Minggu, 19 November 2006

Al Saja

biarlah untuk selanjutnya aku menyebutmu dengan al saja, rasanya tak cukup waktuku untuk mengeja namamu yang begitu panjang. abjad-abjad yang ku eja terasa seperti duri yang keluar dari kerongkonganku, meneteskan darah-darah merah yang mengental. dan aku terkapar Al, diujung tempat tidurku dengan kaki menggantung kebawah. aku kelelahan mengeja namamu hingga akhirnya aku memilih diam dan tidur.
aku tidur untuk menenangkan hatiku, karena semakin sering nama al kusebut ternyata semakin sepi yang kurasa. hingar-bingar dan bising deru mesin dijalanan pun tak mampu menghalau sepi yang meneteskan darah-darah yang mengental, menetes dibantal dan membentuk lukisan-lukisan kecil.
tak adalagi yang namanya berjaga tengah malam sekarang, akupun tak peduli lagi, apakah malm masih pantas ditemani atau biarkan dia mengapung hingga pagi. lalu mengajakku berjalan menyusuri lorong-lorong gelap, aku masih berharap sebuah ke ajaiban masih terjadi. ah, keajaiban yang biasa-biasa saja. aku tidak minta yang terlalu istimewa, seadanya saja. sebab cinta telah membuatku menjadi begitu istimewa melebihi apapun. dan darah itu masih menetes, merembes kebajuku, membasahi sebagian anak rambutku. sakit. sakit sekali.
aku tahu kabar ini tak pantas lagi disampaikan, kabar-kabar yang sudah kadaluarsa dan harus dienyahkan jauh-jauh. ingin berterus terang sajalah...pada awan gelap dan sepi yang tak kenal sekat. bahkan menelusup jauh hingga ke kolong tempat tidurku, lalu melolong pelan-pelan membuat ku bergidik dan merasa ngeri. tapi...al, kau tahu pelan-pelan kurasakan aroma tubuhmu seperti hadir, kau memelukku erat dan ketakutan itupun hilang. dan aku tak kecewa ketika kusadari ituhanya mimpi, ternyata memang begitulah cara cinta menghibur dirinya, ia tak peduli dikejauhan sana ada yang melambaikan tangan dan minta disambut.

ia tak akan mau tahu, ada yang menjerit-jerit minta namanya juga diukir dengan tinta berwarna biru. dengan sangat berat ku jwab "kau bukan langit biru hatiku." aku semakin sadis, menyakiti diri dengan cara tidak biasa hingga aku mengerang ditengah malam yang hampir tua. keinginan untuk menangis pasti akan selalu ada, tapi air mata yang tumpah belum tentu makna seutuhnya dari sebuah kegundahan, dan sebaliknya melampiaskan luka tidak selalu harus dengan airmata. bisa dengan menari-nari saat seperti aturan belum ada, bisa dengan menghitung bintang yang ada dilangit sana.

biarlah mulai hari ini al saja yang kupanggil, mengeja puluhan abjad adalah menetaskan anak-anak darah yang mengental dan pekat. lalu ia akan melompat-lompat memenuhi seisi ruangan tempat ku biasa menghilangkan penat, atau sekedar mengais gelisah.

al besar...teruslah besar dengan kebesaran dan kemegahan yang telah kau punyai, jangan biarkan ia mengecil karena mendung-mendung yang ada, rintik-rintik hujan akan selalu ada, tapi derasnya hujan akan melahirkan sejuk dan kehidupan.

Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)