Rabu, 13 Oktober 2021

Surat-Surat untuk Arunika

Ilustrasi studybahasainggris.com


 

INI hari kelima Arunika menghabiskan dua puluh empat jam waktunya di rumah. Hari pertama, ia merasa happy-happy[1] saja, bahkan sangat menikmatinya. Bisa tidur dengan puas. Sesuatu yang terasa sangat mahal selama ini. Lalu bangun dan makan. Bisa leyeh-leyeh sambil menonton acara-acara favorit di situs penyedia layanan media streaming digital. Hari kedua Arunika mulai bereksperimen di dapur. Membuat puding dan sup iga favoritnya. Makan dengan hidangan yang dimasak sendiri ternyata bisa senikmat itu. Ia makan sampai dua kali tambah. Arunika jadi sedikit menyesal, mengapa selama ini ia membiarkan kesibukan merenggut nyaris seluruh waktunya. Hingga tak punya lagi tenaga untuk memasak.

Usai bersantap, Arunika bisa menghabiskan waktu sambil membaca buku-buku yang sudah kusam dan berdebu karena tak pernah disentuh selama ini. Keasyikan membaca hanya ia sudahi ketika azan bergema. Arunika tak pernah menyangka, di rumah saja selama berhari-hari ternyata senikmat ini. Otot-ototnya terasa regang dan longgar. Pikirannya yang selama ini selalu keruh karena beban pekerjaan menjadi lebih jernih. Sebagai seorang pekerja di lembaga bantuan hukum, Arunika telah menjelma menjadi sosok yang supersibuk. Makanya, momen di rumah ini sangat ia nikmati.

Namun, di hari-hari berikutnya Arunika mulai merasa jenuh. Aktivitas yang ia lakukan mulai terasa monoton. Tidur, bangun, mandi, makan, menonton, membaca, memasak, atau chatting, menjadi tidak asyik lagi. Arunika jadi kangen suasana kantor yang ramai. Kangen ketemu Inga yang masakannya juara dan sesekali memasak untuk mereka. Kangen celotehan Aryana yang mengalahkan cericit burung beo. Kadang-kadang terbit juga rasa kangen diomeli Bu Rani, bosnya yang sering kumat-kumatan galaknya. Kangen juga pada sapaan Pak Isa, satpam kantor yang tak pernah benar menyebut namanya.

“Selamat pagi, Bu Arungka.” Begitulah ia selalu menyapa Arunika.

“Arunika,” jawab Arunika yang tak pernah bosan mengoreksi.

“Eh, iya, Bu Arungka. Maaf, khilaf,” jawab Pak Isa lagi sambil tersenyum dan mengangguk-anguk.  

Kalau sudah begitu Arunika hanya bisa menggeleng-geleng sambil mengulum senyum yang tak mampu ia sembunyikan. “Khilaf apanya. Lidah Pak Isa perlu dikerok sama koin emas tuh kayaknya, seperti burung jalak, biar nggak khilaf lagi,” jawab Arunika sambil berlalu. Ia meninggalkan Pak Isa dengan wajah tersipu-sipu.

Membayangkan semua kebersamaan itu membuat Arunika semakin merasa terbelenggu. Semakin ia berusaha menghalau kejenuhan itu, semakin besar pula rasa jenuh itu muncul. Menjelma menjadi kerangkeng raksasa yang membuatnya tak bisa ke mana-mana. Kerangkeng itu adalah rumahnya sendiri. Dan ini baru hari kelima, sementara ia masih harus mengerangkeng dirinya di rumah selama belasan hari lagi.

Arunika merutuki dirinya. Ia kembali memutar otak. Dari siapa ia terinfeksi virus bermahkota itu. Namun, semakin dicari-cari rasanya tak kunjung ketemu di mana titiknya. Sebelumnya ia memang pernah bertemu dengan beberapa klien, tetapi ia merasa sudah mematuhi semua protokol kesehatan. Tak pernah lupa memakai masker, rajin cuci tangan, dan rutin menggunakan disinfektan. Hingga pekan lalu, saat bangun tidur Arunika merasa tubuhnya menggigil, penciumannya sedikit terganggu. Merasa curiga, ia pun memeriksakan dirinya ke laboratorium. Hasilnya? Sudah bisa ditebak.

Arunika bahkan tak berani membayangkan. Dia yang mobilitasnya sangat tinggi, tiba-tiba harus dipingit seperti ini. Kalau dipingit sebagai calon pengantin barangkali akan lain ceritanya. Pingitan ini membuatnya takut. Sulit sekali menyugesti diri kalau semuanya akan baik-baik. Kematian sesekali membayanginya. Mati sendirian. Dikubur tanpa dihadiri sanak keluarga. Arunika bergidik.

***

Nyaris seharian ini Arunika tidak melakukan apa-apa. Bahkan hampir tidak keluar kamar kecuali untuk ke kamar mandi ataupun salat. Rasa malas mulai menderanya. Ia merasa kehilangan gairah. Pesan-pesan yang masuk ke ponselnya untuk memberikan dukungan moral terus masuk. Kiriman makanan, buah, vitamin, susu, dan sayuran juga tak pernah putus. Arunika bersyukur banyak yang memperhatikannya. Namun, tetap saja ia merasa nelangsa. Arunika juga dibebaskan dari tugas-tugas kantor agar bisa fokus pada pemulihannya. Namun, beban kantor yang bertumpuk-tumpuk rasanya lebih baik daripada di rumah sendiri seperti ini tanpa seorang pun diperbolehkan menjenguk. Arunika merasa roda hidupnya berputar bukan karena virus sedang bersarang di tubuhnya, tetapi karena dia tidak bisa melihat hiruk pikuk di luar sana. Dia berusaha untuk bersikap normal, tetapi tetap saja semuanya tak sama.

Parahnya lagi, efek kebanyakan tidur di siang hari, sudah dua malam ini Arunika dilanda insonia. Dia baru tertidur setelah dini hari. Kondisi ini bukan saja membuat tubuhnya terasa lelah, tetapi juga pola istirahatnya jadi terganggu. Rasa suntuknya mulai bercabang-cabang.

Hari berikutnya Arunika baru bangun saat jarum jam genap pukul sebelas. Mungkin karena semalam ia baru bisa tidur menjelang pagi. Bisa juga karena sisa hujan semalam yang membuat langit hari ini dikulum mendung. Membuatnya tak sadar hari sudah siang. Cuaca seperti ini memang membuat malas. Namun, Arunika memaksa diri untuk tetap bangkit. Gontai ia melangkah dan membuka jendela kamar. Udara dan sedikit cahaya berebut masuk ke kamarnya. Bersamaan dengan itu, hidungnya menangkap aroma petrikor yang segar. Bersenyawa dengan aroma melati yang tumbuh di dekat jendela. Arunika menghirupnya berkali-kali. Suasana hatinya sedikit lebih baik.

