Minggu, 12 Agustus 2018

Duet di Panggung Bareng Mira Maisura



Akhirnya, bisa juga dapat kesempatan duet bareng @rahmanovic aka Mira di panggung. Rasanya? Uhg... deg-degan.

Jadi ceritanya pada Jumat sore, 10 Agustus 2018 kemarin aku dan Mira didapuk untuk mengisi talkshow seputar Steemit dan blog di panggung Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh. Selama satu jam dari pukul lima sampai pukul enam sore kami cuap-cuap melalui pelantang suara.

Sebenarnya ini bukan panggung kami, melainkan jatahnya Bang @rismanrachman. Sejak awal aku mengusulkan kepada panitia agar materi tentang Steemit dan blog dimasukkan dalam agenda kegiatan. Pasalnya dua topik ini sangat erat kaitannya dengan literasi digital. Literasi memang salah satu isu yang menjadi fokus kerjanya instansi ini.

Namun karena Bang Risman tak bisa, akhirnya kamilah yang mewakili tampil di atas panggung. Eh, nggak juga ding, itu pun setelah sang Ketua KSI Banda Aceh @kems13 alias Kemal juga tak bisa karena acaranya dibuat di hari kerja. Tapi senang juga sih ha ha ha.

Karena kami sama-sama bloger dan sama-sama steemian, aku dan Mira bagi-bagi tugas. Aku bicara mengenai blog dan Mira memaparkan tentang Steemit. Sejak awal kami sepakat tidak menjadikan fulus sebagai bahasan utama kami. Uyeee... sesuai prediksi, bahkan sejak awal sang moderator langsung menyosor dengan pertanyaan yang sudah kami antisipasi itu.

Steemit dan uang memang menjadi 'gosip' yang selalu menyenangkan untuk dibahas. Terutama oleh mereka yang tak tahu gimana berdarah-darahnya para steemian bertahan dalam kondisi seperti sekarang. Makanya aku bersyukur tahu Steemit awalnya dari Mira yang sama-sama alumni Multiply. Fokus kami cuma menulis, menulis, dan menulis. Reward itu bonus. Na hek pasti na hak.

Aduh! Jadi ngelantur, padahal cuma mau bilang, aku happy bukan main bisa sepanggung dengan Mira. Bisa dengerin Mira cuap-cuap soal Steemit, jadi tahu kalau Mira banyak tahu mengenai platform yang satu ini. Tak rugilah selama ini aku sering ngerecokin dia hak hak hak. Sudah gitu saja![]

Senin, 30 Juli 2018

Selamat Ulang Tahun Guru Kami Yarmen Dinamika

Selamat Ulang Tahun Guru Kami Yarmen Dinamika
Sudah lama saya ingin menuliskan sesuatu tentang Pak Yarmen, tetapi belum ketemu momen yang tepat. Malam tadi, begitu pergantian waktu dari 'pm to am', di beranda Facebook saya langsung berganti pula nama teman-teman yang berulang tahun. Salah satunya muncul nama Yarmen Dinamika. Aha! Hati saya berteriak girang. Inilah saat yang tepat menuliskan tentangnya.

Sungguh, jika semalam saya belum memosting tulisan di Steemit beberapa saat sebelum pukul 00.00 WIB, maka saya akan menayangkan postingan ini. Anggaplah ini sebagai kado dari seorang murid kepada gurunya. Sebagai bentuk apresiasi dan rasa terima kasih atas ilmu-ilmu yang ia berikan untuk kami (saya) selama ini.

Saya sangat bangga bisa menjadi muridnya hampir setahunan ini melalui wadah Forum Aceh Menulis (FAMe). Merasa beruntung karena tidak semua orang mendapatkan kesempatan seperti yang saya dapatkan. Selama belasan tahun saya hanya mendengar namanya saja, bukankah istimewa jika pada akhirnya saya menjadi salah satu muridnya?



