Selasa, 31 Desember 2013

Di Pintu Terakhir

AKU melongok ke luar jendela. Mataku liar menatap langit yang kelabu. Agaknya langit masih mengandung, mungkin sebentar lagi anak-anak hujan akan lahir dengan bobot berlebih. Aku masih menatap langit. Daun-daun bergoyang digoda kesiur angin. Lengang. Di cerobong masjid kudengar lantunan ayat suci dikumandangkan dengan merdu.

Jika bisa kujadikan sebagai ibarat, bolehlah kukatakan bahwa hari ini aku sedang berdiri di pintu terakhir. 364 pintu berkelir dua belas bulan telah kulalui dengan segala macam warna. Berawal di Januari dan berakhir di Desember yang saban hari basah dan lembab.


Hari-hari milik Tuhan adalah hari-hari yang indah. Melewatinya aku menemukan banyak warna, dinamika, juga persoalan yang mendewasakan. Di saat-saat aku hanya mampu melihat kehidupan ini dalam wujud sebatang onggokan lilin, Tuhan menyadarkanku bahwa optimisme itu seluas dan setinggi matahari. Biasnya menjangkau ke berbagai penjuru mata angin. Patutkah aku bermuram durja? Rasanya tak pantas.

Jika hidup adalah perjuangan, maka setengah dari pintu-pintu yang telah kulalui adalah perjuangan yang mengaduk-ngaduk emosi. Perjuangan untuk melatih kesabaran, ketenangan, kematangan berfikir, dan konsistensi dalam menentukan sikap. Dan pada akhirnya aku sadar bahwa setiap perjuangan selalu berurusan dengan konsekuensi. Maka aku memutuskan untuk memacak pijakan kakiku, dengan harapan tentunya akan membawaku pada sinar mentari yang hangat dan sehat.

Untuk sebuah perjalanan hidup, 365 hari bukanlah waktu yang sebentar. Ada usia yang tergerus, ada keinginan yang tergadaikan, juga harapan yang tak terwujud semuanya. Tapi selalu ada kebahagiaan yang mengiringi, kepuasan dan juga kesenangan, yang semua itu tak bisa ditakar dengan materi sebanyak dan seberat apapun.

Apapun, tak patut kukatakan selamat tinggal pada pintu-pintu yang telah kulalui. Telah kutinggalkan, benar! Tetapi pintu-pintu itu hanya serupa anak tangga yang membawaku pada pintu-pintu berikutnya. Pada pintu yang membawa pada takdir yang lebih indah.[]
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)