Keasyikan menghidu perpaduan aroma itu membuat Arunika jadi berlama-lama berdiri di dekat jendela. Hingga netranya menangkap ada benda yang tergantung di pintu pagar. Sebuah beluam dari serat berwarna cokelat muda. “Apa itu?” batin Arunika.

Rasa penasaran membuatnya segera berlari ke luar untuk mengambil beluam itu. Beluam itu pasti sengaja ditaruh di sana dan memang ditujukan untuk Arunika karena posisinya ada di bagian dalam pagar. Arunika yakin itu sehingga diambilnya beluam itu tanpa ragu. Dipandanginya sebentar beluam yang di bagian lehernya diikat dengan pita merah. Arunika penasaran. Apa isi di dalamnya? Demi menenangkan rasa penasarannya yang mulai meronta-ronta, Arunika membuka beluam itu. Betapa terkejutnya dia saat tahu isinya hanya sebuah pesawat kertas.

Di bagian sayap sebelah kanan tertulis “Untuk Arunika”. Tak salah lagi. Beluam dengan isi pesawat kertas ini jelas-jelas tertuju untuknya. Namun, siapa yang mengirimnya? Apakah ini pesawat mata-mata? Arunika meneliti ke sayap sebelah kiri dan bagian perut pesawat. Tidak ada tulisan apa pun. Akhirnya ia putuskan untuk membongkar tubuh pesawat yang terbuat dari kertas HVS biru muda itu. Terdapat banyak kata-kata di dalamnya.

“Untuk Arunika Nirmala.”

Arunika membaca kalimat pertama itu dengan hati berdebar-debar. Siapa sih orang iseng yang menuliskan namanya dengan sangat lengkap. Dia selalu merasa tersanjung setiap kali namanya disebut dengan utuh. Ada kebahagiaan tersendiri yang merayapi relung batinnya. Saraf-saraf bibirnya mengendur.

“Andai kau tahu arti namamu. Atau kau memang sudah mengetahuinya?”

Arunika berhenti membaca. Ia malah jadi menyebut-nyebut namanya sendiri. Arunika Nirmala. Arunika Nirmala. Apa artinya?

Selama ini ia tak pernah berpikir tentang arti namanya. Orang-orang bilang namanya bagus, tetapi itu sama sekali tidak menggelitiknya untuk mencari tahu artinya. Arunika hanya tahu, nirmala adalah nama salah satu panti asuhan di kota ini. Arunika? Mungkinkah itu saudara jauhnya Srebenika? Ibunya juga tak pernah bercerita mengenai sejarah di balik pemberian nama itu.

“Barangkali kau tidak akan membiarkan matahari pagi berlalu begitu saja.” Refleks Arunika mengerutkan alis. Apa maksud orang ini menuliskan begitu?

“Memingit dirimu itu baik, karena itu artinya kau menjaga orang lain agar tidak ikut sepertimu. Tetapi mengurung diri terus-terusan di dalam rumah itu yang tidak baik.”

Alis Arunika semakin berkerut. Orang ini sudah menceramahinya. Ada sesuatu yang bergolak di dalam diriku. Arunika tidak terima. Bukannya Arunika tak tahu kalau berjemur di pagi hari baik untuk kesembuhannya.

“Keluarlah. Biarkan arunika menyiramimu.”

Hei. Orang ini menyebut namanya lagi. Eh, tapi tunggu dulu. Dia menuliskan arunika dengan huruf a kecil. Kalau sebuah nama seharusnya a besar, kan? Apa maksudnya arunika menyiramimu. Arunika semakin penasaran.

“Dua puluh atau tiga puluh menit di bawah matahari pagi tidak akan serta-merta membuatmu menjadi cokelat. Kalaupun iya, memangnya kenapa? Kau justru akan terlihat seperti Rihanna atau Chef Farah Quinn?”

Ha ha ha. Arunika tiba-tiba jadi terbahak-bahak. Padahal baru saja beberapa detik sebelumnya emosinya sedikit terusik. Namun, kini ia malah bisa tertawa lepas seperti itu. Otaknya langsung menghadirkan dua sosok mungil selebritas dengan kulit yang eksotis. Lalu ia alihkan perhatian pada kulitnya yang pucat.

Arunika masih ingin membaca surat itu, tapi sayangnya sudah tak ada kata-kata lagi yang bisa dibaca. Semuanya terasa menggantung. Si pengirim surat kaleng tampaknya sengaja membuat Arunika penasaran dan mencari sendiri apa makna dari namanya itu. Lalu buru-buru ia buka Google dan mengetikkan kata “arunika dan nirmala” secara terpisah di pencarian. Betapa takjubnya dia. Artinya sangat indah. Rasa hangat menjalari hatinya. Ingin dia berterima kasih pada orang itu.

Setelah membaca surat kaleng itu Arunika seperti mendapat suplai energi baru. Dilipatnya kembali kertas itu hingga menjadi seperti semula dan diletakkan di atas meja kecil di samping tempat tidurnya. Sedangkan beluam tadi ia gantung di paku di ruang tamu. Arunika bergegas mandi. Dia jadi merasa lebih segar. Dan sepanjang itu pula senyum kecil senantiasa menghias bibirnya. Sesekali Arunika kembali tertawa lebar. Bagaimana bisa dia terpesona pada surat tak jelas itu?

Pagi ini Arunika bangun lebih awal. Pagi yang berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Tanpa cuci muka terlebih dahulu Arunika segera melongok ke pagar lewat jendela kamarnya. Kembali tergantung sebuah beluam dari kain beludru putih bersih. Buru-buru Arunika melesat ke halaman untuk mengambil beluam itu. Kali ini isinya sebuah buku. Sebuah novel terbitan terbaru dari penulis kenamaan. Dia tahu penulis itu, tapi belum pernah membaca buku-bukunya. Arunika tak suka buku-buku bergenre sastra.

“Wow!” Arunika takjub sambil membolak-balikkan novel tersebut.

Sampulnya manis. Seorang perempuan berkimono ungu dengan rambut tergerai memegang payung motif bunga sakura. Segera dibukanya buku itu. Namun, saat Arunika sedang membolak-balik halamannya, seperempat lembar kertas terjatuh. Juga tertulis: Untuk Arunika.

“Dalam keadaan seperti ini, bacalah buku-buku yang lebih ringan. Topik-topik tentang hukum atau yang berat-berat lainnya nanti saja dibacanya, Arunika Nirmala. Suplai pikiranmu dengan bacaan-bacaan yang menyenangkan. Buku ini asyik. Aku jamin!”

“Siapa sih kamu?” wajah Arunika jadi berubah serius.

