Sabtu, 01 Juli 2006

"Istana Atas dan Bawah"

diantara sekian banyak orang mungkin sangat sedikit yang mengatakan alangkah indahnya menjadi anak kost atau betapa indahnya tinggal jauh dari orang tua, pasti diantara mereka banyak yang mengeluh karena semua pekerjaan harus dikerjakan sendiri semisal mencuci dan menyetrika, memasak sampai membersihkan rumah. kalau tinggal dengan orang tua untuk urusan memasak sudah pasti bukan urusan anak kecuali jika sianak memang tahu diri dan mau membantu meringankan beban ibunya. keluhan lain yang umumnya terjadi pada anak kost adalah permasalahan air dan ikut campurnya induk semang dalam urusan mereka atau peraturan-peraturan lainnya yang membuat mereka merasa terkekang, seperti batasan bertamu dan keluar malam, jika lewat jam yang sudah ditentukan jangan heran bila pulang telat pintu pagar sudah terkunci. dan dengan mengendap-ngendap mulailah mencari jalan alternatif agar bisa masuk kerumah.
ada juga yang tidak ada persoalan dengan induk semangnya, bisa saja karena induk semangnya tidak tinggal seatap dengan mereka maka persoalan yang sering muncul adalah sesama penghuni kapala layar bernama rumah kost. biasanya menyangkut masalah piket atau kebiasaan sehari-hari yang tidak disukai oleh teman yang lain, semisal membuang sampah sembarangan, ada juga yang tidak tahu tugasnya sehingga setiap kali piket ia tidak pernah bekerja. atau yang lebih parahnya suka mengutil, barang teman pun disikat tanpa merasa bersalah alias tanpa meminta ijin dari pemiliknya.
kalau boleh jujur, termasuklah aku diantara orang-orang yang sedikit itu. bukan aku suka jauh dari orang tua tapi paling tidak sampai hari ini aku merasa enjoy dan belum merasakan permasalahan yang berarti dalam kost-kostsanku. sedikit ingin menggambarkan kehidupan rumah kost kami yang adem, ayem, dan tentrem. penghuninya saat ini tinggal tiga orang dengan kamar 4 empat buah. berarti 1 kamar kosong tidak berpenghuni tetapi sesekali pemilik kamar tesebut masih sowan kekamarnya, karena barang-barangnya masih disana semua. rumah kost ku ada dua lantai, lantai bawah dan atas. dua orang temanku berada diabawah dan aku diatas sendiria. kami sering menyebutnya istana. yah..aku menjadi pegnuasa atas dan dua temanku menjadi penguasa istana bawah. awal-awal pasca tsunami penghuninya sangat rama lebih dari sepuluh orang, mereka bukan penghuni tetap tetapi sekedar numpnag untuk beberapa bulan, sekarang mereka sudah selesaikuliah semua dan telah bekerja diantaranya sudah menjadi pegawai negeri pada dinask kesehatan. ketika itu barangkali adalah saat-saat yang tidak terlupakan oleh kami semua, dari empat kamar yang ada hanya dua kamar yang digunakan untuk menampung sepuluh orang lebih, walhasil semua tempat menjadi sangat bermanfaat, salah satunya adalah ruang tamu yang disulap menjadi tempat tidur jika malam. selalu ramai, selalu ada tawa dan canda sekalipun ketika saat itu semuanya serba sulit, yah..untuk mencari makanan kami harus keluar jauh dan haraganya sangat mahal. jadi saat itu kami merubah pola makan, pagi cukup dengan makan kue dan teh atau susu saja yang dipesan diwarung sebelah kost-kostan kami, siang makan roti malamnya baru makan nasi. untuk minum pun terpaksa harus beli air mineral dalam kemasan karena air PAM tidak ada dan air sumur tidak layak pakaia. sedangkan untuk mandi dan mencuci kami terpaksa menyaring air sumur yang tidak layak pakai itu menjadi layak pakai. semuanya membutuhkan kreativitas. saat itu kami seperti orang kaya saja, tidur makan, tidur makan. hanya itu yang kami kerjakan sehari-hari selama lebih kurang seminggu lebih. aku sendiri ketika awal-awal kembali ke banda aceh belm ada aktivitas sama sekali. seminggu kemudian aku mulai sowan kekampus dan bertemu teman-teman aktivis, barulah ketika itu aktivitasku kembali normal setelah beberapa bulan vakum karena tsunami. pelan-pelan namun pasti...kegiatan pertama adalah ikut demo, demo rektor yang saat itu mengutip pembayaran biaya SPP untuk mahasiswa UNSYIAH. waktu itu aku jadi satgasnya, seru deh pokoknya. sampai tiga hari kami berada di gedung rektorat, dan semuanya ngga sia-sia karena pada akhirnya pihak rektorat membatalkan pemungutan biaya SPP. tidak lama setelah itu aku jadi relawan dari unit kegiatan mahasiswa FOSMA selama beberapa bulan. seminggu tiga kali kami mengunjungi barak pengungsian yang ada di Neuhuen, jalan menuju ke krueng raya.
