Minggu, 14 Juli 2013

Rindu Kampung

HARI ini Minggu, 14 Juli 2013 tepat memasuki hari kelima Ramadan. Saat-saat menunggu waktu berbuka adalah prosesi paling menyenangkan. Khususnya bagi saya, meski sajian berbuka tidak terlalu mewah tetap saja menjadi sangat istimewa. Apalagi kalau bukan momen berbukanya yang menjadi ajang berkumpul dengan keluarga tercinta.

Hari ini saya berbuka di kantor. Sembari menunggu waktu berbuka, saya mendengarkan lagu dan beberapa artikel di internet. Sampai akhirnya saya memilih untuk menulis catatan kecil ini di blog ketika ingatan saya melayang pada jarak beratus-ratus kilometer di Timur Aceh.

Hari pertama puasa yang jatuh pada Rabu, 10 Juli kemarin saya masih berada di sana. Menikmati momen berbuka puasa bersama keluarga tercinta, ibu, adik, ipar dan juga keponakan yang lucu dan menggemaskan. Kami berbuka puasa dengan antusias, menikmati hidangan yang sudah disiapkan sejak sore, ada kurma, es timun cincau, dan juga lauk-pauk.

Bagi saya momen seperti itu sangat berharga mengingat jarang sekali bisa berkumpul dengan mereka. Dalam setahun saya hanya pulang ke rumah ibu selama tiga kali, saat awal puasa, lebaran puasa dan saat lebaran haji. Itu pun dengan waktu yang sangat terbatas, paling hanya tiga hari saja atau maksimal lima hari sudah termasuk waktu di perjalanan.

Kerinduan tiba-tiba kembali terbit di hati saya meski beberapa hari yang lalu saya masih berada di rumah ibu. Tiba-tiba saya ingin kembali merasakan suasana rumah yang tenang, lapang dan nyaman. Yang selalu basah oleh cinta ibu saya.

Sejenak ingin bernostalgia, terkenang cerita-cerita lama dan merasa betapa sedikitnya waktu yang saya habiskan di rumah. Sekedar kilas balik, usai tamat SD saya sudah merantau. Jaraknya memang hanya beberapa puluh kilometer dari rumah kediaman ibu. Saya pulang seminggu sekali setiap akhir pekan atau saat liburan sekolah. Tapi hari-hari selama SMP banyak saya habiskan di ibu kota kecamatan di rumah kost. Parahnya selama tiga tahun itu tiga kali saya berpindah rumah kost.

Saat SMA, meski sudah tinggal sekampung dengan ibu tapi saya serumah dengan buyut alias Nek Tu saya. Meski sering bertemu ibu tapi tetap saja waktu malam yang biasanya menjadi ajang untuk bertemu keluarga saya habiskan di rumah buyut dan pesantren tempat mengaji. Tamat SMA saya pun kembali merantau ke Banda Aceh untuk meneruskan pendidikan dan akhirnya saya bekerja di sini. Intensitas bertemu keluarga semakin terbatas, jarak yang jauh memang jadi kendala utama untuk pulang ke kampung sebentar-sebentar.

Ah...waktu berbuka hanya tinggal sepuluh menit lagi, kerinduan tetaplah kerinduan, dan nyatanya teknologi tak mampu menolong banyak untuk itu.[]
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

3 komentar:

  1. Ah, berbuka di kampung memang beda ya. masak bareng dan duduk lesehan rame-rame :D

    BalasHapus
  2. iya Eky, rasanya seru banget, meskipun di sini aku tinggal sama sodara, tapi tetap tidak bisa menggantikan suasana keluarga inti kita :-)

    BalasHapus
  3. Ouch... Siapa bilang teknologi tak mampu berbuat banyak ?

    BalasHapus

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)