Hari-hari berikutnya Arunika selalu mendapatkan kiriman tak bertuan setiap paginya. Arunika bingung, kapan seseorang yang menurutnya tak ada kerjaan itu menaruh beluam-beluam itu di pagar. Suatu malam, Arunika mematung di jendela kamarnya hingga lewat tengah malam untuk mengintai. Arunika ingin menangkap basah orang itu. Namun, tak ada siapa pun. Ia hanya melihat tetangganya yang bekerja di sebuah laboratorium baru pulang kerja. Seorang pemuda yang berprofesi sebagai dokter. Jarang sekali mereka berinteraksi karena memang sama-sama sibuk.

Pernah juga setelah salat Subuh ia coba memantau kembali, tetapi tetap tidak ada gelagat yang mencurigakan. Namun, saat hari sudah terang dan dia membuka jendela, selalu didapatinya ada yang tergantung di pintu pagar. Isinya macam-macam. Ada gantungan kunci. Lukisan mini. Beberapa butir permen. Bahkan pernah isinya cuma batu pipih yang sudah dilukis gambar daun. Pesannya pun sangat menggelitik: masih ada beberapa hari lagi, aku sudah bingung ingin memberimu apa. Bagaimana Arunika tak penasaran.

Tanpa sadar Arunika sudah berada di rumah genap tujuh belas hari. Empat belas hari masa karantina plus tiga hari untuk memastikan bahwa dirinya sudah benar-benar sehat. Tiba-tiba saja ia jadi menyadari satu hal. Bagaimana mungkin waktu selama itu bisa terlalui begitu saja? Ke mana rasa jenuh dan frustrasi yang pernah menyerangnya hebat di beberapa hari pertama karantina? Mengapa hari-harinya yang sempat terasa gloomy[2] tiba-tiba menjadi secerah mentari pagi. Meskipun seorang diri melewati semua itu, tetapi Arunika merasa seperti ada teman yang khusus menemani. Siapa dia? Hati kecil Arunika berbisik. Setiap kali bertanya pada diri sendiri, setiap kali pula ia teringat pada beluam-beluam yang tergantung di pagar. Selalu terbit pula senyumnya. Namun, pagi ini ia tidak melihat ada beluam yang tergantung di pagar. Hatinya sempat pias.

Buru-buru ia tepis perasaan tidak nyaman itu. Arunika pun pergi ke kamar mandi dan perlu bersiap-siap untuk ke laboratorium. Dia ingin melakukan rapid test, untuk memastikan bahwa dia sudah tidak reaktif lagi.

Di luar apa yang Arunika pikirkan, tetangga depan rumahnya yang sudah siap dengan setelan dinasnya tampak terburu-buru menggantungkan beluam biru muda di pagar rumah Arunika. Semalam dia tidur sangat pulas sehingga terlewatkan menggantungkan beluam yang biasa dilakukannya setiap kali bangun untuk salat Tahajud. Dialah yang sebelumnya memeriksa sampel Arunika di laboratorium. Dokter muda itu sempat kaget saat melihat nama tetangganya berada di daftar antrean tabung sampel yang harus diuji. Saat hasilnya keluar dan Arunika diketahui positif Covid-19, dia sempat ingin memberitahukannya secara langsung. Namun, ia tak cukup punya nyali.

Lalu sebuah ide konyol tiba-tiba muncul di pikirannya. Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk “menemani” hari-hari Arunika selama masa karantina. Dia tahu Arunika gadis yang sibuk, tapi dia juga tidak begitu kuat untuk melewati semuanya. Dia harus mendukungnya.

 

Untuk Arunika:

Hebat! Kamu sudah melewati tujuh belas hari dengan baik. Semoga ke depan tak ada lagi yang memenjarakanmu seperti ini. Kecuali... kecuali terpenjara oleh rasa penasaran. :-D

 

Jantung Arunika jadi tak karuan setelah membaca isi surat kaleng itu yang disertai dengan sebuah cokelat premium. Berkali-kali ia meyakinkan diri kalau sesaat sebelum dirinya ke kamar mandi tadi, tak ada apa pun di pagar. Bagaimana mungkin dalam waktu sesingkat itu sudah ada beluam di sana? Tiba-tiba ia mendengar suara sepeda motor tetangganya yang berangkat kerja. “Dokter Oding?” ia menebak-nebak.[]

 

Cerpen ini mendapatkan penghargaan Terbaik II Lomba Penulisan Cerita Wana be the Best Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh 2020

 

[1] Senang

[2] Muram 



Senin, 21 Oktober 2019

Wakaf Saham, Cara Cerdas Investasi Akhirat di Era Revolusi Industri 4.0


Ilustrasi




MOBIL yang dikendarai Humas Aksi Cepat Tanggap Aceh, Zulfurqan, melaju di Jalan Malahayati menuju arah Krueng Raya, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, Sabtu sore (12/10/2019). Sekitar 30 kilometer dari pusat ibu kota provinsi di Banda Aceh. Bersama seorang rekan lainnya, sore itu kami bergerak menuju ke lokasi rintisan lumbung ternak wakaf milik ACT Aceh di Gampong Ie Suum, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar.

Lembaga ini, sebagaimana diketahui merupakan sebuah organisasi nonpemerintah yang fokus pada isu-isu kemanusiaan. Di samping itu juga fokus pada pemberdayaan ekonomi umat, di mana lumbung ternak wakaf dan lumbung pangan wakaf menjadi salah satu program andalannya.

Lumbung ternak wakaf ini mulai dirintis sejak awal 2019 berawal dari lima ekor domba wakaf. Kini telah berkembang menjadi 44 ekor domba. Sebagiannya merupakan domba-domba wakaf dari para dermawan, sebagiannya lagi hasil kembang biak dari beberapa induk.

"Lumbung ternak yang di sini dipercayakan untuk dikelola oleh seorang pemilik pesantren. Ke depan kita ingin hasil dari pengelolaan lumbung ternak ini bisa mendukung aktivitas di pesantren juga. Kami berusaha agar terus bisa berinovasi dalam memaksimalkan potensi wakaf produktif," kata Zulfurqan.

Tembang-tembang lawas dari music player di dashboard mobil mengalun lembut. Sekaligus menghadirkan suasana melankolia. Ditambah cuaca saat itu agak sedikit cloudy

"Jadi teringat perjalanan dengan bus dari Banda Aceh ke Medan," saya berkelakar. 

Lazimnya bus antarprovinsi dari Aceh tujuan Medan, Sumatera Utara menjadikan lagu-lagu lawas berada di tangga teratas dalam daftar lagu yang diputar. Suara-suara Broery Marantika, Pance F Pondang, dan Bhetaria Sonata, akan menjadi teman perjalanan yang menyenangkan.

Omong-omong soal investasi wakaf, obrolan pun jadi melompat ke informasi kerja sama layanan wakaf saham antara Global Wakaf (grup ACT) dengan PT Henan Putihrai Sekuritas (HP Sekuritas) yang baru saja dilakukan awal Oktober 2019. 