Pertama kali saya mendengar nama dan melihat Pak Yarmen pada 2005 atau 2006 silam. Waktu itu beliau menjadi salah satu narasumber untuk pelatihan jurnalistik yang dibuat oleh BEM Unsyiah. Saya salah satu pesertanya. Namun ingatan saya tak bisa memutar ulang fragmen masa lalu itu dengan baik. Memori saya juga tak mampu merekam seperti apa wajah Pak Yarmen ketika itu. Yang saya ingat, salah satu narasumbernya dari Serambi Indonesia.

Saya malah lebih ingat pada Srikawati, salah satu peserta pelatihan yang berasal dari Fakultas Kedokteran Hewan Unsyiah. Srikawati waktu itu kontributor untuk salah satu media di Jakarta. Jujur saja, itu sangat keren kedengarannya.

Nama Pak Yarmen mulai sering saya dengar sejak saya bekerja di The Atjeh Post dalam rentang waktu 2012-2014. Di pengujung 2013, untuk yang kedua kalinya kami berada di forum yang sama. Hari itu saya mendengar namanya disebut-sebut dalam diskusi seminar tesis Bang Alfi Rahman di Magister Kebencanaan Unsyiah. Beliau sempat berbicara, tapi sayang saya tak bisa melihat wajahnya.

Pertengahan tahun lalu ketika ada ajakan untuk mengikuti kelas yang diampu oleh Pak Yarmen, saya tak berpikir dua kali. Saya termasuk orang yang memercayai teori sederhana ini: bahwa manusia terbentuk berdasarkan apa yang ia lihat, dengar, dan rasakan. Maka saya memutuskan untuk membentuk diri saya dengan melihat, mendengar, dan merasakan apa yang diajarkan langsung oleh Pak Yarmen. Sejak saat itu saya memutuskan agar bisa menjadi murid yang baik. Saya meyakini beliau adalah guru yang bisa mendekatkan saya pada impian-impian saya di ranah literasi.

Setelah hampir genap setahun menjadi muridnya, saya merasa menyesal. Duh, kok terlambat sekali saya mengenalnya sih? Kenapa tidak dari dulu. Aduh! Ke mana saja saya selama ini. Pada @hayatullahpasee sering saya katakan, betapa beruntungnya kami bisa menjadi murid Pak Yarmen.



Pak Yarmen guru yang asyik. Ia tak hanya menguasai banyak ilmu tetapi juga sangat baik dalam mentransfer pengetahuannya. Ia juga kerap mengedifikasi murid-muridnya di depan koleganya. Beberapa nama cukup sering ia promosikan di dalam forum.  Sikap positif yang ia tunjukkan ini tentunya akan menambah kepercayaan diri murid-muridnya.

Ia juga seseorang yang sangat rendah hati. Saya sering tak habis pikir, bagaimana mungkin orang sekaliber Pak Yarmen bersedia mengajarkan kami menulis sambil lesehan di kolong rumoh Aceh. Banyak waktu yang seharusnya ia habiskan bersama keluarga di akhir pekan justru ia habiskan bersama kami untuk kelas-kelas khusus. Ia juga menularkan semangat dan keikhlasannya kepada para koleganya sehingga kami, khususnya anak-anak FAMe bisa mendapatkan ilmu-ilmu lainnya secara gratis.

Tapi itulah Pak Yarmen kami. Hari ini usianya genap 53 tahun. Usia setengah abad rasa seperempat abad. Itulah Pak Yarmen kami. Guru kami. Semoga Allah memanjangkan usianya. Selalu melimpahkan kesehatan untuknya. Memudahkan rezekinya. Selamat ulang tahun guru kami Yarmen Dinamika.[]

