Selasa, 05 Agustus 2014

Kami Sudah Bercerai

ilustrasi cerai
Sebut saja namanya Faula. Dia teman saya waktu di pondok pesantren dulu. Setelah belasan tahun tidak bertemu, kami kembali bersua saat lebaran Idul Fitri kemarin. Saya dan Faula bertemu di rumah Abu, pemimpin pondok pesantren tempat kami mengaji dulu.

Tak ada yang berubah dari Faula, setidaknya saya langsung mengenali wajahnya begitu masuk ke rumah Abu.

"Faula kan?" Tanya saya sambil menyodorkan tangan untuk bersalaman. Dia mengangguk, sambil merengkuh sodoran tangan saya.


Saya duduk di sampingnya. Wajah Faula tampak cerah dengan setelan baju warna kuning telur dan kerudung warna senada. Bibirnya tak henti mengembangkan senyum, bicaranya juga masih sama seperti dulu; lembut. Sesekali ia berbicara dalam bahasa Indonesia dan saya jawab dengan bahasa Aceh.

"Kamu pergi dengan siapa, dengan Iyan ya?" Tanya saya kemudian.

Iyan, suami Faula adalah teman saya. Kami satu angkatan saat SMP dan SMA walau tak pernah satu kelas. Saat tamat SMA Iyan melamar dan menikahi Faula yang waktu itu baru tamat SMP. Saya sendiri tak bisa hadir di pesta pernikahan mereka karena begitu tamat SMA langsung ke Banda Aceh untuk melanjutkan kuliah. Tapi jauh-jauh hari sebelum mereka menikah, saat kami masih sama-sama mengaji di pesantren, Faula sering bercerita mengenai rencana pernikahannya dengan Iyan.

Saya masih ingat wajahnya yang berbinar-beniar kala menceritakan 'keberuntungannya' menikah muda. Apalagi saat itu Iyan sudah bekerja di PLN ranting di kecamatan tempat kami tinggal. Saya dan juga beberapa teman lain turut memberikan selamat dan ikut berbahagia. Tapi mendengar jawaban Faula hari itu sungguh membuat saya kaget.

"Kami sudah bercerai!" Kata Faula lirih.

Sesaat saya terdiam. Dalam hati ingin bertanya kok bisa?

"Makanya jangan menikah sama pria ganteng!" Katanya lagi.
Saya masih diam. "Ehm tapi tidak semua pria ganteng seperti itu." Lanjut Faula seolah meralat kata-kata sebelumnya.

Saya masih belum tahu apa yang terjadi dengan biduk rumah tangga mereka. Saya mencoba memancing dengan beberapa pertanyaan, dan Faula sepertinya tidak ingin masalah pribadinya diketahui. Ia cuma bercerita bahwa mantan suaminya itu sekarang menjadi tahanan luar karena kasus narkoba.

"Selama masih dengan saya aja sudah dua kali digerebek di rumah karena ketahuan nyabu," suaranya terdengar tertahan.

Saya menduga-duga, mungkin itu penyebab retaknya rumah tangga mereka. Faula juga bercerita selama sepuluh tahun menikah mereka belum dikaruniai buah hati, saya tak berani bertanya lebih jauh apakah itu juga menjadi salah satu pemicu. Bukankah banyak pasangan yang memutuskan berpisah karena tidak punya keturunan?

"Syukurnya kami belum punya anak," katanya sambil tersenyum.

Dua tahun setelah bercerai Faula pergi ke luar kota, ia bekerja di sebuah toko sepatu. "Ijazah SMA saja saya tidak punya," katanya.

Lagi-lagi saya hanya bisa tersenyum. Kehilangan kata-kata. Di usia yang begitu muda, belum genap 30 tahun Faula sudah menyandang status janda. Status yang saya yakin tidak seorang perempuan pun di dunia ini menginginkannya.[]
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)