Jumat, 17 Maret 2006

"Mel, Aku Jatuh Cinta"*

Aku jatuh cinta lagi Mel,
Tapi tidak seperti ketika aku jatuh cinta untuk yang pertama kalinya. lebih lagi. ada getaran-getaran yang baru kurasakan sekarang dan dulu tidak pernah ada. ada perasaan khusus yang baru muncul sekarang dan dulu tidak pernah hadir. ada kesal, ada sayang, ada marah ada rindu dan cinta yang begitu menggelegak juga cemburu.
Begitulah Mel,
jatuh cinta untuk yang kedua kalinya. indah, sangat indah. melebihi cinta pertamaku dulu. gelisah-gelisah yang ada kurasakan tak ubahnya seperti percikan-percikan api yang melahirkan kobaran kerinduan yang begitu dahsyat dan gelora cinta yang begitu menggebu.
Kau tahu Mel,
aku pernah berhayal tentang masa depan ku dengannya. merajut mimpi bersama sosok itu. kami punya rumah sederhana dengan halaman yang sangat luas. ditumbuhi rumputan hijau yang selalu terpangkas dengan rapi, tak ubahnya seperti permadani dari turki. ada kelopak mawar, ada kuntum melati, anyelir, kenanga, bunga jeumpa, lili dan lainnya. menebarkan wewangian hingga ke kamar tidur kami. sehingga kami tidak lagi memerlukan pengharum ruangan.
kami bercengkerama dan bercanda, anak-anak kami berlarian di halaman rumah. sesekali ia menggodaku hingga aku tersipu malu lalu kubalas dengan cubitan kecil dipingganggnya dan ia balas memelukku.
aku memotong kukunya, mencabuti ubannya dan memijit punggungnya yang kelelahan. aku berharap bisa tua bersamanya, menghabiskan sisa umur ini. atau aku tidak pernah merasakan tua ya Mel, karena aku keburu pergi.
kami sholat bersamanya, aku berdiri dibelakangnya lalu diakhiri dengan salam takzim. ia membimbingku menjadi perempuan ahli surga dan aku mengajaknya berlari menjauhi dosa.
ah Mel,
beginilah kalau sedang jatuh cinta
harapan dan hayalan menjadi sulit dibedakan. logika dan perasaan menjadi sangat tipis sekali. lupa segalanya. semuanya seolah berubah menjadi bunga mekar dan berwarna warni. rasanya semua serba memungkinkan.
sama seperti yang kurasakan saat ini. walaupun ada gelisah dan sepi tapi dari keduanyalah semua keindahan itu bermula. membuat aku semakin mencintai dan merinduinya, meski kadang cemburu juga menghinggapi kelopak jiwa ini.
Mel,
sehari, dua hari...lalu bulan
aku makin mencintainya, menyayanginya, merinduinya
sehari, dua hari...lalu bulan
makin menggelembung gelegak rindu ini, makin membuncah, menggunung
rasa ini tak berubah Mel, melihat namanya saja sudah membuat diri ini trbang ke angkasa, mengitari nirwana yang berwarna jingga, ah...terlalu indah rasanya Mel.
makin menggelora rasa ini Mel, tapi juga ada yang meredup.
bukan, bukan cintaku, bukan sayangku bukan pula rinduku di penghujugn malam, pada penantian bulan bulan berselang.
harapan itu Mel,
untuk hidup bersama, untuk tua bersamanya, untuk memotong kukunya, untuk mencabut ubannya. harapan itu menciut seperti ragaku yang kian menyusut.
di sisa sisa logika aku mengingat kembali, ada yang tidak harus aku miliki meski aku sangat ingin. saat aku ingin memeluknya, membelai atau mencium keringatnya, bahkan bayangannya pun aku tidak tahu dimana. semakin menguap keinginan untuk berdiri dibelakangnya ataupun untuk menggelitiknya.
ya Mel,
aku memang mencintainya, teramat dan dia tahu
tapi aku semakin tidak berani berharap bisa mewujudkan semua mimpi itu. tidak bersamanya
kau tahu Mel,
saat tengah malam, aku serign terjaga dan terduduk lesu di pinggir kasurku. airmataku menetes, hangat menjalari pipi dan dadaku. kembali wajah dewasa itu terbayang
tapi tak lama karena sesaat kemudian berganti dengan perasaan lain yang tidak bisa ku terjemahkan.
aku terbayang sosok lain disampingnya, pulas. dan itu bukan aku Mel.
aku mencoba tidur kembalitapi mata ku terlanjur terbelalak. rentetan demi rentetan kembali terurai. kali ini seorang bocah yagn celotehnya sempat kucuri dengar. ingin sekali aku memeluknya, mengajaknya bermain dan bercerita.
semakin lenyap pula gelegak rindu itu
aku menanti pagi dengan resah, lama sekali. aku menunggunya dengan jerit hati. terbayang lagi dia.
aku menggeliat, menguatkan diri dalam kepekatan malam, menelusuri sudut kehidupan.
Oh Mel,
betapa air mata ini tak tebendung. aku tidak ingin menangis karena semua ini keigninanku. tapi toh dia tetap keluar dan ada sama seprti perasaan ini.
Mel,
aku telah jtuh cinta, untuk yang kedua kalinya. tapi aku tidak bisa memiliki cintaku. cinta ini Mel, tidak berawal dan juga tidak berakhir.
Mel,
aku mencintainya, sama seperti perempuan itu mencintainya. aku menyayanginya sama seprti perempuan itu menyayanginya. tapi aku tidak bisa menemaninya makan, memeotong kukunya, mencabut ubannya apali merasakan tua dalam pelukannya. hanya perempuan itu yang bisa. hanya dia.
benar Mel,
aku mencintainya. aku sendiri tidak tahu sejak kapan cinta itu hadir mengisi ruang-ruang hati ini. dan aku tidak ingin mengakhiri semua ini.
mskipun suatu saat nanti aku akan memotong kuku untuk lelaki lain, mencabut uban untuk lelaki lain, tapi pasti nanti akusudah tidak mencintainya lagi.
aku tidak ingin perempuan itu mendapatkan hak yang tidak sempurna dari seoragn lelaki bernama suami. dan aku tidak rela jika bocah itu bertanya dimana lelaki itu lalu perempuan itu berbohong. aku tidak ingin itu terjadi meski aku mencintai lelaki itu.
Mel, malam semakin larut, aku kembali mengeja hari dan waktu.
kuku siapakah kelak akan kupotong? dan uban siapa yagn akan kucabut? dan dengan siapa aku tua? menghabiskan sisa umurku.
Mel,
biarlah perempuan itu merasakan indahnya keutuhan cinta, tidak ada kebohongan apalagi sakit hati.
oh ya Mel,
kira-kira sakit hati dan kecewa akan menjadi milik siapa ya? apakah milik matahari atau bulan?
ah Mel,
malam semakin larut, kau tahu kepala bagian belakangku sangat sakit. aku ingin tidur menjemput mimpi. membayangkan seseorang yang tidak pernahj aku kenal. di halaman hatiku aku bercengkerama, bercanda, menggelitik dan mencubit pinggang bunga tidurku.
*
terinspirasi dari Makam oleh Faridha
dalam buku antologi sastra Aceh
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)