Sabtu, 07 Oktober 2017

Zahida


Ini merupakan siluet sahabatku Nurzahidah Getlatela. Foto ini kuambil pekan lalu saat kami sama-sama berkonsultasi pada seorang psikolog. Barangkali kami sudah sama-sama 'gila', sebab itulah kami tak merasa canggung dan merasa perlu menjaga privasi saat konsultasi pada psikolog yang sama, di hari yang sama, pada waktu dan ruangan yang sama pula. Selama ia berkonsultasi, aku duduk manis sambil mendengar curcolnya yang sangat menggelitik. Dan selama aku berkonsultasi, dia juga mendengarkan sambil duduk (tak) manis. Yang sama-sama menjadi pertanyaan kami begitu waktu konsultasi selesai adalah; mengapa tidak ada salah seorang pun di antara kami yang membahas mengenai calon pasangan hidup di depan psikolog? Ini membuktikan, yang memiliki 'masalah' ternyata bukan kami, melainkan orang-orang di sekeliling kami. Yang tak pernah bosan tanya kapan? Kapan? Kapan? :-D Pertemanan kami belum terlalu lama, baru genap setahun. Bermula dari memesan sekotak donat hasil kreasinya, jadilah kami berteman hingga detik aku menuliskan catatan ini. Dan dalam beberapa waktu terakhir ini kupercayakan dia untuk menampung sedikit cerita gilaku yang itu-itu saja. Nyaris tiada hari yang terlewatkan tanpa membahas satu topik yang itu-itu saja, bukankah itu gila namanya? Dan siang tadi, di sebuah bengkel, kegilaan yang setengahnya masih rahasia itu hampir terbongkar hihihi... Kemarin, sejak siang hingga magrib kami menghabiskan waktu bersama-sama. Ibarat musafir, kami berpindah dari satu masjid ke masjid lain untuk salat Zuhur dan Asar. Serta pindah dari warung kopi menuju beberapa rumah untuk silaturrahmi. Tetap yang menjadi topik obrolan kami selama itu adalah yang gila-gila itu saja hahaha. Ngomong-ngomong, dia pun tak malu lagi menceritakaan kegilaannya padaku hahahah. Ini tentang Nurzahida. Namanya memiliki unsur 'Z' yang sangat kusukai. Ngomong-ngomong hampir semua cerpen-cerpenku nama tokohnya memiliki konsonan Z. Zahida ini menurutku unik, sanguinnya lebih menonjol dibandingkan dua karakter personaliti lain yang ada dalam dirinya yaitu koleris dan melankoli. Dua personaliti terakhir ini yang membuatnya mampu mengembangkan Getlatela hingga sudah berusia tiga tahun. Btw Getlatela ini adalah industri rumah tangga yang memproduksi donat dengan bahan dasar utama labu dan ketela. Sudah banyak testimoni tentang usahanya ini, jika kamu penasaran tinggal stalking saja di beranda Facebook-nya atau googling. Berbagai penghargaan pun sudah ia dapatkan berkat mengelola usaha tersebut. Sudah sering diminta jadi pembicara di mana-mana untuk sharing mengenai wirausaha. Tiga hal positif tentangnya adalah; cerdas, pekerja keras, humoris. Sementara karakter sanguin membuatnya menjadi seseorang dengan pribadi yang menyenangkan dan ramah. Keramahtamahan inilah yang membuat obrolan pertama kami melalui beranda ini berlanjut ke ruang private lainnya, hingga akhirnya kami sudah berteman lebih dari 365 hari. Dan siapa sangka, dengan usia pertemanan yang baru 'segitu' kami sudah menghadap ke psikolog hihihihi.[]

Dipindahkan dari status Facebook pada 19 September 2017

Jumat, 04 Agustus 2017

Anak Muda Keren Itu Namanya Akbar



Akbar (berkacamata) @Facebook/Akbar Rafsanjani

Ambivert sepertiku, menjadi dekat dengan seseorang itu tidaklah mudah. Dekat dalam artian seseorang itu bisa menjadi 'teman ngopi' atau 'teman cekikikan' di aplikasi chatting. Minimal bisa jadi kawan buang suntuklah kalau sedang stres dan ingin gila-gila sedikit. Nggak perlu 'jaim-jaiman' dan bisa berekspresi apa adanya saja. Lebih dari itu, jika memungkinkan bisa jadi kawan curcol yang kadang-kadang kerap kambuh seperti PMS.

