Kamis, 20 Februari 2014

Orderan Surat Cinta

ilustrasi

Apakah menulis dan penulis sama?

Menulis adalah kata kerja (verb) sedangkan penulis adalah kata benda (noun). Merujuk pada kamus bahasa Indonesia menulis artinya membuat huruf (angka dsb) dengan pena (pensil, kapur, dsb). Di zaman canggih ini menulis juga berarti mengetik huruf-huruf di media digital.

Sedangkan penulis adalah orang yang menulis. Entah itu (menulis) naskah cerita, status di jejaring sosial atau postingan-postingan di blog.

Pertanyaannya apakah semua orang bisa menjadi penulis? Menurut hemat saya jawabannya IYA. Pertanyaan berikutnya apakah semua orang yang menulis berarti berprofesi sebagai penulis? Nah ini tergantung, karena yang namanya profesi harus diikuti dengan keahlian.


Okai, lupakan soal itu, hanya intermezzo.

Karena saya berniat mendalami dunia literasi, maka hal-hal yang menyangkut dengan proses kreatif saya di dunia menulis menjadi menarik. Ketertarikan saya di dunia tulis menulis sudah terlihat sejak masih SD. Indikasinya tak pernah kesulitan mengarang. Waktu SMA saya suka pelajaran Bahasa Indonesia tapi juga bosan dan merasa muak. Sukanya karena sudah pasti banyak cerita-cerita. Nggak sukanya karena terlalu banyak teori ini itu. Mau mengarang saja kok harus ribet. Maksudku, guru tidak membuat proses belajar mengajar menjadi sederhana.

Intensitas menulis mulai tinggi sejak SMA. Aku mulai belajar-belajar buat cerita. Yang paling teringat adalah nulis diary semalaman sampai penuh semua lembarannya. Diary itu kuberikan ke mantan pacar hahahaha. Trus si mantan katanya baca sambil berlinang air mata hiks.... Ini benar-benar aneh, sudah jadi mantan tapi masih saling curhat.

Di lain waktu ada temen yang putus sama pacarnya. Ehhh dia malah nyuruh aku untuk nulis diary. Mewakili perasaannya. Jadi, waktu aku menulis dia duduk di sampingku. Menceritakan apa yang dia rasakan lalu kuterjemahkan ke tulisan. Aku mendengar dengan serius. Takut salah mengartikan kalimat-kalimatnya. Bukan mudah lho menghadirkan ruh tulisan yang benar-benar merepresentasikan perasaan seseorang.

Intinya diary itu selesai kutulis dalam semalam. Si teman menitipkannya pada teman kami yang lain untuk diberikan pada mantan pacarnya. Bisa ditebak si cowok itu termehek-mehek deh membacanya. Dia bilang sangat tersentuh. Aku cuma tersenyum-senyum saja mendengar pengakuannya.

Waktu kuliah produktifitas semakin meningkat. Aku bergabung dengan organisasi kampus, ikut ambil bagian mengurus mading. Aku mulai buat-buat cerpen, puisi, pokoknya mulai sering merangkai cerita. Tahun 2006 setelah tsunami aku mulai ngeblog. Produktifitas menulis meningkat drastis deh pokoknya. Karena zaman itu belum punya laptop aku menulis di double folio dan buku. Bisa sampai keriting jari-jari tangan kalau lagi ngebut nulis. Tapi itulah romantika.

Menariknya beberapa teman ada yang meminta khusus agar saya menuliskan cerita tentang mereka. Apalagi kalau bukan tentang kisah asmara hehehe.... asyik ya....

Singkatnya kalau menulis hanya untuk memenuhi hobi, nggak perlu dibuar ribet, pake ketentuan yang standar saja. Yang penting tulisan itu mudah dipahami, pake EYD yang bener. Kemudian tidak menyinggung SARA. Itu aja....[]
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

11 komentar:

  1. Betoi, Kak, mau nulis aja kok pake ribet.. Tulis ya tulis aja. Hehe. Kalo saya tu sering dapat request dari teman2 untuk menulis (1) tentang mereka dan (2) terkait permasalahan di Aceh. 1 untuk cerita ringan, 2 untuk serius semisal opini. Pokoknya, menulis itu bukan sekadar hobi, tapi bisa menjadi jembatan aspirasi orang lain. :D

    BalasHapus
  2. ya makmur, kalau ini aku cuma fokus ke love-nya doang hehehehe...... intinya menulis itu lintas objek lah

    BalasHapus
  3. Apapun yg trjadi di sktr kita bs jadi tlisaan asal kita mau menulis.hmm jgn smpai ribet nyari ide.yg pntng ngt ttud mnulis

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener, menulis itu ngga sulit, yang sulit nentuin tema hahaa

      Hapus
  4. Menulis itu buat dokumentasi cerita kehidupan di sekitar kita dan apa yang kita rasakan, siapa tau nanti bisa diceritakan lagi untuk anak dan cucu kita, pastinya lakukan yang terbaik :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul, daripada capek ceritain mending suruh buka blog kakek neneknya kan? :-D

      Hapus
  5. Bagiku menulis adalah terapi jiwa atau self-healing. Menulislah dengan hati dan rasakan efek yang menentramkan jiwa. Itu yang biasanya aku alami jika sudah menulis. Lalu apa yang dituliskan? Banyak, tergantung; orderan [jika menulis karena request], suasana hati [mood] dan ide yang ingin dicurahkan.

    Sepakat dg Ihan, bahwa menulis itu jangan pake ribet deh. Mengalir aja, dan pake ciri khas tersendiri, sehingga tercipta self branding. Jika sudah terlatih dan konsisten, tanpa membaca nama penulis pun, pembaca kita akan bisa menebak siapa sang penulis. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul kak, self healing, ahhh..... itung-itung ngurangin budget ke psikolog haaa

      Hapus
  6. wah banyak ilmu berkunjung di sini, asyik juga baca kometar-komentar nyaa :-)

    BalasHapus

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)