Memberi makan domba di lokasi lumbung ternak wakaf ACT Aceh @Zulfurqan


Dewasa ini semangat berfilantropi di kalangan umat Islam terus tumbuh dan berkembang. Hal ini bisa dilihat dari semakin eksisnya lembaga-lembaga kemanusiaan yang mengelola harta umat Islam seperi zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Harta yang dihimpun dari kedermawanan umat Islam itu tidak hanya disalurkan secara konsumtif, tetapi juga dikelola secara produktif untuk memaksimalkan perolehan deviden atau bagi hasil. Bagi umat Islam, setiap harta yang dikeluarkan atas nama agama tersebut juga memiliki dimensi ukhrawi sebagai investasi akhirat. Hal ini menjadi motivasi tersendiri bagi umat Islam dalam mengeluarkan hartanya untuk agama.

Sejalan dengan itu, perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih telah memungkinkan para individu untuk melakukan investasi akhirat hanya dengan modal sebuah perangkat digital. 

Sebagai contoh, menjelang Idul Adha misalnya, para individu yang ingin berkurban tidak perlu bersusah payah pergi ke pasar hewan untuk mencari domba, kambing, kerbau, atau sapi yang akan dikurbankan. Mereka cukup membuka gawainya, menginstal aplikasi tertentu, dan tinggal menyesuaikan antara hewan yang ingin dikurbankan dengan budget yang dipunyai. Secara otomatis ia akan terhubung dengan penyedia jasa kurban dan penerima kurban. Betapa mudah, kan?

Di tengah tren Revolusi Industri 4.0 yang tengah digadang-gadangkan saat ini, lembaga-lembaga pengelola harta umat Islam mau tak mau harus terus berbenah dan mengikuti perubahan zaman. Hal ini tak terlepas dari kondisi yang memungkinkan umat untuk memiliki aset kekayaan dalam bentuk produk-produk investasi keuangan. Kehadiran wakaf saham merupakan salah satu jawaban atas tuntutan zaman tersebut. Sekaligus akan mempermudah para filontropis muslim dalam berwakaf.

Seketika saya lupa pada lagu-lagu sendu yang sesaat sebelumnya membuat pikiran saya berkelana jauh. Kebalikan dari senandung Ebiet G Ade, saya justru merasakan perjalanan ini terasa semakin asyik saja.

Model Wakaf Saham

Kita pasti sudah sangat familier dengan wakaf tanah, kebun, atau bangunan (properti). Tapi wakaf saham? Ya, ini memang instrumen keuangan syariah yang belum begitu akrab di telinga kita orang awam. Bisa dimaklumi, mengingat pasar modal belum menjadi produk arus utama di kalangan masyarakat kita, terutama yang kelas menengah ke bawah. 

Namun, sebagaimana halnya tujuan wakaf untuk memanfaatkan benda wakaf sesuai dengan fungsinya, kehadiran wakaf saham telah turut berkontribusi dalam kemajuan dan peningkatan ekonomi umat Islam. Oleh karena itu kegiatan sosialisasi seperti festival literasi zakat dan wakaf ini sangat efektif dan perlu dilakukan terus-menerus.

Pada prinsipnya, cara melakukan wakaf saham ini tak jauh berbeda dengan wakaf harta lainnya. Hanya saja, harta yang diwakafkan berbentuk lembaran-lembaran saham yang dibeli dari mitra yang telah terdaftar di Anggota Bursa penyedia layanan Sharia Online Trading System (AB-SOTS). Artinya, tidak semua saham di Bursa Efek Indonesia bisa diwakafkan, hanya yang sudah terindeks dalam Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Modelnya ada dua, wakaf yang bersumber dari keuntungan investor saham dan wakaf yang menjadikan saham syariah sebagai objek wakaf.

Sebagai sebuah produk investasi berbasis instrumen agama, lahirnya produk wakaf saham telah melewati beberapa tahapan payung hukum seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Agama, hingga Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Jadi kita tidak perlu ragu lagi untuk berwakaf melalui instrumen ini.

Wakaf ini juga tak terbatas pada individu, tetapi juga bisa oleh lembaga atau perusahaan. Katakanlah misalnya ada sebuah perusahaan yang memiliki tabungan saham di pasar modal, dia bisa mewakafkan sekian persen sahamnya kepada nazir atau pengelola wakaf. Dengan adanya akad antara wakif dengan nazir, otomatis kepemilikan saham sejumlah yang diwakafkan tersebut telah beralih kepemilikan. Dari yang sebelumnya dari Rekening Dana Nasabah (RDN) wakif ke RDN nazir. Ketika saham tersebut menghasilkan deviden, nazir bisa mempergunakannya untuk berbagai kepentingan umat Islam.

Perbandingan skema antara wakaf saham model 1 dan 2









Direktur Bursa Efek Indonesia, Nicky Hogan dalam forum Silaturahmi Kerja Nasional Masyarakat Ekonomi Syariah pada 2016 lalu menjelaskan, sebagai wakaf produktif wakaf saham memiliki potensi besar seiring semakin diliriknya saham-saham syariah oleh para investor. Setidaknya cukup tergambar dari grafik di bawah ini:


Ilustrasi sederhana yang dipaparkan Nicky Hogan, bila 50% investor saham syariah mendapatkan profit  atau sekitar 3.500 investor per bulan saja, dengan asumsi wakaf yang disetorkan Rp100 ribu per bulan per investor, itu artinya terkumpul Rp350 juta dana wakaf per bulan. Dana ini bisa untuk memenuhi kebutuhan hingga 700 fakir miskin bila masing-masing menerima Rp500 ribu.



Penjelasan lebih detail mengenai wakaf saham | sumber video IDX Chanel





Tak Hanya Saham 

Dalam Pasal 21 Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, dijabarkan bahwa bukan cuma saham saja yang bisa diwakafkan melalui pasar modal, tetapi juga: 

Surat berharga yang berupa:
1. Saham;
2. Surat Utang Negara;
3. Obligasi pada umumnya; dan/atau
4. Surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang.

Hak Atas Kekayaan Intelektual yang berupa:
1. Hak cipta;
2. Hak merk;
3. Hak paten;
4. Hak desain industri;
5. Hak rahasia dagang;
6. Hak sirkuit terpadu;
7. Hak perlindungan varietas tanaman; dan/atau
8. Hak lainnya.


Hak atas benda bergerak lainnya yang berupa:

1. Hak sewa, hak pakai dan hak pakai hasil atas benda bergerak; atau
2. Perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang dapat ditagih atas benda bergerak.

Dengan segala kemudahan yang telah tersedia, tentunya memberikan banyak alternatif bagi wakif yang ingin berinvestasi untuk akhirat. Kondisi ini juga memberikan sinyal bagi kita umat Islam, sudah saatnya kita melek finansial dan menjadi pelaku di berbagai instrumen keuangan berbasis syariah. Termasuk dalam tata cara mewakafkan harta untuk agama. Dengan adanya alternatif berwakaf melalui surat-surat berharga, saya yang tidak memiliki aset fisik seperti tanah atau properti bisa berbesar hati. Apalagi saya juga punya akun di salah satu perusahaan sekuritas yang disebutkan di atas. Semoga bisa terus menabung saham dan suatu saat nanti bisa mewakafkan sebagiannya untuk agama.