Dan Akbar adalah teman baru yang belakangan cukup sering terlibat obrolan dan menjadi dekat. Kami mengobrol apa saja, mulai dari film, musik, tempat-tempat wisata, hingga sepak bola. Olahraga yang tadinya bagai belantara penuh duri buatku. Akbar, si pemuda berkacamata yang sangat tergila-gila pada bola itu sedang berusaha menularkan virusnya padaku.

Aku masih ingat saat pertama kali bertemu dan berkenalan dengan Akbar awal Februari lalu, saat berburu mie ikan di Laweung, Pidie. Saat itu Akbar ikut dengan Rio, teman sesama blogger di komunitas Gam Inong Blogger yang hari itu berbaik hati menjadi pemandu berburu mie ikan Laweung yang lezat.

Sebenarnya ada beberapa lagi teman Rio yang diajak sore itu, tapi yang nama dan wajahnya nyangkut di ingatanku ya cuma Akbar. Mungkin karena dia yang paling banyak omong waktu itu, dan anaknya komunikatif juga. Sehingga pertemanan kami berlanjut melalui Facebook dan Instagram. Sampai akhirnya saling bertukar nomor handphone dan janjian mencicipi kopi telur khas Lameu yang rasanya creamy banget di bulan Mei.

Di bulan puasa kemarin Akbar memprovokasiku untuk mencoba kopi arang Tangse yang gurih. Alhamdulillah sudah kesampaian saat libur lebaran Idul Fitri kemarin. Tapi cerita perjalanan ke sana belum sempat aku tulis karena alasan yang bisa dimaklumi. :-)

Akbar saat mengambil video air terjun Lhok Jok di Mane, Pidie @Ihan Sunrise


Akbar. Menyebut namanya saja sudah membuat senang, karena aku sangat menyukai nama-nama dengan huruf vokal 'a'. Asalnya dari Garot, Pidie. Daerah yang terkenal dengan  'festival' meriam bambunya saat lebaran Idul Fitri tiba. Wajahnya mirip India. Dan kalau tersenyum aku yakin akan membuat hati adik itu meleleh berkali-kali.

Dia ini unik menurutku. Kreatif. Dan juga energik. Potret anak muda potensial. Dia juga agamis. Berlatar belakang sebagai 'aneuk dayah' di pesantren tradisional tidak menyurutkan niatnya untuk terjun ke dunia kreatif. Khususnya dunia perfilm-an dengan spesifikasi film dokumenter. Soal ini, saat ngobrol di UK Lounge pertengahan Juli lalu, Akbar bilang ia tercebur ke dunia film. Alias tak sengaja tapi akhirnya malah keterusan.

"Awalnya cuma dimintai tolong untuk riset di sebuah dayah di Sigli oleh seseorang yang ingin membuat film dokumenter, tapi belakangan saya malah terlibat sebagai tim produksinya." Lebih kurang seperti itulah kata Akbar saat itu.

Berawal dari situ Akbar lantas mengikuti coaching khusus yang dibuat oleh Aceh Documentary. Dan saat ini ia sedang menggarap film dokumenter bertema urban yang akan diikutsertakan dalam lomba film dokumenter di Jepang. Karena lokasi garapannya ada di Banda Aceh, jadilah kami bertemu kembali. Otomatis komunikasi juga makin intens karena aku terlibat sebagai 'calo' untuk mencari calon objeknya. Hahaha.

Akbar jogging di lapangan Rindam IM di Mata Ie @Ihan Sunrise


Bersama Rio, Akbar yang seorang videomaker ini juga mengelola akun Rio de Jaksiuroe di Youtube. Melalui video-video kreatif yang mereka buat, dua anak muda ini mempromosikan potensi wisata Pidie kepada siapa pun yang mereka temui.

Nah, aku adalah 'korban' kreativitas mereka dan dampaknya bisa mengunjungi beberapa tempat wisata di Pidie. Bagi kalian yang ingin mengunjungi Pidie, tak ada salahnya mengontak mereka. Pasti ada banyak informasi yang kalian dapatkan dari mereka.

