Senin, 23 Februari 2009

Rahim Cinta

ini kali yang tak terhitung ketika berbicara dan menulis harus terus menerus mengambil tema tentang cinta. mungkin memang cinta demikian uniknya hingga ia terus menerus hidup dan ada dalam ingat orang-orang sesuai dengan zaman yang mereka lalui. karena begitu unik ia kerap menimbulkan kebingungan yang meresah, menabrak-nabrak logika dan membuat pemiliknya terjerembab dalam arus yang pelik dan terjal.

ini bukan pula kali pertama aku mendengar gelisahnya, tatkala ia bercerita tentang cintanya yang berakhir tidak happy ending. dan seperti kali-kali sebelumnya, sebagai orang yang tak begitu memahami cinta ( cinta dalam pandanganku berbeda dengan bercinta) memandangnya sudah merupakan jawaban yang sakral, manik matanya yang hitam berkedip-kedip, sambil mendendang mengayun buah hati yang katanya lahir dari benih cinta. yang umurnya belum genap 60 hari tersebut.

cinta? mungkin benar ia dilahirkan dengan benih cinta dari rahim cinta yang agung. tapi benarkan si pemilik benih itu benar-benar mencintainya? itulah yang selalu membuatnya gelisah saban waktu, membuatnya tak bisa pejamkan mata hingga malam beranjak jula, dan itu pula yang membuatnya diam-diam sering menangis, kadang menangis pula dalam hati.


gelisah yang diam-diam merayap dalam hatiku, apakah semua orang mempunyai cinta seperti itu? cinta yang jahat dan picik hanya untuk mencari sumber nikmat? cinta yang diliputi kebohongan dan kelapukan akal budi. aku benar-benar gelisah sebab rasa benci mulai hadir dalam hatiku, rasa benci yang tak tahu harus ditujukan kepada siapa. rasa benci yang kadang membuatku begitu meletup-letup dan berteriak penuh kebencian. menuding-nuding si pemilik cinta yang tidak bertanggung jawab, kepada si pengecut yang meninggalkan istrinya tiga jam sebelum prosesi kelahiran buah cinta mereka.


itukah cinta? yang katanya tulus tetapi definisinya adalah terus menerus ditinggalkan. begitukah cara cinta mengaplikasikan kesempurnaannya? ketika kesepian demi kesepian datang silih berganti seperti purnama yang tak jeda. ketika malam-malam berat dengan tangis bayi melengking harus dihadapi seorang diri, ketika sakit, rindu, .... apakah cinta benar-benar bisa memberikan jalan ke luar?

aku bingung, benar-benar bingung, sebab pagi hari ini saat aku menemuinya ia tertawa girang, ia mulai kembali menemukan cintanya, cinta yang dulu pernah hadir sebelum ia mencintai lelaki yang menabur benih dalam rahim cintanya yang agung. matanya yang kemarin berair berbinar terang mengerjap-ngerjap, sejak sedari semalam ia menyebut nama lelaki cintanya itu.

tapi cinta adalah cinta, keabstrakan yang penuh dengan keunikan dan ketidak mengertian. yang mampu melahirkan rindu yang begitu kuat, tetapi pada saat yang bersamaan juga melahirkan benci yang tak terkatakan.
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

1 komentar:

  1. Terlalu banyak kesengsaraan yang dialami manusia ketika ia terlalu mudah menyerahkan hati...
    Jagalah ia karena milik berharga manusia...

    BalasHapus

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)