Bersama Kepala ACT Aceh Husaini Ismail melihat lokasi lumbung ternak wakaf di Gampong Ie Suum, Kec. Krueng Raya, Aceh Besar, Sabtu, 12 Oktober 2019. @Zulfurqan


Setelah menempuh lebih dari 30 menit perjalanan, kami pun tiba di lokasi lumbung ternak Ie Suum. Di sana sudah lebih dulu tiba rombongan Kepala ACT Aceh, Husaini Ismail, dan beberapa staf lainnya. Begitu kami tiba, Pak Husaini segera mengajak kami ke kandang domba. 

Di areal seluas 5 hektare tersebut pihaknya berencana membangun lokasi peternakan terpadu yang bisa menjadi lokasi edukasi ternak sekaligus sebagai tempat berwisata. Apalagi kawasan itu memiliki pemandangan yang indah, dikelilingi bukit-bukit hijau, dan berada tak jauh dari Selat Malaka dan Kawasan Industri Aceh di Gampong Ladong. Di kawasan itu juga terdapat sejumlah destinasi wisata seperti pemandian air panas dan kebun kurma. 

Sebelumnya sama sekali tak terbayangkan oleh saya, bahwa wakaf produktif bisa memiliki prospek ekonomi seluas itu. Seperti yang telah saya sebutkan di awal tadi, di tengah persaingan ekonomi global yang semakin ketat di era revolusi industri ini, sudah sepatutnya wakaf dan harta umat lainnya juga dikelola dengan cara-cara 4.0.[]



Sumber bacaan:



1. http://www.ekonomisyariah.org/5683/wakaf-saham-alternatif-model-wakaf-produktif/
2. https://investasi.kontan.co.id/news/wakaf-saham-apa-itu
3. https://www.acehtrend.com/2019/10/11/hp-sekuritas-dan-global-wakaf-act-luncurkan-layanan-wakaf-saham-dan-digital-donasi-hpx-syariah/
4. http://www.koran-jakarta.com/enam-perusahaan-efek-kembangkan-wakaf-saham/



-->

Selasa, 12 Maret 2019

Meningkatkan Performa dengan Ponsel Premium yang Low Budget



Image by telset.id 


Sebagai pekerja media, kebutuhan saya pada ponsel pintar bisa dibilang levelnya di atas kebutuhan primer. Bukan, saya bukan kecanduan pada smartphone, tetapi pekerjaanlah yang membuat saya sangat tergantung pada benda mungil itu. Begitulah teknologi hadir untuk memudahkan pekerjaan manusia, khususnya orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan internet seperti saya ini.

Dengan perangkat mungil bernama smartphone, saya bisa dengan mudah memeriksa surel atau tulisan-tulisan dari rekan-rekan wartawan yang akan saya edit. Tentunya tanpa perlu membuka perangkat yang lebih besar lagi, yaitu laptop.

Lebih dari itu, saya membutuhkan perangkat smartphone yang cukup untuk menunjang pekerjaan saya. Kecuali saat tidur, selama itu pula saya selalu terhubung dengan ponsel. Tak terkecuali di akhir pekan atau di tanggal merah sekalipun. Lagipula, siapa sih yang mau berpisah sesaat saja dengan ponselnya di era Revolusi Industri 4.0 ini?

Berprofesi sebagai jurnalis membuat saya sering bepergian untuk urusan pekerjaan. Nah, dalam kondisi seperti ini keberadaan sebuah telepon pintar bisa dibilang fungsinya melebihi teman sejati. Selalu ada bahkan di saat yang tidak dibutuhkan.

Saat bepergian, saya termasuk orang yang sangat minimalis dalam membawa barang. Saya tidak akan merepotkan diri sendiri dengan membawa banyak barang. Andalan saya hanya satu ransel untuk memasukkan beberapa potong pakaian dan perlengkapan lainnya. Plus satu ransel untuk tempat laptop dan printilan kecil-kecil lainnya, termasuk buku yang mungkin bisa saya baca di waktu-waktu senggang.

Karena sifat minimalis ini pula membuat saya malas menenteng kamera bila bepergian. Cukup mengandalkan smartphone saja untuk segala kebutuhan dokumentasi saya. Kadang-kadang, untuk membunuh rasa bosan dalam perjalanan, saya ingin sekali menikmatinya dengan bermain game. Namun hasrat itu terpaksa saya tunda karena ponsel yang biasa saya pakai sepertinya belum mendukung penuh. Hahaha.

Ada beberapa hal yang membuat saya selalu urung untuk bermain game. Pertama, karena daya baterainya yang tidak tahan lama. Bila melakukan perjalanan jauh saya selalu berusaha menghemat penggunaan ponsel karena takut baterainya habis sebelum sampai tujuan. Memang sih saya selalu membawa powerbank, tapi kan tetap saja si powerbank-nya harus dihemat-hemat. Seringkali baterai ponsel dan powerbank habis bersamaan dan itu membuat saya kelimpungan bin mati gaya.

Kedua, ponsel saya mudah sekali panas. Hanya dipakai untuk kebutuhan standar saja sudah panas, konon lagi untuk dipakai nge-game. Bisa-bisa meledaklah dia hiks hiks hiks. Makanya selama ini saya tidak pernah menginstal aplikasi game apa pun di ponsel.

Belakangan, saya baru tahu ternyata ada ponsel yang sangat mendukung untuk meningkatkan performa saya dalam bekerja, sekaligus bisa memenuhi hasrat bermain game, yaitu ASUS ZenFone Max M2 ZB633KL. Hasil berselancar, setidaknya ada beberapa hal yang membuat saya tertarik ingin memiliki smartphone ini. Yuk, kita intip bareng-bareng:

Android Oreo 8.0:
Apakah ini bisa diputar, dijilat, dan dicelupin?




Image by dianisa.com 


Hal pertama yang menjadi pertimbangan saya ketika ingin membeli ponsel adalah "mesin"nya. Tak ayal, sebelum ke toko ponsel, saya menyempatkan diri untuk mencari-cari di internet mengenai kriteria ponsel yang ingin dibeli. Prinsip saya, jangan percaya mentah-mentah apa yang dipromosikan oleh si penjual produk. Minimal kita sendiri punya catatan mengenai kriteria produk yang ingin dibeli. Soalnya saya pernah punya pengalaman tak menyenangkan dalam membeli ponse. Jadinya makin ke sini makin hati-hati.