Pertemanan dengan Akbar tak hanya berlangsung di ruang chatting, tapi juga di dunia nyata. Pada suatu kesempatan kami berolah raga bersama di lapangan Rindam, Mata Ie, Aceh Besar. Bersama kami juga ada Vira, teman Akbar sesama sineas muda yang bernaung di bawah Aceh Documentary.

Dua anak muda ini menurutku sangat keren. Vira misalnya, selain punya talenta khusus di film, dia juga calon dokter dan saat ini sedang merampungkan skripsinya. Dari foto-foto aktivitas di Facebook-nya tampaknya ia juga seorang relawan di C Four.

Hal lain yang sering kubicarakan dengan Akbar adalah tentang India. Salah satu negara di Asia Selatan yang sering dikait-kaitkan dengan Aceh, dan sangat ingin kami kunjungi. Sebagai penggemar Sharukh Khan dan Aamir Khan, memasukkan nama India ke dalam daftar negara yang ingin kukunjungi bukanlah kesalahan.

Ada beberapa tempat yang paling ingin aku kunjungi di India yaitu Tajmahal dan Benteng Merah di Agra. Dua situs ini merupakan peninggalan Dinasti Mughal yang cakupan wilayahnya saat itu meliputi India, Pakistan, Banglades dan Afghanistan saat ini.

Setelah Dinasti Mughal hancur dan digantikan oleh Kerajaan Marathi, sampai akhirnya masuk kolonial Inggris dan wilayah tersebut menjadi terpisah-pisah. Umat Islam yang tadinya mendiami wilayah India bermigrasi ke wilayah yang kini menjadi negara Pakistan.

Selain itu aku juga sangat ingin berkunjung ke sungai Gangga, sungai yang dianggap suci oleh umat Hindu di India. Di sini sering dilakukan ritual kremasi mayat. Faktanya air sungai ini berasal dari gletser yang mengalir dari puncak Himalaya yang berada sekitar 14 ribu mdpl.

Terakhir, aku ingin sekali ke Kashmir, wilayah India yang berbatasan langsung dengan Pakistan. Negara yang menjadi musuh bebuyutan India. Setidaknya itulah yang sering kulihat di film-film bernuansa sejarah maupun sport movie.

Kami ingin sekali bisa ngetrip bareng ke India, semoga dimudahkan oleh Allah ya, Akbar?[]

Senin, 01 Mei 2017

Kangen Zatin!

Kencan akhir pekan di Uncle.co 

SECANGKIR es kopi pabrikan yang kuhabiskan petang tadi, ditambah segelas mungil kopi hitam yang kusesap lepas isya, cukuplah sebagai 'syarat' membuat mata tetap terbelalak hingga selarut ini. Sudah lebih dari tengah malam, tapi belum ada tanda-tanda mata ini akan segera layuh.

Setelah 'menyadari' kalau ini akan menjadi malam yang cukup panjang, aku menyalakan laptop. Menuliskan satu atau dua kalimat panjang mungkin bisa membuatku segera tertidur, setidaknya bisa menghadirkan lelah sebagai syarat utama untuk tidur.

Aku ingin menuliskan tentang Zatin, seorang karib yang telah mengisi ruang khusus di hatiku. Beberapa hari ini ingatanku terus tertuju padanya, sejak mengetahui bahwa ia secara 'diam-diam' telah meninggalkan kota yang tak seberapa riuh ini. Emosi sentimentilku mengatakan, dia meninggalkanku. Hiks...

Selasa, 11 April 2017

Saddam; Sebuah Teka-Teki Baru

Saddam berlari menyusuri jalan yang menanjak di Mata Ie, Aceh Besar.


SADDAM. Mengeja namanya mengingatkanku pada seorang petinggi negeri di Irak yang berakhir di tiang gantungan. Perkenalan dengan teman baruku ini terbilang unik. Ngomong-ngomong hari ini satu minggu usia pertemanan kami. Usia pertemanan yang sangat muda.

