Jumat, 09 Juli 2010

Belajar dari Yusuf

Bila Tuhan mentakdirkanku menjadi Yusuf Subrata dan kamu ditakdirkan menjadi Cut Tari, sunguh, aku belum tentu sanggup menerima kenyataan seberat itu. Tapi Tuhan memang seorang pembuat skenario yang baik, dan Dia tak pernah salah dalam memutuskan siapa akan memerankan sebagai apa. Karena itu aku ditakdirkan menjadi I dan kamu ditakdirkan menjadi Z. Seperti katamu, setiap jarak yang tercipta sepanjang I dan Z adalah rangkaian kerinduan yang mempermudah kita memperoleh cinta. Kita mempunyai peran masing-masing.

Aku mencoba belajar dari kesabaran dan kebijaksanaan yang berhasil diciptakan oleh seorang Yusuf, meski kesalahan yang pernah kamu atau aku lakukan tidak separah yang dilakukan oleh Cut Tari. Apapun jenisnya, tetap saja kita pernah melakukan kesalahan. Sekecil apapun, kesalahan itu tetap akan melukai hati dan perasaan kita. Aku dan kamu.

Aku belajar tentang totalitas dalam mencintai, seperti cinta Yusuf kepada Cut Tari, bahwa cinta adalah kita ada untuk orang yang kita cintai di saat orang lain menjauh, kita ada di sampingnya di saat dia butuh tempat untuk bersandar pada saat orang lain mencibir, bahwa cinta, adalah kita selamanya ada di sisinya, saat orang lain tak bisa lagi menemukan sesuatu yang layak dan patut untuk dicintai pada seseorang karena perubahan fisiknya, tetapi kita mampu melihat dengan jiwa dan hati bahwa dia adalah pangeran atau bidadari yang selamanya patut untuk dicintai dalam kondisi apapun. Seperti itulah aku ingin mencintaimu.

Cinta adalah mampu memaafkan, cinta adalah mampu mendengar dengan segenap kelapangan hati dan panca indra. Cinta adalah gabungan komunikasi lahir dan batin yang begitu sakral.

Tapi cinta sama sekali tak pernah mengajarkan pengkhianatan. Karena cinta mengajarkan tentang kehormatan dan menghormati. Karena itulah aku menghormatimu, sebab aku cinta!

Ihan Sunrise
________________

09-07-2010
09:28 PM
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)