Saya juga melakukan hal yang sama ketika mendapatkan informasi tentang ASUS ZenFone Max M2 ZB633KL. Hingga akhirnya saya “tersesat” ke laman asus.com. Di situs resmi inilah saya mendapatkan informasi detail mengenai produk ponsel yang digadang-gadangkan sangat asyik untuk bermain game ini.

Setelah melihat-lihat, ada beberapa spek yang membuat saya jatuh hati, yaitu sistem operasinya yang menggunakan sistem operasi pure Android Oreo 8.0. Hm, apakah itu semacam biskuit yang asyiknya “diputar, dijilat, trus dicelupin” itu? Hehehe. Ya, semacam itulah. Tapi ini dalam wujud perangkat teknologi.

Android Oreo merupakan sistem operasi open source alias sumber terbuka yang khusus dikembangkan oleh Google untuk perangkat mobile, seperti smartphone, tablet, dan perangkat touch screen lainnya. Ini merupakan versi ke-15 dari sistem operasi Android yang sudah dirilis. Nama-nama OS Android memang identik dengan makanan dan bikin kita terbayang makanan enak saat menyebutnya.

Salah satu kelebihan OS ini adalah adanya fitur Picture in Picture (PIP) yang membuat pengguna bisa tetap menjalankan aplikasi lainnya meskipun ia sedang menonton video. Uhuy… belakangan saya memang suka sekali menonton video. Efeknya, saya malah nggak produktif, karena tidak bisa menyambi bekerja saat sedang menonton. Eh, nyambi menonton atau nyambi bekerja nih? Dengan teknologi OS ini memungkinkan saya tetap produktif meskipun sambil bersantai sambil menonton video. Jadi, bukan cuma terasa ringan untuk bermain game saja.


Qualcomm Snapdragon 632, Penyempurnaan dari 625



Image by dailysocial.com 


Qualcomm, sebuah perusahaan asal Amerika Serikat yang bergerak di bidang industri komunikasi pada pertengahan tahun lalu meluncurkan tiga seri chipset terbaru, yaitu Snapdragon 632, 439, dan 429 untuk platform mobile. Chipset ini digadang-gadang membawakan teknologi premium ke ponsel pemula.

Dengan prosesor Snapdragon 632 ini, ASUS ZenFone Max M2 ZB633KL ingin memberikan pengalaman teknologi premium untuk pengguna kelas bawah. Itu artinya, ponsel ini tak hanya memberikan saya kesempatan bermain game, tetapi juga bisa mengambil video dengan resolusi 4K UHD, dan konektivitas LTE berkecepatan tinggi. Sebagai informasi, prosesor ini merupakan upgrade dari Qualcomm Snapdragon 625 yang terkenal punya performa tinggi, tetapi hemat daya dan tidak panas.

Desain Elegan nan Memikat


Midnight Black yang saya taksir. Image by asus.com 


Sebagai milenial yang selalu ingin tampil praktis dan efisien, plus tak ingin ketinggalan gaya, saya cenderung menyukai ponsel-ponsel minimalis; bentuknya yang slim dan bobot yang ringan. Namun didukung oleh performa yang gahar dan memiliki fitur lengkap. Secara fisik saya jatuh hati pada desain ponsel ini yang terlihat elegan.


Layarnya yang berukuran 6.3-inch, 19:9 resolusi HD+ (1520 by 720) IPS display misalnya, tidak terlalu kecil dan tidak terlalu lebar. Saya rasa cukup memberikan efek visual yang ideal untuk bermain game di perangkat mobile seperti ponsel. Ketebalan bodynya cuma 7,7 milimeter dengan keseluruhan bobot 160 gram.


Selain itu, juga tersedia tiga pilihan warna yang soft, yaitu Midnight Black, Space Blue, dan Meteor Silver. Saya sendiri lebih suka warna Midnight Black yang mencerminkan kepribadian saya yang introvert.


Baterai Tahan Lama Ibarat Kopi yang Bikin Melek Terus



Image by tulisanilham.com 


Tadi saya sudah cerita bahwa keluhan saya selama ini adalah baterai ponsel yang terlalu cepat habis. Kondisi itu kadang-kadang membuat “ruang gerak” saya untuk bermain ponsel jadi terbatas pula. Kekhawatiran itu sepertinya akan segera pupus bila saya memiliki ZenFone Max M2 yang didukung daya baterai hingga 4.000mAh.

Saya hampir tidak percaya saat melihat uraian spesifik mengenai kekuatan daya baterai ponsel ini. Mampu bertahan hingga 33 hari dalam kondisi standby dalam jaringan4G; tahan untuk memutar video selama 21 jam; tahan untuk berselancar di internet melalui jaringan Wi-Fi selama 22 jam; dan tahan untuk bermain game tanpa jeda selama 8 jam. Menakjubkan. Kebayang ‘kan kalau ponsel ini cuma digunakan hanya untuk chatting dan buka surel doang. Bisa-bisa saya lupa sama benda yang namanya charger atau powerbank.

Baterai ponsel yang tahan lama ibarat senyawa kafein dalam kopi yang bisa bikin ponsel "melek" terus. Itu artinya, ponsel ini selalu siap untuk diajak tempur.

Kamera: Organ Vital Sebuah Ponsel


Hasil jepretan ASUS ZenFone Max M2. Image by bairuindra.com 




Hasil objek foto yang diambil dengan ASUS ZenFone Max M2. Image by bairuindra.com 


Sebagai jurnalis, kehadiran smartphone dengan aneka fitur canggih merupakan anugerah tersendiri. Dengan fitur-fitur tersebut, kini para jurnalis sudah bisa mengirimkan berita langsung dari lapangan; merekam video untuk pendukung berita dengan kualitas bagus; mengambil foto dengan resolusi tinggi; hingga merekam suara yang sebelumnya mengandalkan recorder. Alhasil kerja-kerja para jurnalis pun menjadi cepat dan ringan. Dukungan fitur kamera secara khusus pada perangkat ponsel pintar memungkinkan saya untuk tidak membawa kamera DSLR saat meliput ke lapangan. Kecuali untuk objek-objek foto tertentu. Hal ini tentunya pengecualian bila berprofesi sebagai fotografer.


ASUS sepertinya sangat jeli dalam memanjakan konsumennya, hal ini bisa dilihat dari dukungan fitur kamera di seri Max M2 ini. Kamera utamanya saja 13 megapixel dengan bukaan lensa f/1.8. Sementara kamera keduanya sebesar 2 megapixel. Dari hasil jeprat-jepret yang dilakukan oleh teman saya, efek bokehnya menarik perhatian saya. Efek ini karena teknologi Electric Imagine Stabilization yang umumnya hanya digunakan pada ponsel menengah ke atas. Namun, dengan dibekalinya Max M2 dengan teknologi EIS tentu akan memberikan pengalaman berbeda bagi para penggila smartphone photography. Tampaknya ASUS paham benar selera milenial yang selalu ingin menunjukkan sisi terbaiknya sebagai individu di era ini.