Berawal dari sebuah gambar yang di-share Saddam di sebuah grup. Ia menawarkan mesin cuci second dengan harga yang sangat miring.  Terbersit rasa kasihan, kuberanikan diri menyapanya lewat jalur pribadi. Mungkin orang ini sedang butuh uang, begitu pikirku saat itu.

“Merk apa mesinnya?” tanyaku lewat pesan WhattsApp.

“Ini dengan siapa?”

“Ihan. Di grup...” aku menyebutkan nama grup yang kami ikuti.

“Oh iya ya ya. Lagi nyari mesin cuci ya?”

“Enggak juga sih. Itu berapa lama sudah dipakai?”

“Kurang tahu juga. Ni dikirim yang jelasnya yaaa.”

Jumat, 03 Juni 2016

Surat Cinta untuk Ety Sayang

ilustrasi @pixabay.com

ETY Livia Harahap namanya. Perawakannya tinggi. Langsing. Kulitnya putih. Matanya sipit. Kesan 'judes' di wajahnya membuat ia makin terlihat cantik. Dia juga pintar, kritis, teliti dan sangat 'kolerik', kombinasi yang tepat untuk mengantarkannya menjadi seorang akuntan seperti yang digelutinya sejak beberapa tahun terakhir. Dia bekerja di sebuah perusahaan bergengsi di Banda Aceh.

Saya memanggilnya Ety. Kami bersahabat sejak masih kuliah. Sudah lama.... lebih dari 10 tahun, walapun intens bertemu baru sejak beberapa tahun terakhir ini saja karena berbagai faktor.

Ety salah satu sahabat dekat saya, ya, sahabat dekat, karena kami sering bertukar cerita tentang hal-hal yang pribadi seperti soal keluarga dan pekerjaan. Pembuka 'hidangan' di atas sama sekali tidak bermaksud untuk 'mempromosikannya' tapi memang itulah faktanya. Dan kalau ada yang tertarik pada profilnya silakan sewa detektif untuk cari tahu lebih banyak. :-D Satu lagi, dia juga sangat pandai menjahit, dan bikin kue.

Hari ini Ety berulang tahun. Soal ulang tahun yang ke berapa, biarlah Ety, saya dan Tuhan yang tahu. Notif di sosial media yang memberi tahu saya pagi tadi. Keterlaluan ya... tapi itulah fungsinya produk teknologi. Dan dengan sedikit kebanggaan kita bisa mengatakan; inilah saya.... manusia anti gaptek.

Dan selaku orang dewasa tidak perlu kado-kado segala seperti yang dilakukan anak-anak TK. Makanya saya tidak memberi Ety kado berupa hadiah yang dibungkus dengan kertas mahal. Saya hanya ingin memberinya sepotong surat cinta, yang ditulis di tengah kepungan tugas yang tak pernah mau selesai. Baiklah.... begini isi surat cintanya:

Dear Ety tercinta,

Sebuah notif masuk ke emailku pagi ini, oh bukan, tepatnya saat aku membuka email pagi tadi, ada sebuah notif yang mengingatkan tentang hari ulang tahunmu. Hm.... lebih enak menyebut hari lahir saja ya. Karena tidak ada yang perlu dibangga-banggakan kali dari hari ulang tahun selain sisa umur yang terus berkurang.

Lantas aku berpikir, ingin segera meng-sms dirimu dan mengucapkan selamat ulang tahun..... tapi rasanya terlalu biasa. Lalu, aku terpikir mengapa tidak kutuliskan saja di sini, agar kau bisa membacanya dan dengan itu hatimu menjadi mekar, serupa daun-daun di dalam pot di beranda rumahmu. Atau, aku menerka-nerka pastilah hatimu akan mengembang, seperti kue-kue di dalam oven yang sering kau buat dan hidangkan saat aku berkunjung ke rumahmu.

