Kamis, 27 Juli 2006

"aku"



aku adalah seorang ibu dari anak-anak ku yang berjumlah dua belas orang, yang setiap hari berebutan untuk minta kupangku. tentu tidak semuanya karena sebagiannya sudah besar-besar. tetapi tetap saja memerlukan perhatianku. bangun tidur, menanak nasi, menyiapkan sarapan pagi untuk suami dan anak-anak, menyiapkan pakian sekolah anak-anak dan juga pakaian untuk suami berangkat kerja. selanjutnya memandikan tiga orang balita, kakak-kakaknya sudah bisa mandi sendiri, sudah bisa sarapan sendiri, hanya sesekali mereka minta dimanjakan, itupun kalau aku punya waktu luang. mereka terpaksa harus mengerti dengan kondisiku yang kadang kerepotan megnurus mereka semua. pernah mereka bertanya mengapa ibu punya banyak anak, sampai selusin, tidak seperti tetangga yang lain, paling banyak hanya 5. ku jawab seadanya saja, supaya kita tidak sama dengan orang lain, keluarga kita harus berbeda, dan yang pasti banyak anak banyak rejeki, ini tentu saja alasan yang paling terakhir ketika pertanyaan itu terus dilontarkan oleh anak-anakku. tetapi, memang belum pernah kami merasa kerepotan dalam membiayai kehidupan mereka, setidaknya sampai saat ini, mereka masih bisa menikmati sarapan dengan beberapa menu, tidur enak dan sesekali liburan, juga kebutuhan lainnya.
dilain sisi, aku juga seorang istri dari suamiku yang baik hati, yang membutuhkan perhatian dan sayangku, bukan hanya terhadap anak-anak saja. kadang-kadang dia cemburu juga melihat waktuku yang banyak kuhabiskan bersama anak-anak, tapi dia juga berusaha mengerti dengan meringankan pekerjaanku, maksudnya tentu saja agar aku cepat menyelesaikan tugas kerumah tanggaanku dan setelah itu aku bisa menemaninya minum teh atau baca koran di serambi belakang. tempat yang paling kami sukai sejak menikah 18 belas tahun yang lalu. kalau sudah disana, anak-anak sudah mengerti, mereka tidak akan mengganggu. disanalah aku memotong kukunya, mencandainya, meledeknya. ku akui, waktuku menjdi sangat berkurang untuknya, diapun mengetahui itu, karenanya dia tidak terlalu memaksa harus memanjakannya seperti awal-awal menikah dulu. tetapi aku tahu kapan harus menyanjungnya bagai raja, aku tahu kapan menjadikannya balita yang harus kupangku dan ku peluk, aku tahu kapan menjadikannya suami yang harus ku hormati dan ku patuhi, aku juga tahu kapan menjadikannya teman sehingga aku bebas leluasa bercerita. bercerita tentang anak-anak kami mulai dari yang paling tua sampai yang paling kecil, bercerita tentang cerita romansa perkawinan kami, kadang aku menangis dipelukannya, dan dia dengan sabar mendengarkan tangisanku, dilain waktu kadang dia yang menangis dipangkuanku, ketika ia menceritakan ketakutan-ketakutannya, dia sangat takut tidak bisa membawa keluarganya ke surga. aku membelainya dan menguatkan hatinya, kita bersama-sama cinta.......
sekali waktu dia pernah bertanya, apa aku menyesal telah menikah dengannya? saat itu aku takut sekali, takut, kupikir dia akan meninggalkanku. tetapi ternyata, katanya dia yang merasa takut ku tinggalkan, dan dia pasti tidak akan setelaten saya dalam merawat anak-anak. ada-ada saja suamiku....
suamiku...rasanya baru kemarin aku menjadi istrimu...betapa cinta telah menyingkatkan waktu kebersamaan kita...
Previous Post
Next Post

Coffee addicted and mother of words

0 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Salam blogger :-)