sepertinya sudah melenceng jauh dari koridor ke kostan, kembali ke cerita awal. mungkin akulah orang yang beruntung itu. mendapatkan tempat kost yang strategis, tidak jauh dari kampus juga tidak terlalu jauh dengan pusat kota. bahkan jalan besar yang biasa aku lalui adalah jalan protokol yang banyak dilalui orang dan banyak kantor-kantor pemerintahan disepanjang jalannya. suasananya juga tenang, tidak berisik dan sedikit sepi. disebalah kanan ada warung kopi dan disebelah kirinya ada wartel dan rental komputer. tidak jauh dari situ ada warung kecil yang menjual berbagai kebutuhan rumah tangga, seperti bumbu masak dan rempah juga sayuran sampai buah. jalan sedikit sekitar lima menit maka sudah ada warung internet yang biasa aku tongkrongi lama-lama. diseberang jalan sudah ada swalayan. benar-benar tempat yang strategis. tapi terlepas dari kebutuhan fisik tersebut ada yang lebih khusus lagi. yaitu ketenangan.
di kostku inilah aku mendapatkan ketenangan tidak hanya fisik tapi juga batin, awal-awal tinggal disini aku mulai bersentuhan dengan nilai-nilai agamis karena penghuninya yang agamis, setiap malam setelah selesai sholat magrib mereka selalu bertilawah dan sering sholat berjamaah, mau tak mau aku jadi ikut-ikutan hingga akhirnya jadi kebiasaan. hampir empat tahun tinggal disini belum pernah sekalipun ada percekcokan sesama warga o7, begitu kami menyebutnya. kami selalu harmonis dan langgeng, itukarena kami mau saling mengerti dan tidak suka mencampuri urusan orang lain. kami tidak suka meributkan hal-hal kecil, seperti siapa yang harus menyapu halaman atau siapa yang harus membuang sampah. masing-masing menjadi sukarelawan dan terbukti aku paling jarang melakukan keduanya. aku lebih sering membersihkan lantai atas saja karena memang keseharianku kuhabiskan disana.
kadang sesekali temanku ngomong juga ke aku kenapa jarang sekali bersih-bersih diluar rumah, aku hanya senyum dan bilang kan sudah ada cintaku yang melakukannya. weeks....untuk urusan disumur aku juga begitu, paling malas nampung air. kalau mau nyuci tunggu airnya hidup dulu. kalau ngga ada air aku ambil air di ember besar yang sudah ditampung teman, belakangan pas aku pulang sudah ada tempelan kertas disana, isinya"ambil air ganti" hehe...aku tidak protes dan diam saja. karena air di bak selalu penuh, kalau di bak tidak perlu ditampung. hm..cari enak aja ya???
urusan dapur tidak perlu ditanya lagi. kedua temanku itu paling rajin memasak. pagi-pagi sudah bangun untuk menyiapkan sarapan pagi, belum pukul tujuh sudah ku dengar suara piring dan sendok berdenting. setelah itu beres-beres berangkat kekampus. sedang aku? paling banter cuma masak air aja, aku paling jarang mengepulkan asap dapurku. sampai-sampai kata temanku begini "han sesekali lo perkosain tuh kompor hehe..." porno ya...
heheh...begitulah kehidupan kostan kami yang penghuninya tinggal tiga orang lagi, kalau malam sepi karena masing-masing ada dikamar sendiri-sendiri. kalau siang tidak terasa karena hampir tidak pernah dirumah. sesekali kami keluar bareng, sekedar makan atau nongkrong di pinggir jalan sambil makan nasi goreng atau ayam goreng. "Second honeymoon" begitu istilanya.
biarpun disamping kostan kami ada warung kopi, apalagi jaman musim bola gini, rame banget sampe-sampe kami ngga bisa tidur karena terganggu, tetapi kostan kami tetap steril. pintu rumah selalu tertutup sehingga tidak bebas keluar masuk orang orang asing. satu kebiasaan yang tidak boleh tidak di kostan ini, yaitu uluk salam ketika harus pergi atau masuk rumah. kalau lupa bisa keluar lagi dan ulang kembali, saya sudah pernah ngalamin ini. waktu itu bukan tidak uluk salam, tapi kecil dan teman2 ngga dengar. aku keluar lagi dan ucap salam keras-keras.
satu hal yang pasti, yang membuat rumah kost ini berbeda dengan kostan lain, induk semangnya jauh, saking jauhnya kami jarang sekali silaturrahmi, bahkan lebaran pun tidak. bahkan ketika orang tuanya meninggalpun kami tidak datang, apa kata kami waktu itu? kita ini kelewat baik dan lugu. mau tahu berapa jauh jarak kostan kami dengan rumah induk semang? sekitar 15 menit berjalan kaki. oh my God.....
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)