Aku ingin memberimu sekeping doa, tapi.... doa apa yang akan kupanjatkan untukmu. Jujur saja aku bingung, sungguh, aku bingung. Apakah aku akan memintamu menjadi lebih cantik, karena sejak aku mengenalmu kau sudah cantik, kalau aku mendoakanmu agar pintar, dirimu sudah sangat pintar. Dan dengan kepintaranmu itu seringkali aku termangu-mangu saat mendengar cerita-ceritamu. Apalagi saat kau menceritakannya dengan penuh gebu, dengan emosi yang kadang-kadang membuat nyaliku menciut, dan aku nyaris seperti landak yang duri-durinya bersujud. Dengan mata mengerjap-ngerjap karena takjub.

Hm... apakah aku akan mendoakanmu menjadi seorang yang penyayang? Kaupun sudah cukup penyayang. Lihat saja pohon tin, pohon pandan, pohon jeruk, dan aneka pohon lainnya di beranda rumahmu, tumbuh subur, pertanda kau merawatnya dengan baik, pertanda kau adalah seorang penyayang.

Aku berhenti sejenak, tidak tahu harus menuliskan apa lagi, bingung, pusing, aku hampir lupa kalau hari ini Jumat.

Baiklah Ety sayang.... aku cuma mau bilang semoga Bang Jali lekas datang.[]

Rabu, 21 Mei 2014

Tentangmu; Wahai Isra Masjida!

Kak Isra (fb)

Pagi tadi, saat bangun tidur mendadak aku merasa seperti orang linglung. Ini masih bulan Mei kan? Ya, dan Mei sudah hampir berakhir. Ada seseorang yang berulang tahun di bulan ini, tapi aku lupa tanggal berapa. Aku mengingat-ngingat, mengapa Facebook tak pernah mengirimkan pengingat soal ini. Hm... di zaman serba canggih ini rasanya hampir semuanya kita harapkan pada teknologi. Ah, biarlah nanti kutanyakan saja pada orangnya langsung. Aku berniat meneleponnya untuk menanyakan kepastiannya, jika sudah terlewati aku tetap akan mengucap Happy Birthday yang tertunda itu :-)

Dan.... betapa surprisenya ketika satu setengah jam kemudian membuka akun Facebook, ternyata seseorang itu berulang tahun hari ini. Ah, inikah yang disebut sebagai kontak batin itu? Jika iya, ini benar-benar luar biasa sebab komunikasi kami beberapa tahun ini tidak lagi seintens dulu.

Siapakah seseorang itu?

Namanya Isra Masjida. Aku biasa memanggilnya Kak Isra. Di phonebook namanya kutulis Sist Isra. Mengapa ia terasa istimewa? Hm, ini tak terlepas dari cerita masa lalu saat kami masih sama-sama kuliah di Fakultas Ekonomi Unsyiah. Kak Isra ini kakak kelasku di Jurusan Akuntansi. Kami sama-sama menyukai hal-hal yang berbau sastra.

Aku tak ingat lagi kapan persisnya kami mulai berteman, tapi aku ingat kapan pertama kali melihatnya. Di ruang kelas, waktu itu Kak Isra mengambil mata kuliah yang sama denganku karena harus mengulang. Entah semester berapa, yang pasti ruang kuliahnya di lantai dua di gedung belakang (PAP). Sejak pertama kali melihatnya aku sudah terkesan, wajahnya terlihat teduh dan sepertinya menyenangkan. Belakangan aku tahu ada tahi lalat di bibirnya, dan artinya.... dia tak hanya suka menulis tapi juga suka berbicara hihihihi.....

Sejak itu kami mulai menjalin pertemanan. Setelah merasa cukup nyaman dan dekat, aku mulai sering berkunjung ke kost-annya yang sempat pindah beberapa kali di kawasan Darussalam. Kami saling bertukar cerita hidup, dan entah mengapa cerita-cerita itu sampai sekarang masih melekat jelas di ingatan.

Soal mengapa kami menjadi begitu 'dekat' kurasa karena kami termasuk golongan orang-orang Maibe, orang-orang yang lahir di bulan Mei. Kami punya kesamaan sifat; sama-sama keras kepala, ngotot, dan kadang menyebalkan. Makanya kalau dia sudah mulai 'ceramah' sebaiknya diam dan iyakan saja semuanya. Biar cepat berhenti bicaranya hahaha.