Tidak berlebihan rasanya bila saya mengatakan bahwa fungsi kamera pada ponsel ibarat organ vital di dalam tubuh. Tanpa keberadaannya fitur-fitur lain bisa dianggap tidak berguna sama sekali.


Premium tapi Low Budget





Orang-orang seperti saya, ketika membeli sesuatu biasanya lebih mengedepankan fungsinya, baru pertimbangan-pertimbangan lainnya termasuk soal harga. Artinya, kalau dengan harga yang cuma Rp2 jutaan saya bisa mendapatkan produk ponsel kualitas premium, tentunya saya tidak perlu mengeluarkan budget lebih untuk mendapatkan perangkat yang speknya setara apalagi yang di bawahnya, kan? Dengan harga ini, memungkinkan kita untuk mendapatkan Max M2 tanpa perlu menang lotere terlebih dahulu.

The Conclusion




Image by Pricebook 


Setelah membaca banyak referensi mengenai Asus ZenFone Max M2 ZB633KL, saya setuju dengan taglinenya yang mengusung tiga keunggulan, yaitu More Performance. More Battery. More Fun. Cocok sekali dengan selera milenial yang selalu ingin tampil dengan performa terbaik, ingin tampil powerfull dengan segala potensi dirinya, dan tetap ingin menikmati hidup untuk bersenang-senang. Dan … saya sudah tak sabar ingin bersenang-senang dengan ASUS ZenFone Max M2.[]


Spek ASUS ZenFone Max M2

Operating System:
Stock Android™ Oreo™

Colour:
Midnight Black, Space Blue, Meteor Silver

Capacity:
Internal storage
eMCP 32GB / 64GB
MicroSD card
Supports up to 2TB
Google Drive
100GB free space (1 year)

Weight and Dimensions:
158mm
(6.22 inches)

76mm
(2.99 inches)

7.7mm
(0.30 inches)

Weight: 160 grams (5.64 ounces)

Display:

6.3-inch HD+ (1520 by 720) IPS display
88% screen-to-body ratio
Front 2.5D curved glass
Capacitive touch panel with 10 points multi-touch

Proccecor:
CPU:Qualcomm® Snapdragon™ 632 Mobile Platform with 14nm, 64-bit Octa-core Processor
GPU:Qualcomm® Adreno™ 506

Memori:
LPDDR3 3GB / 4GB

Main Rear Camera13MP
F1.8 aperture
26mm equivalent focal length in 35mm film camera
Phase-detection autofocus
LED flash
AI Photography:
AI Scene Detection in 13 types: people, food, dog, cat, sunset, sky, green field, ocean, flower, plant, snow, stage, text

Camera modes:
Auto
Beauty
Portrait
Pro
HDR
Sports
Night
9 various filters

Second Rear Camera
2MP
Depth sensing
Front Camera
8MP
F2.0 aperture
26mm equivalent focal length in 35mm film camera
Softlight LED Flash
Face recognition unlock

Camera modes:
Auto
Beauty
Sports
Night
9 various filters

Video Recording

4K UHD (3840 by 2160) video recording for main rear camera
1080p FHD video recording at 30 fps
720p HD video recording at 30 fps
3-axis electronic image stabilization for rear camera
Take still photo while recording video

Audio

Speaker
5-magnet speaker with NXP smart amplifier for louder, deeper and less distorted sound effect
Audio Output
Audio CODEC integrated into PMIC
NXP smart amplifier
Microphone
Dual microphones with ASUS Noise Reduction Technology
FM Receiver
FM radio

SIM Cards
Triple slots: Dual SIM & one microSD card
Slot 1: 2G/3G/4G Nano SIM Card
Slot 2: 2G/3G/4G Nano SIM card
Slot 3: Supports up to 2TB microSD card
Both SIM card slots support 3G WCDMA / 4G LTE network band. But only one SIM card can connect to 4G LTE service at a time.
VoLTE / VoWiFi support
VoLTE / VoWiFi varies by region, please check compatibility with local carriers.

Network Standard
GSM, WCDMA, FDD-LTE, TDD-LTE

Data rate
LTE Cat 5 UL 75Mbps / Cat 6 DL 300Mbps (A, B version)
DC-HSPA+: UL 5.76Mbps / DL 42Mbps
A version
FDD-LTE (Bands 1, 2, 3, 5, 7, 8, 20)
TDD-LTE (Band 40)
WCDMA (Bands 1, 2, 5, 8)
EDGE/GPRS/GSM (850, 900, 1800, 1900MHz)
LTE Cat5 UL up to 75Mbps / Cat6 DL 300Mbps
Support CA_3C, CA_7C
ASUS phone 3G/4G/LTE band compatibility varies by region, please check compatibility with local carriers.

Sensor
Rear fingerprint sensor (0.3 seconds unlock, supports 5 fingerprints), Accelerator, E-Compass, Gyroscope, Proximity sensor, Ambient light sensor

Battery
4000mAh with fast charging
Up to 33 days 4G standby
Up to 35 hours 3G talk time
Up to 22 hours Wi-Fi web browsing
Up to 21 hours video playback
Up to 8 hours Garena Free Fire.

Rabu, 25 September 2013

Pemuda imajinatif itu namanya Hijrah "Piyoh" Saputra

Hijrah Saputra @facebook
SEBENARNYA aku sudah lama ingin menuliskan profil pemilik Piyoh Design, Hijrah Saputra, dalam sudut pandang kacamataku sendiri. Selama ini aku memang sering menuliskan kiprahnya sebagai salah satu pengusaha muda Aceh, tapi itu untuk kebutuhan lain. Tentu saja citarasanya juga berbeda.

Rencana menuliskan tentang Hijrah sudah bercokol di benakku sejak usai Idul Fitri pada bulan Agustus lalu. Tapi terulur-ulur terus sampai sekarang sudah mau lebaran Idul Adha. Hari ini kurasa momen yang tepat untuk menulisnya karena pria muda itu sedang merayakan hari ulang tahunnya yang ke twenty nine my age alias ke 29.

Nama Hijrah sebenarnya sudah kudengar sejak tahun 2007 atau 2008 lalu. Waktu itu Hijrah yang ada dalam benakku adalah Hijrah Saputra yang sealmamater denganku. Rupanya aku salah. Itu kusadari setelah suatu hari aku nyasar di blognya di piyoh.blogspot.com. Pertemuan pertama kali dengan pria hitam manis ini pada akhir 2011 lalu, tepatnya di event Festival Kopi yang dibuat oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banda Aceh. Waktu itu aku bersama Ferhat dan Nurul Fajri lagi muter-muter di sana, dan karena si Ferhat ini kenal sama Hijrah, begitu berpapasan mereka langsung ngobrol. Aku, cuma bisa diam mengamati... oh ini toh si Hijrah itu... kelihatannya ramah juga ya (dari facenya). Tapi kok nggak nyapa aku yaaa...tuing tuing tuing...

