Minggu, 10 Desember 2006

Saat Harus Melepas

bunda, jawab dong bunda

begitulah ponakan saya 'memaksa' saya untuk membalas pesan-pesannya diujung perjumpaan sore tadi, ketika bumi baru saja berguncang, ketika matahari telah condong kebarat. saya paksakan diri untuk tidak membalas offline message nya, padahal tangan saya sudah bergerak-gerak ingin menekan tuts tuts keyboard komputer saya. saya diam sampai akhirnya diapun pergi dengan perasaan yang hanya dia sendiri yang tahu.

apakah dia berfikir saya kejam? melepas kepergiannya dengan diam dan tanpa suara? bahkan tanpa sepotong tulisanpun yang bisa ia kantongi untuk menyusur jalan kepulangannya? satu hal yang saya pahami, meninggalkan lebih mudah dari pada ditinggal, melepas lebih mudah daripada dilepas, mengantar lebih mudah daripada diantar, itu yang saya rasakan, tak ada beban untuk melepas dan meninggalkan, juga untuk mengantarkan, tapi berat menerima kenyataan dilepas dan ditinggal. tapi dilain waktu dilepas juga sama tidak enaknya dengan melepas, diantar juga sama beratnya seperti mengantar. apalagi meninggalkan. itu pula yang saya rasakan. ah, kalau begitu sama saja. tentu tidak. ada yang membedakan. ada yang membuat hati biasa-biasa saja, ada yang membuat girang, ada yang membuat hati mendung karena tak kuasa mengantar, diantar, meninggalkan atau ditinggalkan, dilepas atau melepaskan. apa itu? apakah pada prosesi pengantaran, meninggalkan dan melepaskan itu sendiri? atau tergantung siapa yang kita antar, kita tinggalkan, kita lepaskan. orang tua kah, teman kah, kekasih atau suami istri kita kah? atau cuma orang yang tidak kita kenal baik, atau lagi orang yang sama sekali tidak kita kenal? lama saya terpekur kemarin, mencoba mengais kembali kejadian-kejadian beberapa tahun yang lalu, kemudian kejadian-kejadian beberapa bulan yang lalu sampai apa yang saya alami bulan yang lalu sampai yang tadi sore. semua berkisar seputar melepaskan, meninggalkan, mengantar dan ditinggal, dilepaskan, juga diantar. senang, sedih, kecewa juga bahagia pernah saya rasakan semuanya. ternyata yang membuat senang dan bahagia ketika diantar, dilepas, ditinggal bukanlah seberapa banyaknya materi yang diberikan, bukan seberapa banyaknya jumlah barang bawaan atau oleh-oleh yang diberikan. bukan juga pada seberapa ramai orang yang mengantar.
ah, terlalu berbelit-belit saya rasanya. begini saja, apakah anda pernah mengantar ibu atau orang tua anda ke bandara atau terminal? teman dekat atau teman biasa, kenalan atau kekasih anda? bagaimana perasaan anda? perasaan anda pasti berbeda ketika mengantarkan orang-orang yang berlainan. satu kebiasaan saya ketika mengantar atau diantar oleh orang yang paling istimewa dihati saya adalah diam, diam bukan karena tidak suka, diam bukan karena marah, tapi diam karena tidak sanggup.

saya termasuk tipe orang yang paling susah mengeluarkan air mata, ketika beberapa tahun yang lalu kakek saya meninggal, saya masih bisa tersenyum, bahkan saya tidak menangis. ketika orang-orang menangis dan berpelukan ketika lebaran saya malah kedapur, disana saya tertawa sendiri. ah...tapi kenapa saya menjadi cengeng ketika melepas kepergian seseorang yang saya tidak kenal secara fisik tapi secara emosional kami amat sangat dekat, kenapa saya sampai menangis tersedu-sedu ketika kakak saya mengantar kepergian saya beberapa waktu yang lalu? berat sekali rasanya, membayangkan setelah itu entah kapan kami bisa bertemu lagi, membayangkan betapa besar rasa sayang dan cintanya kepada saya, menemani saya berhari-hari yang ketika itu sedang stress berat...mengingat betapa pedulinya dia kepada saya...itulah yang membuat mengapa saya menangis terisak-isak dalam pelukanan lima menit sebelum saya meninggalkannya. diam tanpa kata-kata. ternyata kekuatan emosional lah yang membuat saya tidak rela melepas dan dilepas.
mungkin begitu juga dengan ponakan saya kemarin sore, ketika tengah asyik-asyiknya mengobrol tiba-tiba harus terputus karena masing-masing kami punya kesibukan sendiri-sendiri yang lain. apakah saya menangis? tentu tidak. saya cuma diam, diam karena besok belum tentu bertemu lagi.
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)