Kak Isra;

Banyak sekali yang ingin kutulis tentangmu, tapi di sela-sela kesibukan ini aku hanya mau mengatakan Happy Milad saja dulu. Aku sengaja tidak menuliskannya di wall Facebookmu, karena kamu istimewa. Mereka yang istimewa tentunya akan mendapatkan perlakuan istimewa juga kan? Menurutku ini istimewa, karena tidak mengucapkannya di jejaring sosial :-D

Semoga Tuhan terus bersama hari-harimu yang penuh warna, memudahkan setiap jalan kebaikan yang kau idam-idamkan. Memberi keberkahan di usiamu, ini bukan soal berapa angka usia kita sekarang, tapi soal apakah kita sudah sematang usia kita? Dan aku yakin, kau sudah melampaui itu semua.

Happy milad my beloved sista :-*

Rabu, 25 September 2013

Pemuda imajinatif itu namanya Hijrah "Piyoh" Saputra

Hijrah Saputra @facebook
SEBENARNYA aku sudah lama ingin menuliskan profil pemilik Piyoh Design, Hijrah Saputra, dalam sudut pandang kacamataku sendiri. Selama ini aku memang sering menuliskan kiprahnya sebagai salah satu pengusaha muda Aceh, tapi itu untuk kebutuhan lain. Tentu saja citarasanya juga berbeda.

Rencana menuliskan tentang Hijrah sudah bercokol di benakku sejak usai Idul Fitri pada bulan Agustus lalu. Tapi terulur-ulur terus sampai sekarang sudah mau lebaran Idul Adha. Hari ini kurasa momen yang tepat untuk menulisnya karena pria muda itu sedang merayakan hari ulang tahunnya yang ke twenty nine my age alias ke 29.

Nama Hijrah sebenarnya sudah kudengar sejak tahun 2007 atau 2008 lalu. Waktu itu Hijrah yang ada dalam benakku adalah Hijrah Saputra yang sealmamater denganku. Rupanya aku salah. Itu kusadari setelah suatu hari aku nyasar di blognya di piyoh.blogspot.com. Pertemuan pertama kali dengan pria hitam manis ini pada akhir 2011 lalu, tepatnya di event Festival Kopi yang dibuat oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banda Aceh. Waktu itu aku bersama Ferhat dan Nurul Fajri lagi muter-muter di sana, dan karena si Ferhat ini kenal sama Hijrah, begitu berpapasan mereka langsung ngobrol. Aku, cuma bisa diam mengamati... oh ini toh si Hijrah itu... kelihatannya ramah juga ya (dari facenya). Tapi kok nggak nyapa aku yaaa...tuing tuing tuing...

Logo Piyoh @facebook
Pertemuan kedua di sebuah seminar yang dibuat oleh Saman UI di aula balai kota Banda Aceh. Waktu itu aku datang dengan seorang teman yang juga temannya Hijrah. Bukan bertemu sebenarnya karena kami hanya duduk di belakang dan menyaksikan Hijrah cuap-cuap ngasi motivasi untuk anak-anak SMA di Banda Aceh. Rupanya selain ngembangin usaha sendiri, si abang yang pernah jadi Raka Malang ini juga aktiv bagi-bagi informasi ke orang. Dia pernah bilang share ilmu ke orang ngga perlu takut, karena ngga bikin kita (dia) jadi bangkrut atau miskin.

Kalau orang-orang bilang hidup baru berawal di usia 40 tahun, aku justru baru memulai di tahun 2012. Maksudnya, aku baru mulai kenal Hijrah lebih dekat pada awal April 2012 lalu. Jadi praktisnya usia persahabatan dengan Hijrah itu baru seumur jagung. Tapi aku merasa sudah berteman lamaaaaaaaaaaaaa kali sama cowok yang pernah jadi Duta Wisata Sabang ini.