikuti gerakmu yang mistis, menyeimbangkan diri dengan liukan angin yang begitu nakal. Aku ikut tersaruk, dalam desau angin, ikut tenggelam dalam silau yang dahsyat.

Kita berjalan beriringan, namun dalam ritme badan jalan yang berbeda, aku melihatmu, memanggilmu, tapi suara lengkingku hilang sebelum resonansi suara sampai ke telingamu. Kau tetap berlalu dan aku terus mengejar. Setiap kali aku akan meraih lenganmu yang terapit-apit, setiap kali pula kau terlempar pada jarak yang begitu jauh. Seperti apa kau berjalan, secepat kilat yang sesekali datang bersamaan dengan gemuruh yang resah. Aku ternga-nga, ada apa gerangan denganmu?

Masih dalam hujan yang gerimis, kali ini agak sedikit lebat, dan kau mulai terlihat basah, rambutmu sujud di atas cangkang yang melindungi otakmu. Langit tak lagi merah, cahaya telah meredup, kini gelap yang hadir memasung, dunia dan cakrawala. Tapi kita masih bertahan, kau terus berjalan dan aku terus mengikuti.

Kupanggil namamu sekali, kau menoleh tapi tak menjawab, aku lega, tak sia kuikuti kau sejak tadi. Cemasku hilang, gundahku berkurang. Kau lempar senyum, senyum yang telah membuatku tak alpa mengingatmu sejak bertahun-tahun yang lalu. Hatiku merekah. Gelap ini adalah gelap terindah sepanjang hidupku, sepanjang hariku menunggumu, hingga kutemukan kau di tengah gerimis matahari yang merah hingga gelap mencengkeramnya.

Kupanggil lagi namamu, berkali-kali, tapi kau tak lagi menoleh, pergi dan terus pergi, aku terkapar dalam halusinasi yang kejam, Tuhan menjemputku dengan cara tak biasa, Tuhan mempertemukan kita di saat aku sangat ingin melihatmu, walaupun aku hanya mampu melihatnya dengan imajinasiku, bahkan hingga jasadku hancur berkeping-keping dan darahku bercampur air hujan, aku masih bisa memanggil namamu, nama yang akan membuatku selamanya hidup. Kamu!



17.31 pm
16-06-2010

--------------------
Ihan Sunrise
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)