Minggu, 01 April 2012

Hikayat Hati (Dua)

ilustrasi
Juga pada kali itu, mestinya takdir adalah milik kita Cinta. Tapi aku hanya bisa menyentuh rumput kering itu serupa menyentuh wajahmu dalam ketinggian imajiku, di kota itu, malam itu aku berjanji bahwa aku akan kembali untuk mencium jejakmu.

Di dinding langit aku mencari sketsa wajahmu, di antara baluran mendung dan kerlip bintang yang hanya satu-satu, di sudut kota itu kau pernah menceritakan tentang purnama kepadaku.

Dan, seolah-olah pendarnya kurasakan malam itu meski aku tahu bahwa bulan sabit pun tidak, bau rumput itu Cinta sungguh semerbak, seperti serbuan wangi tubuhmu ketika kurapatkan hidungku ke dahimu. Seolah sama hinggapnya seperti ketika kau labuhkan bekas ciumanmu ditubuhku.


Entahlah, dalam senyap malam yang menggigil ada sesuatu yang tertinggal di sana, semacam air mata yang jatuh melebur dalam udara kota pantai yang panas, namun membuat beku.
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)