Logo Piyoh @facebook
Pertemuan kedua di sebuah seminar yang dibuat oleh Saman UI di aula balai kota Banda Aceh. Waktu itu aku datang dengan seorang teman yang juga temannya Hijrah. Bukan bertemu sebenarnya karena kami hanya duduk di belakang dan menyaksikan Hijrah cuap-cuap ngasi motivasi untuk anak-anak SMA di Banda Aceh. Rupanya selain ngembangin usaha sendiri, si abang yang pernah jadi Raka Malang ini juga aktiv bagi-bagi informasi ke orang. Dia pernah bilang share ilmu ke orang ngga perlu takut, karena ngga bikin kita (dia) jadi bangkrut atau miskin.

Kalau orang-orang bilang hidup baru berawal di usia 40 tahun, aku justru baru memulai di tahun 2012. Maksudnya, aku baru mulai kenal Hijrah lebih dekat pada awal April 2012 lalu. Jadi praktisnya usia persahabatan dengan Hijrah itu baru seumur jagung. Tapi aku merasa sudah berteman lamaaaaaaaaaaaaa kali sama cowok yang pernah jadi Duta Wisata Sabang ini.

Minggu, 22 September 2013

Menemukan Kopi Sulthan di Festival Kopi

TADI sore sembari menunggu magrib aku sempatkan membaca kumpulan cerpen pilihan Kompas. Dari beberapa belas judul, setelah kubolak-balik aku berhenti pada satu judul yang menurutku cukup menarik, Bunga Kopi. Namun setelah membaca keseluruhan isinya, cerpen itu  tidak seperti yang kubayangkan. Tapi tetap ada yang menarik, beberapa kalimat menceritakan tentang harumnya bunga kopi yang menyemerbak.

Buah kopi masak @bumn.go.id
Aku jadi ingat obrolan beberapa bulan lalu dengan bang Joe dan bang Sada, bang Joe ini budayawan kelahiran Samalanga namun besar di Gayo. Ia sendiri lebih suka disebut sebagai orang Gayo, dan sangat aktiv mengangkat isu-isu Gayo, terutama di bidang budaya. Sedangkan bang Sada waktu itu masih bekerja di sebuah kafe sebagai peracik kopi. Pemahamannya tentang kopi tentu saja patut diacungi jempol. Itung-itung sebagai riset, mengobrol dengan bang Joe dan bang Sada sangat menyenangkan.

Bicarain kopi dengan mereka seperti ngga ada habis-habisnya. Ceritanya detil dan bikin aku berkali-kali oo... gitu ya, oo... gitu yaa.... wow...kerennn!! Kemaruk ya J Dulu waktu masih SD pernah sempet punya kebun kopi, ceritanya waktu itu ayahku baru beli kebun. Isinya macam-macam, ada pohon kopi, lamtoro yang berfungsi sebagai pohon pelindung dan pisang. Ada juga beberapa jenis pohon lainnya. Nah sebelum pohon kopi itu ditebang, aku dan ibu sempet manen buahnya. Sambil mendengar saluran FM di radio, aku dan ibu memetik kopi. Sesekali aku juga memakan buah kopi, selaputnya manis, enak kalau diemut. Aku punya trik sendiri waktu itu, buah kopi yang kumakan kupilih yang berwarna hitam tua dan tunggal, rasanya lebih manis dan nggak langu. Satu lagi yang kusuka dari kopi adalah bunganya, wangi. Dulu waktu kecil kami suka merangkai bunganya. Entah dibikin kalung atau gelang.

Bunga kopi. Sumber foto @titisharyani
Ngomong-ngomong soal kopi, kopi Aceh memang terkenal. Terutama kopi yang tumbuh di dataran tinggi Gayo. Kopi jenis Arabica tersebut termasuk yang terbaik di dunia dan sangat laku di Amerika. Di kedai kopi Starbuck yang dijual juga kopi Arabica dari Gayo. Kopi-kopi itu juga mempunyai gradenya sendiri, ada specialty, long berry, pie berry, dll. Soal jenis-jenis kopi ini aku mengetahui setelah mengobrol banyak dengan pengusaha kopi dari Takengon. Dari dia juga aku jadi tahu kalau kopi itu aromanya macam-macam, ada aroma rumput, peanut/kacang, tanah, bunga, dan beberapa lainnya. Aroma-aroma ini rupanya dipengaruhi oleh jenis biji kopi dan tingkat pengendapannya. Aku juga baru tahu kalau kopi saring yang dijual di warung-warung kopi di Banda Aceh adalah jenis robusta.

Saking spesialnya kopi Aceh, banyak teman-teman di luar Aceh yang suka minta dikirimkan kopi dari sini. Bahkan ada yang iseng minta dikirimkan kopi campur ganja, di Gayo Lues tepatnya di Pining kopi campur ganja ini memang ada. Namanya kopi dangdut. Soal kopi dangdut ini bukan cerita belaka, mantan istri Gubernur Aceh Bu Darwati A Gani pernah meminumnya waktu berkunjung ke sana. Aku sendiri? Belum pernah, dan sangat penasaran gimana rasanya.

Maka begitu ada Festival Kopi yang digagas oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banda Aceh, aku pribadi sangat senang sekali. Ajang ini bukan cuma jadi ajang untuk promosi potensi kopi Aceh. Tapi juga kesempatan buat belajar lebih banyak mengenai seluk beluk kopi. Jadi ingat waktu Festival Kopi yang pertama kali, akhir tahun 2011 lalu. Waktu itu sempat beli beberapa kotak kopi, kebetulan pas mau keluar kota, sekalian buat oleh-oleh. Setelah keliling-keliling stan akhirnya nyangkutlah di salah satu stan. Kubeli beberapa bungkus kopi merk Kopi Sultan. Kemasannya menarik dan ekslusif yang ditulis dalam alfabeth mirip tulisan India. Acha acha kopiheee... hahahah

 Kerenkan? sumber foto @kopiaceh
Saat ke luar kota kopi-kopi itu kuberikan sebagai oleh-oleh kepada beberapa teman yang kukunjungi. Mereka bilang rasanya enak, aromanya kuat. Ada juga yang minta dikirimkan lagi, merknya harus yang sama. Kubilang kali ini ngga gratis lho heheheheheh. Kopi Sulthan memang spesial soalnya yang dijual jenis premium. Kualitasnya benar-benar terjamin. Biji kopinya berasal dari dataran tinggi Gayo. Meski harganya agak lumayan, tapi kualitas selalu berbanding dengan harga bukan?

Minum kopi ini juga ada triknya sendiri, waktu diseduh jangan diaduk tapi biarkan sampai bubuk kopinya mengendap sendiri. Dengan cara ini kita jadi tahu kopi itu asli atau tidak. Kalau bubuk kopinya campuran, entah dengan jagung misalnya, campurannya jadi ngambang. Selamat menikmati!